Menikmati Kuliner Legendaris Bojonegoro yang Eksis sejak 1950, Bikin Kangen Pemudik!

Menikmati Kuliner Legendaris Bojonegoro yang Eksis sejak 1950, Bikin Kangen Pemudik!

Terkini | okezone | Rabu, 17 April 2024 - 07:00
share

SALAH satu kuliner legendaris di Bojonegoro, Jawa Timur yang bisa dinikmati ialah wedang tape ketan hitam. Kuliner ini telah ada sejak tahun 1950-an dan dikelola secara turun temurun oleh generasi berikutnya dari pemilik kuliner.

Kuliner ini berada di kawasan Jalan KH. Mas Mansyur Nomor 100 Kelurahan Ledok Wetan, Kecamatan Bojonegoro Kota. Memang dari segi bangunan warung ini tampak sederhana dibandingkan warung-warung lain di sekitarnya.

Tetapi bila ditelusuri ternyata kuliner ini merupakan legendaris dan telah dikelola turun temurun sejak tahun 1950. Menu favoritnya tentu wedang tape ketan hitam yang menjadi unggulan dari waktu ke waktu.

Menurut pemilik warung bernama Natalia, nama warung ireng sendiri berawal dari kondisi awal mula berdiri, warung ini yang menggunakan tungku kayu untuk memasak makanan dan minuman yang ada.

Dari sana asapnya kan akhirnya nempel di dinding warung dan jadi hitam. Makanya dinamakan warung ireng atau hitam, ujar perempuan yang dipanggil Lia ini.

Menurutnya, warung ini merupakan warisan dari nenek sang suami bernama Muntiah, lalu diteruskan oleh sang mertua di generasi kedua yang bernama Sukarti. Setelah ibu mertua meninggal dunia, usaha keluarga ini ia teruskan bersama sang suami sejak tahun 2005.

Memang bentuk bangunannya ya sama hanya dipercantik dindingnya saja. Dalam proses pembuatan wedang tape ketan hitamnya pun juga menggunakan alat, kalau dulu alami, tutur dia.

(Foto: Avirista Midaada/MPI)

Untuk membuat wedang tape ketan hitam, dirinya memerlukan bahan bahan seperti tape ketan hitam, santan, gula, dengan seduhan air panas.

Jadi dalam satu porsi gelas itu kita masukkan dulu tape ketan hitamnya, kemudian ditambahkan gula dan santan, baru terakhir disiram air panas, jelasnya.

Dalam sehari setidaknya ia menghabiskan 3 kilogram tape ketan hitam, 12-13 buah kelapa untuk santan. Itu kalau normalnya segitu. Kalau ramai ya nambah lagi bahannya, ujar perempuan berusia 54 tahun ini.

Menurutnya, dari awal berjualan sejak neneknya hingga sekarang takaran wedang tak mengalami perubahan. Hanya Lia mengaku bahwa dirinya tak terlalu paham takaran tersebut. Mengingat yang paham komposisinya sang suami bernama Totok Suyanto.

Yang meracik dan menakar itu suami saya. Saya tinggal meraciknya di gelas-gelas, tukas perempuan satu anak ini.

Dari jumlah tersebut, maksimal 50 gelas wedang tape ketan hitam laris dibeli pembeli. Jumlah tersebut bertambah saat waktu libur tiba, terlebih di momen libur lebaran dimana banyak pemudik dari Bojonegoro pulang kampung.

Bila waktu libur ya sekitar 80 gelas. Biasanya malah lebih segitu, bebernya.

Topik Menarik