Benteng Digital Baru untuk Anak Indonesia: Pemerintah Paksa Medsos Verifikasi Usia, Perang Melawan Predator Online Dimulai
Di balik layar gawai yang menyala di tangan anak-anak kita, sebuah dunia tanpa batas terbentang. Dunia yang bisa menjadi guru, sahabat, sekaligus ruang bermain. Namun, di dunia yang sama, sebuah ancaman nyata mengintai dalam senyap. Data UNICEF melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan: 89 persen anak Indonesia adalah penjelajah internet aktif, menghabiskan rata-rata 5,4 jam per hari di dunia maya, dan hampir separuhnya pernah terpapar konten seksual.
Ini bukan lagi sekadar angka, ini adalah alarm darurat. Menjawab panggilan ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akhirnya mengambil langkah paling tegas dalam sejarah digital bangsa: mewajibkan verifikasi usia di semua platform media sosial.
Sebuah "benteng digital" baru kini dibangun melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP TUNAS). Ini bukan sekadar aturan, melainkan sebuah deklarasi perang terhadap konten berbahaya yang mengancam generasi penerus.
Fifi Aleyda Yahya, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komdigi, menegaskan bahwa ini adalah fondasi kebijakan nasional untuk melindungi aset paling berharga bangsa.
"Kami mendorong platform digital untuk menyediakan fitur keamanan yang mudah digunakan, termasuk sistem klasifikasi usia dan kontrol orang tua. Ini bukan sekadar fitur tambahan, tapi instrumen utama perlindungan anak," ujar Fifi dalam sebuah pernyataan tegas.
Aturan Main Baru yang Tak Bisa Ditawar
Melalui PP TUNAS, era "bebas tanpa batas" bagi platform digital telah berakhir. Kini, mereka wajib hukumnya untuk:Menyediakan fitur parental control yang efektif dan mudah diakses.Menetapkan privasi tingkat tinggi secara otomatis untuk setiap akun yang teridentifikasi sebagai milik anak.
Melarang keras pelacakan lokasi dan penggunaan data anak untuk kepentingan iklan atau komersial lainnya.
Langkah ini diambil bukan tanpa alasan. Data dari NCMEC menempatkan Indonesia di peringkat keempat dunia untuk kasus pornografi anak. Dari akhir 2024 hingga pertengahan 2025 saja, Komdigi telah berperang melawan 1,7 juta konten judi online dan hampir 500 ribu konten pornografi.
Kolaborasi, Bukan Hanya Regulasi
Meski tegas, pemerintah tidak ingin berjalan sendiri. Fifi menekankan pendekatan tiga pilar: regulasi, edukasi, dan kolaborasi. Pemerintah mengapresiasi langkah proaktif dari platform seperti Netflix yang telah lebih dulu menerapkan fitur keamanan anak."Fitur seperti parental control dan klasifikasi usia memberi orang tua kendali lebih besar, sekaligus menghadirkan ketenangan bahwa anak-anak menjelajahi ruang digital yang aman," tuturnya.Pada akhirnya, ini adalah sebuah misi bersama. Sebuah upaya untuk memastikan bahwa layar gawai di tangan anak-anak kita benar-benar menjadi jendela dunia yang positif.
"Anak-anak kita tumbuh di dunia di mana layar bisa jadi guru, sahabat, sekaligus ruang bermain mereka. Maka, platform digital bukan hanya hiburan, tapi pintu ke literasi, budaya, dan interaksi global," ucap Fifi.
Dengan PP TUNAS, Indonesia mengirimkan sinyal kuat ke seluruh dunia: masa depan anak-anak kami tidak bisa ditawar. Benteng digital telah berdiri, dan perlindungan generasi emas Indonesia kini menjadi prioritasutama.

