Pebisnis Ngarep Hilirisasi Timah Dilakukan Bertahap

Pebisnis Ngarep Hilirisasi Timah Dilakukan Bertahap

Teknologi | BuddyKu | Sabtu, 24 September 2022 - 06:33
share

Pelaku usaha berharap program hilirisasi timah dilakukan secara bertahap. Sebab, industri di dalam negeri belum siap.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana Presiden Joko Widodo ingin menghentikan ekspor timah pada akhir tahun 2022. Dalam diskusi tersebut, Kadin berharap hilirisasi timah dilakukan secara bertahap.

FGD tersebut digelar Kadin, di Jakarta Kamis (22/9) dengan mengusung tema Rencana Larangan Ekspor Logam Timah di Akhir Tahun 2022: Menakar Kesiapan dan Dukungan Kebijakan yang Dibutuhkan Pelaku Usaha Timah dalam Rangka Merealisasikan Hilirisasi Timah di Indonesia.

Dalam paparannya, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek dan Inovasi yang juga Pejabat sementara (Pjs) Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin, Carmelita Hartoto mengatakan, industri hulu timah Indonesia sela mini telah memberikan manfaat positif, baik terhadap pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja, jumlah investasi, dan pengembangan pemberdayaan masyarakat.

Persoalannya, kata dia, penyerapan logam timah untuk kebutuhan domestik masih sangat kecil. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara industri hulu dengan hilir.

Industri hulu timah berkembang pesat tapi sebaliknya hilirnya belum, kata Carmelita, dalam keterangan resmi Kadin, kemarin.

Dia menyebutkan, tahun 2020 ekspor logam timah Indonesia sebesar 65 ribu ton. Jumlahnya naik di tahun 2021 menjadi 74 ribu ton.

Sementara penyerapan dalam negeri hanya sekitar 5 persen dari produksi logam timah nasional, imbuh Carmelita.

Dia melanjutkan, dalam 10 tahun terakhir memang terjadi peningkatan transaksi perdagangan logam timah domestik, dari 900 ton menjadi 3.500 ton. Namun, jumlahnya masih tergolong kecil dan belum dapat menyerap seluruh produksi logam timah nasional.

Untuk itu, Kadin Indonesia sebagai payung dari dunia usaha berharap Pemerintah menggenjot infrastruktur hilirisasi.

Sehingga hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) secara bertahap bisa dilakukan, katanya.

Menurutnya, persiapan infrastruktur dan insentif perlu diperhatikan demi menarik investor serta menjamin mineral tersebut terserap pasar domestik. Hilirisasi ini membutuhkan roadmap sebagai guidelines /petunjuk bagi para pelaku usaha.

Kadin mendukung penuh hilirisasi ini, namun harus dilakukan secara bertahap, ujarnya.

Dalam melakukan hilirisasi, kata Carmelita, pelaku usaha membutuhkan persiapan yang matang dan modal yang cukup. Setidaknya pelaku usaha memerlukan waktu sekitar 10 tahun jika ingin hilirisasi yang optimal.

Tak hanya itu, dalam melakukan hilirisasi juga diperlukan roadmap yang jelas, ucap Carmelita.

FGD ini diharapkan dapat melahirkan pokok-pokok pemikiran yang dapat dijadikan sebuah pondasi bagi Pemerintah dalam membuat kebijakan yang menguntungkan untuk seluruh pemangku kepentingan mengenai larangan ekspor timah.

Kesimpulan dari FGD ini akan digunakan di dalam Pokja Hilirisasi Minerba Kadin yang nantinya akan menghasilkan White Paper untuk diserahkan kepada Pemerintah sebagai masukan dari dunia usaha, tegas Carmelita.

Ketua Komite Tetap Mineral dan Batu Bara Kadin, Arya Rizqi Darsono menjelaskan, Kadin akan terus mendukung Pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan yang ke depannya dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan hilirisasi timah secara bertahap.

Timah dapat menjadi komoditas unggulan di Indonesia, karena volume ingot timah yang melimpah. Maka dari itu, hilirisasi timah harus dilakukan secara optimal. Jika hilirisasi ini terpecah, akan merugikan Indonesia, ucap Arya.

Pandangan senada disampaikan Wakil Ketua Komite Tetap Mineral dan Batubara yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto. Menurutnya, bursa timah harus dioptimalkan terlebih dahulu, sebelum memulai hilirisasi.

Terlebih, volume ingot timah di Indonesia besar, sehingga dapat mendikte dan menguasai dunia.

Dengan banyaknya volume ingot di Indonesia, hal ini dapat dijadikan bargaining power untuk Indonesia. Maka dari itu, dalam mengolah timah, jangan diurai ke bawah menjadi produk retail, karena pasarnya sedikit, ucap Jabin.

Ia menambahkan, dalam melakukan hilirisasi, Pemerintah harus memperhatikan pajak ekspor di Indonesia.

Saat ini, pajak ekspor di Indonesia lebih besar dibandingkan pajak impor, yakni 11 persen. Sementara pajak impor hanya 0 persen.

Hal inilah yang memberatkan pelaku usaha dalam melakukan hilirisasi, tegas Jabin.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, jumlah sumber daya dan cadangan timah di Indonesia pada tahun 2018 berjumlah 2 juta ton kasiterit. Sementara, pada tahun 2020, meningkat berjumlah 2,76 juta ton kasiterit dan 2,72 ton kasiterit.

Cadangan timah Indonesia diestimasikan akan habis pada tahun 2046.

Cadangannya Makin Sedikit

Pengamat energi dan sumber daya mineral, Mamit Setiawan, mengatakan, Pemerintah harus berhati-hati terkait pelarangan ekspor, jangan sampai justru akan memberatkan bagi produsen timah.

Menurut saya, timah ini sudah melakukan hilirisasi dengan yang dijual dalam bentuk batangan atau ingot bukan dalam raw material . Jika memang akan dilarang, maka pasar dalam negeri dipastikan dulu harus mampu menyerapnya, kata Mamit kepada Rakyat Merdeka .

Dia melihat, kebijakan ini sebenarnya cukup bagus, mengingat timah masuk ke dalam mineral kritis dimana cadangannya sudah semakin sedikit di dunia.

Kondisi ini harus menjadi patokan sebelum Pemerintah mengambil kebijakan pelarangan ekspor timah, katanya. [NOV]

Topik Menarik