Hindari Ganguan Mental, Banyak Orang Kembali ke HP Jadul
Banyak orang, terutama Gen Z, mulai kembali menggunakan HP Jadul atau dumb phone. Tren ini dipicu oleh keinginan untuk mengurangi kecanduan media sosial dan smartphone, serta untuk meningkatkan fokus dan kesejahteraan mental.
HP jadul menawarkan pengalaman yang lebih sederhana dan minim gangguan, sehingga pengguna dapat lebih fokus pada interaksi sosial dan aktivitas lait.
Pilihan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan bagian dari kebutuhan yang lebih besar: detoks digital. Lalu, mengapa tren kembali ke HP jadul atau “dumb phone” ini kembali muncul, dan bagaimana hal tersebut bisa menjadi solusi bagi kelelahan digital yang kian meluas?
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah seperti FOMO (Fear of Missing Out) dan doomscrolling tidak hanya populer, tetapi juga menggambarkan kondisi nyata banyak orang yang merasa lelah secara mental akibat terus-menerus terhubung dengan internet.
Menurut laporan Global Web Index, rata-rata orang di seluruh dunia menghabiskan sekitar 6 jam per hari di depan layar, sebagian besar melalui ponsel pintar. Angka ini tentu berdampak pada kesehatan mental dan produktivitas.
Banyak individu yang mengaku kesulitan mengendalikan waktu penggunaan ponsel, meski sudah memasang pengingat atau aplikasi pembatas waktu.
Kelelahan digital atau digital fatigue bukan lagi sesuatu yang asing. Perasaan terbebani dengan notifikasi tanpa henti, kebutuhan untuk terus merespons pesan atau informasi, hingga rasa cemas karena membandingkan hidup sendiri dengan kehidupan yang tampil “sempurna” di media sosial adalah beberapa gejalanya.
Sebagai respons terhadap kelelahan tersebut, sebagian orang mulai mencari cara untuk melepaskan diri dari keterikatan pada ponsel pintar.
Salah satu yang paling menonjol adalah kembalinya penggunaan HP jadul, jenis ponsel yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan SMS, tanpa akses ke media sosial, aplikasi, atau internet.
Merek seperti Nokia 3310, yang sempat berjaya di awal 2000-an, kini kembali populer di kalangan pengguna muda.
Monster Lucu, Skill Brutal! Dragonica Origin Buka Gerbang Asia Tenggara, Siap Jadi Raja MMORPG Baru?
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara, penjualan “dumb phone” mengalami peningkatan signifikan di Amerika Serikat dan Eropa, terutama di kalangan Gen Z yang justru ingin hidup lebih lambat dan terfokus.
Mereka menyadari bahwa teknologi yang ada bukan hanya alat, tetapi juga bisa menjadi jebakan jika tidak digunakan dengan bijak.
Banyak pengguna menyebut bahwa HP jadul memberi rasa tenang dan kendali. Tanpa godaan untuk membuka media sosial atau notifikasi yang muncul tiap menit, mereka merasa lebih hadir dalam kehidupan nyata.
Aktivitas seperti membaca buku, mengobrol langsung, atau sekadar menikmati waktu luang menjadi lebih mudah dilakukan ketika ponsel tidak lagi menjadi pusat perhatian.
Namun, menurut analis, penjualan dumbphone atau hanphone minimalis dan sederhana ini telah menurun karena harga smartphone yang lebih murah telah banyak tersedia untuk pembeli dengan anggaran terbatas, terutama di negara berkembang.
“Tren penjualan secara konsisten turun meskipun sedikit naik tahun lalu di Amerika Serikat,” kata direktur riset IDC Worldwide Device Trackers Nabila Popal.
"Saya menyadari beberapa orang - mungkin di atas Generasi Z – mengeluh tentang dampak negatif teknologi (yang membuat mereka merasa selalu 'terhubung'), terhadap kesehatan mental mereka, dan karenanya kembali ke ponsel lama," kata Nabila kepada AFP.