Integritas Petinggi Kejagung: Sebuah Sorotan Buruk dari Praktisi Hukum
JAKARTA, iNewsBogor.id - Praktisi hukum sekaligus Koordinator Aliansi Pengacara Indonesia, Lukmanul Hakim, mengkritik integritas para petinggi di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Ia menilai bahwa integritas mereka dalam lembaga penegak hukum yang dipimpin ST Burhanuddin ini sudah bobrok.
Kritik ini muncul setelah beberapa kasus yang melibatkan petinggi Kejagung terungkap, termasuk yang terbaru adalah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Jampidsus Kejagung,
Febrie Adriansyah. Indonesia Police Watch (IPW) bersama sejumlah organisasi masyarakat telah melaporkan Febrie ke KPK karena diduga terlibat dalam korupsi lelang barang rampasan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
"Secara keseluruhan, integritas petinggi Kejagung saat ini banyak yang bobrok," ungkap Lukman kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, 28 September 2024.
Menurut Lukman, pendapatnya ini didasarkan pada banyaknya masalah yang dihadapi Kejaksaan Agung. Selain kasus Febrie, ia juga menyebutkan bahwa pimpinan Kejagung, RT Burhanuddin, memiliki catatan yang buruk.
"Selain Pak Febrie yang tersandung dugaan korupsi, Pak Burhanuddin juga diisukan terlibat dalam kasus yang meski bersifat personal, tetap merusak integritasnya sebagai penegak hukum. Terlebih, terlihat bahwa masing-masing tim di Kejagung tampak bergerak sendiri-sendiri, mungkin karena mereka sudah saling memegang kartu as," jelas Lukman.
Sebelumnya, pada Mei 2024, dalam dialog publik di Senayan Park, Jakarta, Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) dan sejumlah tokoh anti korupsi sepakat mendorong KPK untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan lelang yang melibatkan Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah.
Para tokoh yang hadir antara lain Boyamin Saiman (MAKI), Faisal Basri (IDEF), Sugeng Teguh Santoso (IPW), dan Melky Nahar (JATAM). Mereka sepakat bahwa KPK perlu turun tangan karena diduga terjadi kerugian negara dalam pelaksanaan lelang barang rampasan korupsi berupa satu paket saham PT. GBU yang dimenangkan oleh PT. IUM.
Harga limit lelang yang disetujui Jampidsus Kejagung diduga menyebabkan kerugian negara minimal Rp. 9 Triliun dan memengaruhi pemulihan aset megakorupsi Jiwasraya dalam konteks kewajiban uang pengganti Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp. 10,728 Triliun yang tidak tercapai," ujar Boyamin Saiman.
Dugaan tindak pidana korupsi dalam lelang barang rampasan ini diduga melibatkan penurunan nilai limit lelang. Nilai pasar wajar satu paket saham PT. GBU diperkirakan sekitar Rp. 12 Triliun, tetapi direndahkan menjadi Rp. 1,945 Triliun, yang menguntungkan AH, mantan narapidana kasus korupsi suap dan pemilik PT. MHU serta MMS Group.
Kasus ini diperparah karena dana PT. IUM untuk membayar lelang berasal dari pinjaman PT. Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Menteng, dengan total kredit Rp. 2,4 Triliun, kata Faisal Basri.
Tahapan dugaan pidana korupsi ini dimulai ketika Kapus PPA Kejagung RI berencana melelang barang rampasan berupa satu paket saham PT. Gunung Bara Utama sebanyak 1.626.383 lembar saham. Sepuluh hari sebelum penjelasan lelang pertama, AH diduga mendirikan PT. IUM sebagai persiapan, dengan menunjuk sejumlah nominee yang tidak memenuhi kualifikasi.
Nominee VN, yang memegang 99,9 saham di PT. MPN dan PT. SSH, memiliki kekayaan hanya Rp. 137 juta, dengan utang kredit sepeda motor Rp. 20 juta. VN memiliki hubungan dekat dengan AH, di mana ayah VN bekerja sebagai satpam di keluarga AH. Pada tahun 2015, VN tercatat sebagai nominee AH dalam skandal Panama Papers.