Lewat Tumpukan Sampah, Peneliti Ungkap Bukti Restoran Cepat Saji Era Romawi

Lewat Tumpukan Sampah, Peneliti Ungkap Bukti Restoran Cepat Saji Era Romawi

Teknologi | okezone | Jum'at, 13 Juni 2025 - 16:59
share

JAKARTA - Bukti arkeologi mengungkap adanya restoran makanan cepat saji di zaman Romawi kuno. Hal ini terungkap dari tulang burung yang ditemukan dekat lubang di sekitar reruntuhan kuno restoran makanan cepat saji di Pulau Mallorca, Romawi. 

Restoran Cepat Saji Era Romawi

"Berdasarkan tradisi kuliner lokal di Mallorca — tempat burung song thrush (Turdus philomelos) masih sesekali dikonsumsi — saya dapat mengatakan dari pengalaman pribadi rasanya lebih mirip dengan burung buruan kecil seperti burung puyuh daripada ayam," ujar peneliti di Mediterranean Institute for Advanced Studies di Mallorca, Spanyol, Alejandro Valenzuela, kepada Live Science melalui email.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Jurnal Internasional Osteoarkeologi, Valenzuela merinci analisisnya tentang kumpulan tulang hewan yang ditemukan di kota kuno Pollentia. Kota itu didirikan setelah bangsa Romawi menaklukkan Kepulauan Balearic pada tahun 123 SM. 

Pollentia dengan cepat menjadi pelabuhan Romawi yang aktif. Kota tersebut berkembang hingga mencakup kuil, pemakaman, dan jaringan pertokoan

Salah satu pertokoan ini kemungkinan berfungsi sebagai "popina". Popina merupakan tempat kecil untuk penduduk setempat dapat berkumpul dan menikmati makanan ringan atau anggur. Itu karena para arkeolog menemukan enam amfora besar yang tertanam di meja dapur. 

Di dekatnya, ada sebuah lubang pembuangan sedalam sekitar 13 kaki (4 meter). Lubang itu berisi sampah, termasuk pecahan keramik. Ini menunjukkan lubang tersebut digunakan antara tahun 10 SM dan 30 M. Selain keramik, ditemukan berbagai tulang mamalia, ikan, dan burung.

Namun, Valenzuela tertarik menyelidiki peran burung kecil dalam makanan orang Mallorca kuno. Itu karena tulang mereka yang rapuh sering kali tidak terawetkan dengan baik di situs arkeologi. Namun, di lubang Pollentia, terdapat lebih banyak tulang dari burung anis dibandingkan jenis burung lainnya.

 

Dengan mengamati secara saksama tulang burung pipit tertentu yang ditemukan di lubang pembuangan, Valenzuela menemukan sebuah pola. Meskipun terdapat banyak tengkorak dan tulang dada (sterna) dari burung-burung kecil, hampir tidak ada tulang lengan dan kaki atau tulang dada bagian atas. Ini merujuk bagian burung dengan berisi daging paling banyak. 

"Tidak adanya bagian daging dari bangkai burung menunjukkan burung pipit dikonsumsi secara luas, menjadi bagian dari makanan sehari-hari dan ekonomi makanan perkotaan di Pollentia," tulis Valenzuela dalam penelitian tersebut.

Catatan sejarah menunjukkan, pemburu hewan buruan Romawi sering menangkap burung dalam kelompok besar menggunakan jaring atau perangkap lubang. Pemburu lalu menjualnya ke tempat-tempat eceran yang memasak dan mendistribusikannya sebagai makanan.

Berdasarkan bukti tulang, Valenzuela berpendapat, burung-burung tersebut disiapkan dengan membuang tulang dada. Teknik ini memungkinkan penjual makanan memasak burung dengan cepat, baik di atas panggangan atau digoreng dalam minyak sambil mempertahankan kelembapannya.

Keramik pecah yang ditemukan di lubang pembuangan dapat menunjukkan burung anis disajikan di piring seperti halnya di tempat makan di rumah. 

"Namun, mengingat ukurannya yang kecil dan konteks makanan kaki lima, sangat mungkin burung tersebut disajikan ditusuk sate atau tongkat agar lebih mudah dipegang. Kedua pilihan itu memungkinkan," kata Valenzuela.

Selain tulang burung anis, Valenzuela menemukan orang Romawi memakan ayam kampung (Gallus gallus) dan kelinci Eropa (Oryctolagus cuniculus) dalam jumlah besar. Ini menunjukkan burung tersebut juga ada dalam menu di tempat makan cepat saji kuno ini.

Topik Menarik