Gemuk Tapi Belum Sehat? XLSMART Pamer Angka Jumbo Pasca-Merger, Namun Dihantui Beban Biaya dan ARPU Stagnan

Gemuk Tapi Belum Sehat? XLSMART Pamer Angka Jumbo Pasca-Merger, Namun Dihantui Beban Biaya dan ARPU Stagnan

Teknologi | sindonews | Rabu, 27 Agustus 2025 - 15:38
share

PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (XLSMART), entitas hasil merger kolosal antara XL Axiata dan Smartfren, memamerkan angka-angka yang di atas kertas tampak memukau untuk kuartal kedua 2025.

Namun, di balik kilau pendapatan yang meroket, tersembunyi sejumlah tantangan besar yang menguji apakah ukuran jumbo sang raksasa sudah diimbangi dengan kesehatan finansial yang prima.

Pada pandangan pertama, perayaan tampak pantas digelar.

Perusahaan membukukan pendapatan fantastis sebesar Rp10,50 triliun, melonjak 22 dibanding tahun sebelumnya.

Basis pelanggan meledak 41 menjadi 82,6 juta jiwa, dan jaringan BTS diperluas hingga mencapai lebih dari 209 ribu unit. Angka-angka ini seolah menjadi proklamasi lahirnya penantang serius di puncak industri.

Namun, Presiden Direktur & CEO XLSMART, Rajeev Sethi, dalam pernyataannya justru memberikan sinyal yang lebih realistis dan jujur. Ia mengakui bahwa perjalanan pasca-merger ini bukanlah bulan madu yang mulus.

Kuartal kedua 2025 menjadi tonggak penting bagi XLSMART. Dua setengah bulan setelah proses merger, kami menghadapi tantangan eksternal maupun internal. Secara eksternal, industri masih diwarnai kompetisi yang ketat,” ujar Rajeev.

Di sinilah potret sebenarnya mulai terlihat. Di tengah ledakan jumlah pelanggan, pendapatan rata-rata per pengguna atau Average Revenue Per User (ARPU) justru mandek di angka Rp 36 ribu. Angka ini menjadi sorotan kritis.

Artinya, meski XLSMART berhasil 'mengakuisisi' puluhan juta pelanggan baru dari merger, perusahaan belum mampu meyakinkan setiap pelanggan untuk membelanjakan lebih banyak uang.

Perang harga yang brutal tampaknya masih menjadi hantu yang sulit diusir.

Tantangan tak berhenti di situ. Laporan keuangan juga menunjukkan "pembengkakan" di sisi pengeluaran. Perusahaan secara terbuka menyatakan adanya peningkatan beban biaya operasional sebagai imbas langsung dari proses merger. Biaya infrastruktur, interkoneksi, hingga biaya regulasi semuanya naik.

Ini adalah tagihan yang harus dibayar untuk menyatukan dua entitas raksasa, sebuah proses yang terbukti mahal dan rumit.

Secara keseluruhan, beban biaya ini menekan laba bersih yang dinormalisasi ke angka Rp 313 miliar.

Sebuah angka profit yang terlihat kecil jika dibandingkan dengan total pendapatan yang mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Ditambah lagi, posisi utang kotor perusahaan tercatat sebesar Rp23,19 triliun, sebuah angka masif yang menjadi pengingat bahwa fondasi finansial sang raksasa masih menanggung beban berat.

Meski demikian, bukan berarti XLSMART hanya diam meratapi tantangan. Perusahaan bergerak cepat dalam integrasi.

Inisiatif National Roaming dan MOCN berhasil memperluas jangkauan sinyal Smartfren ke 156 kota/area tambahan.

Di sisi digital, total pengguna aktif aplikasi MyXL, AxisNet, dan mySmartfren telah mencapai 41,4 juta, menunjukkan adopsi digital yang kuat oleh pelanggan. Belanja modal (Capex) sebesar Rp 2,3 triliun juga telah digelontorkan untuk terus memperkuat dan menyatukan jaringan.

XLSMART kini berada di persimpangan jalan yang menentukan. Ukuran dan skala sudah berhasil diraih.

Namun, pekerjaan rumah terbesar menanti di depan mata.

Mampukah raksasa baru ini mengubah puluhan juta pelanggan menjadi sumber pendapatan yang lebih subur? Sanggupkah mereka menekan beban biaya integrasi yang membengkak sambil terus berinvestasi?

Topik Menarik