Dua Wajah TikTok Shop by Tokopedia: Pesta Pertumbuhan Mall di Tengah Jeritan Pedagang Kecil
Di satu sisi, panggung gemerlap. Di sisi lain, riuh keluh kesah di belakang layar. Inilah drama dua babak yang sedang dipertontonkan oleh raksasa e-commerce hasil merger, TikTok Shop by Tokopedia. Perusahaan dengan bangga mengumumkan pesta pora pertumbuhan untuk penjual kategori 'Mall', namun pada saat yang sama, banyak pedagang lama Tokopedia yang merasa dipaksa masuk ke sebuah rumah baru yang asing dan membingungkan.
Secara resmi, ceritanya adalah tentang kesuksesan. TikTok Shop by Tokopedia merilis data yang mencengangkan pada Rabu (16/7/2025): jumlah penjual di kategori ‘Mall’—etalase untuk merek resmi dan toko terverifikasi—melonjak lebih dari 4 kali lipat pada semester pertama 2025. Beberapa merek lokal bahkan disebut mengalami lonjakan transaksi hingga 15 kali lipat.
Produk seperti sneakers wanita, lipstik, hingga sambal kemasan laris manis, menandakan konsumen kini lebih percaya pada toko-toko berstatus ‘Mall’ yang menjamin produk 100 asli dan layanan premium.
“Pertumbuhan pesat jumlah penjual ‘Mall’ menunjukkan peran penting platform ini dalam membantu pelaku usaha mengembangkan bisnis mereka,” kata Senior Director of Tokopedia and TikTok E-commerce, Stephanie Susilo, dalam rilis resminya. Ia membingkai ini sebagai bukti komitmen mereka pada kampanye #BelanjaAman.
Di Balik Fasad Angka Fantastis: Kekacauan Migrasi
Namun, narasi manis ini terasa getir bagi sebagian pedagang yang telah lama membangun kerajaan kecil mereka di Tokopedia. Diwajibkan bermigrasi ke Seller Center yang terintegrasi dengan TikTok Shop, mereka justru merasa terlempar ke dalam kekacauan.Banyak pedagang yang merasa nyaman dengan ekosistem Tokopedia yang simpel dan efektif, termasuk pasar yang sudah terbentuk dengan pelanggan loyal. Alhasil, kolom ulasan aplikasi Tokopedia & TikTok Shop Seller di Play Store dan media sosial dibanjiri kritik pedas dari para pedagang.Pertaruhan Besar: Efisiensi Korporat vs. Loyalitas Komunitas
Kondisi ini menelanjangi sebuah dilema strategis. Di satu sisi, ByteDance sebagai pemilik baru jelas ingin menciptakan satu sistem yang terintegrasi dan efisien. Fokus pada 'Mall' adalah cara cepat untuk membangun kepercayaan dan menarik merek-merek besar yang membawa transaksi bernilai tinggi. Data pertumbuhan 4 kali lipat adalah validasi dari strategi ini.Namun di sisi lain, langkah ini seolah mengabaikan fondasi yang telah dibangun Tokopedia selama bertahun-tahun: sebuah komunitas pedagang kecil dan menengah yang loyal. Mereka yang kini merasa dipaksa beradaptasi dengan sistem yang tidak mereka kenali, bahkan mereka benci.
Pada akhirnya, TikTok Shop by Tokopedia kini memiliki dua wajah. Wajah depan yang berkilauan, memamerkan piala pertumbuhan dari para penjual 'Mall'. Dan wajah belakang yang berkerut, menampakkan kebingungan dan frustrasi dari para pedagang lama yang menjadi tulang punggung platform selama ini.
Pertanyaannya kini, apakah pertumbuhan yang dirayakan ini sepadan dengan loyalitas yang terkikis? Waktu yang akan menjawab apakah langkah efisiensi ini adalah sebuah genialitas strategis atau sebuah blunder yang mengorbankan komunitas demi angkadiataskertas.
