Geger Pernyataan Menkes: Pria Bercelana 33 Inci Umur Lebih Pendek? Bongkar Fakta Obesitas yang Lebih Mengerikan!
Lontaran pernyataan kontroversial dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) viral di media sosial. Menkes menyebutkan bahwa Indonesia kini darurat kasus obesitas, bahkan mengklaim bahwa pria dengan ukuran celana 33-34 inci termasuk dalam kategori kelebihan berat badan dan – yang lebih mengejutkan – memiliki harapan hidup yang lebih pendek!
Pernyataan tersebut terungkap saat Menkes BGS berbicara di Jakarta, Rabu (14/5/2025). Dengan nada terus terang, beliau mengingatkan pentingnya menjaga lingkar perut ideal. “Lingkar perut Laki-laki (penting untuk) masih di bawah 90 cm. Perempuan masih di bawah 80 cm. Aku di sini udah hapal, sudah lihat siapa yang diatas, siapa yang di bawah. Menterinya aja masih di atas nih masih agak obesitas,” ujarnya, tak segan menyentil diri sendiri dalam konteks permasalahan yang serius ini.
Sebagai informasi dasar, obesitas memang diakui sebagai penyakit akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Namun, untuk mendiagnosis obesitas secara akurat, dibutuhkan pengukuran yang tepat dan terstandar.
Merujuk pada pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seseorang baru dikatakan mengalami obesitas jika nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) mereka mencapai lebih dari 30. Dalam kondisi normal, IMT seseorang berada di kisaran 18,5-24,9.
Diagnosis kelebihan berat badan dan obesitas sendiri ditegakkan melalui pengukuran berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter persegi). IMT menjadi penanda pengganti untuk mengidentifikasi kegemukan, dan pengukuran tambahan seperti lingkar pinggang dapat membantu meneguhkan diagnosis obesitas.
Data dari WHO pada 2022 menunjukkan angka yang mencengangkan: sekitar 16 persen orang dewasa berusia 18 tahun ke atas di seluruh dunia mengalami obesitas. Lebih mengkhawatirkan lagi, prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2022! Sebuah tren yang menggambarkan betapa seriusnya ancaman obesitas bagi kesehatan global.
Dalam banyak kasus, obesitas bukanlah penyakit tunggal, melainkan hasil interaksi kompleks antara lingkungan obesogenik (lingkungan yang memicu obesitas), faktor psikososial, dan varian genetik. Namun, pada sebagian kecil pasien, penyebab utama tunggal dapat diidentifikasi, seperti efek samping obat-obatan, penyakit tertentu, imobilisasi, prosedur iatrogenik (akibat tindakan medis), atau penyakit monogenik/sindrom genetik.
Lingkungan obesogenik, dengan ketersediaan makanan tinggi kalori dan rendah nutrisi serta gaya hidup sedenter, semakin memperburuk kemungkinan obesitas pada individu. Ironisnya, kurangnya respons sistem kesehatan yang efektif dalam mengidentifikasi kelebihan berat badan dan penumpukan lemak pada tahap awal justru mempercepat perkembangan menuju obesitas yang lebih parah.
Data tahun 2021 bahkan mencatat dampak mengerikan dari IMT yang lebih tinggi dari optimal: diperkirakan menyebabkan 3,7 juta kematian akibat penyakit tidak menular (PTM), termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, gangguan neurologis, penyakit pernapasan kronis, dan gangguan pencernaan. Angka ini menjadi alarm bagi pentingnya pencegahan dan pengelolaan obesitas.
Lantas, bagaimana cara mencegah dan mengelola obesitas? Berdasarkan keterangan resmi dari RS Soeradji Tirtonegoro, ada beberapa langkah kunci yang bisa dilakukan:
1. Menjalankan Pola Makan yang Benar: Prinsipnya adalah diet seimbang sesuai dengan Requirement Daily Allowances (RDA). Mengonsumsi makanan beragam dari empat kelompok utama (makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah) setiap kali makan. Prioritaskan karbohidrat kompleks, konsumsi protein, sayur, dan buah 2-3 porsi per hari, serta batasi lemak, minyak, dan gula. Hindari makanan olahan yang tinggi garam, gula, lemak, dan kalori.
2. Meningkatkan Aktivitas Fisik: Aktivitas fisik membantu mencegah obesitas dengan membakar energi dan meningkatkan metabolisme tubuh. Olahraga teratur minimal 3 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit per sesi sangat dianjurkan. Pilihlah aktivitas aerobik (jalan cepat, berlari), penguatan otot (senam, push-up), dan penguatan tulang (lompat tali).
3. Modifikasi Perilaku: Ubah kebiasaan makan berdasarkan metode food rules, seperti mengawasi berat badan, mengontrol rangsangan makan (misalnya saat menonton TV), mengubah perilaku makan, memberi penghargaan pada diri sendiri atas kemajuan, dan melakukan pengendalian diri.
4. Mencukupi Kebutuhan Tidur: Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur meningkatkan risiko obesitas. Durasi tidur yang direkomendasikan adalah 8 jam setiap malam untuk membantu menjaga kestabilan berat badan.
Kontroversi Ukuran Celana 33 Inci: Fakta atau Dramatisasi?
Pernyataan Menkes BGS mengenai pria dengan ukuran celana 33-34 inci yang termasuk kelebihan berat badan dan berpotensi memiliki usia lebih pendek tentu menarik perhatian. Namun, penting untuk memahami konteks dan akurasi klaim ini berdasarkan data yang tersedia.Lingkar pinggang adalah indikator yang lebih langsung terkait dengan lemak visceral (lemak perut), yang diketahui memiliki korelasi kuat dengan risiko penyakit metabolik dan harapan hidup. Batas lingkar pinggang yang disebutkan Menkes (di bawah 90 cm untuk pria) adalah standar yang umum digunakan untuk mengidentifikasi risiko kesehatan terkait obesitas sentral.
Ukuran celana, di sisi lain, bisa menjadi indikator tidak langsung lingkar pinggang, tetapi sangat bervariasi tergantung pada merek, model, dan gaya celana. Seseorang dengan lingkar pinggang di bawah 90 cm mungkin saja mengenakan celana ukuran 33-34 inci, tetapi ini bukanlah patokan yang tepat.
Meskipun penelitian menunjukkan korelasi antara obesitas (yang seringkali tercermin dalam lingkar pinggang yang lebih besar) dengan peningkatan risiko penyakit dan penurunan harapan hidup, tidak ada penelitian ilmiah spesifik yang secara langsung mengaitkan ukuran celana 33-34 inci sebagai penentu tunggal harapan hidup yanglebihpendek.