Mengenal Dinasti Sanjaya dan Syailendra pada Kerajaan Mataram Kuno
DINASTI Rajasa menjadi penentu kejayaan di tiga kerajaan di Pulau Jawa. Tiga kerajaan itu yakni Kerajaan Kediri, Singasari, dan Majapahit. Namun, jauh sebelum dinasti itu berkuasa, ada dinasti raja-raja di barat Pulau Jawa yang sudah berkuasa terlebih dahulu.
Diawali dari Dinasti Sanjaya pascamasa Kerajaan Kalingga. Keberadaan dinasti terulik dari sebuah prasasti yang ditemukan di kawasan Candi Gunung Wukir, Jawa Tengah. Sebuah prasasti yang dinamakan Prasasti Canggal yang ditulis 6 Oktober 732.
Prasasti ini menyebut seorang raja bijaksana bernama Sanna, yang setelah kematiannya negara menjadi terpecah-belah. Keponakan Sanna yang bernama ?r? Sajaya, putra Sannaha, naik takhta memimpin Pulau Jawa, yang kemudian keadaan kembali tenteram. Raja-raja yang membangkang berhasil ditaklukkan.
(Foto: kemdikbud.go.id)
Prasasti Canggal tidak mencantumkan nama kerajaan yang dipimpin ?r? Sajaya. Kelak dalam Prasasti Mantysih I yang dikeluarkan ?r? Mah?r?ja Rakai Watukura Dyah Balitung di Kerajaan Mataram kuno, pada 11 April 907, terdapat nama para leluhur yang pernah mendahului memimpin Medang di Poh Pitu ( rahyangta rumuhun ri mdang ri poh pitu ) sebelum dirinya, dikutip dari buku 'Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari dan Majapahit' .
Dalam daftar tersebut, ?r? Sajaya menempati urutan pertama, dengan sebutan Rakai Mataram Sang Ratu Sajaya. Dari prasasti ini diperoleh informasi bahwa kerajaan yang didirikan Sajaya bernama M?dang, tetapi lazim disebut Mataram Kuno oleh para sejarawan.
Prasasti Mantysih I menyebut nama leluhur Medang sesudah Rakai Mataram Sang Ratu Sajaya ialah ?r? Mah?r?ja Rakai Panangkaran. Sementara itu, Prasasti Wanua Tengah III menyebut, Rakai Panangkaran naik takhta pada 4 Oktober 746.
Pada prasasti ini Rakai Panangkaran dikisahkan telah menganugerahkan sawah di Wanua Tengah sebagai sima (tanah perdikan) untuk wihara di Pikatan yang dibangun oleh Rahyangta i Hara, adik Rahyangta ri Mdang. Dari analisis terdapat kesamaan tokoh antara Rahyangta ri Mdang dengan Sanjaya.
Rakai Panangkaran sendiri mengeluarkan Prasasti Kalasan pada tahun 778 tentang pendirian bangunan suci untuk Dew? T?r?, atas permohonan para guru raja Syailendra.
Pada prasasti itu, namanya tertulis Mah?r?jam Dyah Pacapa?am Pa?amkara??m, hasil pembacaan ilmuwan F.D.K. Bosch, atau Mah?r?jam Tejah P?r?apanna Panamkara??m, sedangkan pada bagian akhir tertulis Kariy?na Panamkaranah.
Selain itu, ada pula kata yang berbunyi ?yailendrawam?atilaka (permata Dinasti Syailendra) dalam prasasti itu. Selanjutnya ada Prasasti K?lurak (26 September 782) yang menyebut kata dharanindran?mn? . KD.K Bosch menafsirkan, bahwa raja yang mengeluarkan prasasti ini bernama Dharanindra.
Tetapi, sejarawan J.G. de Casparis mengoreksi bahwa tidak ada nama Dharanindra karena pembacaan yang benar ialah dharanindharena, yang bermakna 'oleh raja'.
Adapun nama raja dalam prasasti itu ialah ?r? Sanggr?madhananjaya, yang berjuluk wairiwarawirawimardana, atau pembunuh musuh-musuh yang gagah perwira.
Beberapa sejarawan dan arkeolog berpendapat bahwa, Rakai Panangkaran adalah raja Dinasti Sajaya (Sajayawang?a) beragama ?iwa yang menjadi bawahan raja Dinasti ?yailendra, atau Syailendrawangsa, yang beragama Buddha.
Dari uraian Prasasti Kalasan tahun 778 dapat ditafsirkan bahwa Rakai Panangkaran diperintah oleh raja Sailendra untuk mendirikan bangunan suci Buddha.
Adapun raja Syailendra yang menjadi atasan Rakai Panangkaran diperkirakan sama dengan ?r? Sanggr?madhananjaya yang mengeluarkan Prasasti Kelurak pada tahun 782.









