Kisah Ilmuwan Marie Curie, Perempuan Brilian Berpengaruh di Dunia
JAKARTA, iNew.id - Sejumlah karya pemenang Nobel mampu membantu mengubah dunia menjadi seperti yang dikenal sekarang ini. Salah satunya milik Marie Curie.
Didirikan pada 1895 atas kehendak penemu dan filantropis Swedia Alfred Nobel, penghargaan ini dibuat untuk mengakui kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya sastra, perdamaian, ekonomi, kimia, fisika, dan kedokteran.
Ada banyak illmu yang telah memenangkan Nobel, salah satunya Marie Curie. Bagaimana kisah ilmuwan ini yang membawanya memenangkan Nobel?
Kisah Ilmuwan Marie Curie
Marie Curies dikenal sebagai perempuan tanpa pamrih dan pendiam. Dia juga dikenal sebagai ilmuwan yang brilian. Karyanya tidak hanya mengubah ilmuwan memandang dunia, tapi dia juga berperan sebagai pelopor budaya selama berabad-abad.
Curie, seorang ilmuwan Prancis-Polandia lahir pada 1867 dan menghabiskan sebagian besar kehidupan profesionalnya menyelidiki prinsip-prinsi radioaktivitas. Pada 1903, dia dan suaminya Pierre bersama Henri Becquerel menerima hadiah Nobel atas karya fisika mereka pada fenomena terkait radiasi.
Seolah satu Nobel tidak cukup, pada 1911, Marie meraih Nobel bidang kimia atas penemuan radium dan poloniumnya. Kali ini, dia tidak perlu membaginya dengan siapa pun, sehingga menjadi salah satu dari sedikit orang yang memenangkan hadiah di dua bidang berbeda.
Marie lahir di Warsawa pada 7 November 1867. Dia mengenyam pendidikan umum di sekolah lokal dan beberapa pelatihan ilmiah dari ayahnya. Dia terlibat dalam organisasi revolusioner mahasiswa dan merasa kebijakan untuk meninggalkan Warsawa.
Pada 1891, Marie pergi ke Paris untuk melanjutkan studinya di Sorbonne di mana dia memperoleh Lisensi Fisika dan ilmu Matematika. Dia bertemu Pierre Curie, profesor di School of Physics pada 1894 dan pada tahun berikutnya mereka akhirnya menikah.
Pernikahan mereka pada 1895 menandai dimulainya kemitraan yang segera mencapai hasil penting dunia, khususnya penemuan polonium pada musim panas pada 1898 dan radium beberapa bulan kemudian.
Terinspirasi pada penemuan oleh Henri Becquerel (yang disebunya radioaktivitas), Marie Curie memutuskan mencaritahu apakah sifat yang ditemukan dalam uranium dapat ditemukan di material lain.
Saat mengalihkan perhatiannya ke mineral, dia menemukan ketertarikan pada biji-biji uranium, suatu mineral yang aktivitasnya lebih unggul dibanding uranium murni yang hanya dapat dijelaskan dengan adanya sejumlah kecil zat tak diketahui yang aktivitasnya sangat tinggi.
Pierre Curie kemudian bergabung dengan Marie menyelesaikan masalah dan mengarh pada penemuan unsur baru yakni polonium dan radium. Saat Pierre Curie mengabdikan dirinya pada studi fisik radiasi baru, Marie berjuang mendapatkan radium murni dalam bentuk logam, dicapai dengan bantuan ahli kimia Andre-Louis Debierne, salah satu murid Pierre.
Atas hasil penelitiannya, Marie menerima menerima gelar doktor sainsnya pada Juni 1903 dan, bersama Pierre, dianugerahi Davy Medal dari Royal Society. Pada 1903 mereka berbagi Hadiah Nobel Fisika dengan Becquerel untuk penemuan radioaktivitas.
Nasib tragis pun menimpa Marie. Pada April 1906 suaminya, Pierre meninggal dunia. Meksi menjadi pukulan pahit, kematian Pierre merupakan titik balik yang menentukan dalam kariernya.
Dia mencurahkan seluruh energi untuk menyelesaikan karya ilmiah yang telah dilakukan. Pada 13 Mei 1906, dia diangkat menjadi profesor. Dia menjadi perempuan pertama yang mengajar di Sorbonne.
Pada 1908, Marie menjadi profesor tituler. Lalu pada 1910 risalah fundamentalnya tentang radioaktivitas diterbitkan. Pada 1911 dia mendapat Hadiah Nobel Kimia untuk isolasi radium murni.
Pada 1914 dia menyaksikan selesainya pembangunan laboratorium Institut Radium di Universitas Paris. Saat Perang Dunia I, Marie dengan bantuan anaknya, Irene mengabdikan dirinya mengembangkan penggunaan X-radiograpfi.
Pada 1918, Institut Radium mulai beroperasi dengan sungguh-sungguh dan menjadi pusat universal fisikia dan kimia nuklir. Marie Curie sekarang berada pada titik tertinggi dan sejak 1922 menjadi anggota akademi kedokteran, mengabdikan penelitiannya untuk mempelajari kimia zat radioaktif dan aplikasi medis dari zat ini.
Marie meninggal dunia akibat anemia aplastik akibat paparan radiasi. Kontribusinya terhadap fisika sangat besar, tidak hanya dalam karyanya sendiri. Ini ditunjukkan dengan dua Hadiah Nobel yang diraihnya, sebagaimana dikutip dari Britannica.
Di era saat perempuan banyak dianggap lebih rendah dibanding laki-laki, Marie mampu membuktikan diri dan meninggalkan warisan ilmiah yang terus memengaruhi kedokteran dan teknologi dengan cara yang tak terhitung. Kejeniusannya menular ke putrinya Irene Joliot-Curie. Sang putri telah menerima Nobel di bidang kimia pada 1935.









