Hati-Hati, Layanan Penipuan Sadap WhatsApp Berujung Pemerasan

Hati-Hati, Layanan Penipuan Sadap WhatsApp Berujung Pemerasan

Teknologi | sindonews | Minggu, 15 Mei 2022 - 15:03
share

JAKARTA - Layanan sadap WhatsApp belakangan marak dipromosikan di media sosial, bagi grup-grup Facebook maupun Twitter. Tapi, bukannya mendapatkan informasi rahasia, konsumen malah diperas oleh penyedia layanan sadap WhatsApp. Seperti apa?

Demi menjaga privasi pengguna, WhatsApp menerapkan enkripsi end to end unik untuk setiap percakapan. Yang memiliki kunci membuka percakapan yang dienkripsi hanyalah perangkat pengguna WhatsApp yang bersangkutan saja.

Trafik antar pengguna WhatsApp mungkin bisa disadap dengan mudah. Namun, karena di enkripsi dengan kunci khusus tadi, maka hasil sadapan itu tidak akan bisa dibaca.

"Bagi orang awam, akan sangat sulit/mustahil memecahkan enkripsi WhatsApp. Untuk melakukannya, perlu aplikasi sekelas Pegasus yang harganya mencapai USD500.000 atau sekitar Rp7 miliar. Aplikasi itu hanya digunakan badan intelijen dan pemerintahan," ujar pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya.

Jadi, menurut Alfons, jika ada yang mengatakan bisa menyadap WhatsApp, Signal atau Instagram yang sudah dienkripsi, Anda perlu langsung curiga dan jangan percaya.

"Secara teknis menyadap saja bisa (jika Anda berada di jaringan wi-fi yang sama dengan korban atau Anda bekerja di ISP yang digunakan oleh korban). Tetapi membaca hasil sadapan itu tidak bisa. Sebab hasil sadapannya dienkripsi dan kunci dekripsinya hanya disimpan di aplikasi perangkat pengguna WhatsApp yang bersangkutan dan server WhatsApp sekalipun tidak memiliki kunci untuk membuka enkripsi tersebut," beber Alfons.

Mengapa Orang Ingin Menyadap WhatsApp?

Alfons mengatakan, banyak yang ingin menyadap isi pembicaraan WhatsApp orang lain dengan alasan tertentu. Misalnya kompetitor bisnis, mantan, hingga pasangannya.

Sayangnya, keinginan ini dimanfaatkan dengan baik oleh penipu untuk mendapatkan keuntungan finansial.

Alih-alih berhasil menyadap percakapan WhatsApp dari korban yang di incarnya, malahan ia menjadi korban penipuan dengan berbagai rekayasa sosial. "Pada akhirnya bukan hasil sadapan yang didapat, melainkan aksi pemerasan dimana jika korban tidak membayarkan sejumlah uang yang diklaim untuk menyadap, maka aksi penyadapan ini akan dilaporkan kepada pemilik nomor yang akan disadap," ujar Alfons.

Kasus ini terjadi di Twitter, dan pelaku memanfaatkan keluguan korbannya untuk mendapatkan keuntungan finansial.

Lewat postingan di Twitter, penyedia jasa sadap WhatsApp mengklaim bisa menyadap WhatsApp, Instagram, dan Facebook tanpa diketahui target dan menjaga privasi. Tarifnya Rp500.000 dan semua pesan dan panggilan akan tersadap.

"Korban penipuan ini cukup banyak. Bahkan kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Ini jika dilihat dari banyaknya posting Twitter yang menginformasikan aksi penipuan yang berujung pemerasan ini," beber Alfons.

Pemerasan

Pelaku memberikan bukti seolah-olah hasil penyadapan berhasil, tapi terus membutuhkan uang untuk membukanya. Foto: Twitter

Alfons menilai, teknik yang digunakan untuk memperdaya korban sebenarnya sederhana. "Mereka menggunakan istilah IT seperti Two Factor Authentication, Scan Sidik jari dan beberapa capture yang terlihat seakan proses penyadapan sudah berhasil dan berjalan di depan mata.

Lalu, secara sistematis korban akan selalu di iming-imingi tampilan keberhasilan. Namun selalu ada langkah terakhir yang membutuhkan dana tambahan dan setiap kali dana tambahan dikirimkan, maka akan muncul lagi masalah lainnya yang membutuhkan dana tambahan lagi.

"Hal ini akan dilakukan berulang-ulang dan tanpa sadar korbannya akan makin ngebet untuk mendapatkan hasil sadapan ini dan mengirimkan kembali dana yang diminta. Sampai satu titik dimana uang yang dikirimkan sudah sedemikian besar namun hasil sadapan belum diberikan dan korbannya marah dan tidak bersedia mengirimkan uang yang diminta lagi," ungkap Alfons.

Mark Zuckerberg Pamer Headset VR Cambria, Inikah Pintu Masuk ke Metaverse?

Lalu, aksi penipuan ini berganti menjadi aksi pemerasan dan teror, dimana jika tidak mengirimkan uang yang diminta, maka pemilik nomor yang ingin disadap akan diberitahu bahwa korban ingin menyadap nomor tersebut. "Jadi, jangan sampai Anda ingin menyadap, akhirnya malah jadi diperas," beber Alfons.

Topik Menarik