Datangi Kemenkum, Partai Berkarya Protes SK Kepengurusan Baru yang Dinilai Janggal
Sejumlah pengurus DPWPartai Berkarya dari berbagai daerah mendatangi kantor Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025). Kedatangan mereka bertujuan mempertanyakan nasib hasil Musyawarah Nasional (Munas) di Kota Tangerang Selatan, 14-16 Juli 2025.
Keanehan terlihat ketika muncul surat keputusan (SK) kepengurusan baru yang mereka anggap janggal. Ketua DPW Partai Berkarya Papua Tengah Rohedi M Cahya yang ditunjuk sebagai juru bicara forum ketua DPW se-Indonesia mengaku kecewa.
Baca juga: Menuju Munas 2025, Partai Berkarya Dukung Arah Baru Pemerintahan Prabowo
Dia menuturkan mereka adalah para pengurus akar rumput yang telah bergabung sejak 2017 dan menjadi pendukung setia Presiden Prabowo Subianto sejak Pilpres 2019.
"Ayahanda kami, Bapak Muchdi, orang yang kami hormati. Periodisasi beliau sudah berakhir di tahun 2025. Sesuai mekanisme ADRP (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai), kami harus melakukan munas. Dan munas sudah selesai pada 14-16 Juli 2025 dengan sukses,” ujar Rohedi.Dalam munas tersebut, Muhammad Ridwan Andreas terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum, dengan Fauzan Rahmansyah sebagai Sekjen. Hasil ini didukung para ketua DPW sebagai pemilik suara sah di partai.
Namun, mereka justru dikejutkan informasi adanya SK Nomor 11 yang diterbitkan Kemenkum setelah munas. "Ini luar biasa, kami yang melakukan munas, tapi orang lain yang mengeluarkan SK. Ini sangat melukai perasaan kami," katanya.
Dia menduga SK tersebut diterbitkan berdasarkan surat dari pihak lain yang langsung disodorkan ke Menteri Hukum tanpa melalui prosedur online yang seharusnya.
Kekecewaan serupa diungkapkan Ketua DPW Partai Berkarya Sulawesi Selatan Muh Arham. Menurut dia, Munas Partai Berkarya berjalan lancar dan aklamasi, tanpa ada perdebatan atau pertikaian. Karena itu, dia merasa aneh jika hasil munas tidak segera ditindaklanjuti oleh Kemenkum.
Alasan yang disampaikan Kemenkum terkait proses administrasi. Dia menilai ada prosedur yang tidak profesional, di mana berkas yang langsung diajukan ke menteri bisa langsung diproses, sementara berkas yang diajukan sesuai prosedur online justru terhambat.
Ketua DPW Kepulauan Riau Abdul Latif menyarankan sebaiknya sistem online ditutup karena untuk apa pihaknya mengajukan dari bawah sesuai prosedur, namun dari atas langsung hari ini langsung jadi.
"Kami dari daerah adalah pemilik suara yang sah, tapi malah SK perubahan ajuan dari pengurus demisioner yang diterbitkan," ucapnya. Menanggapi ini, DPP dan 32 DPW akan memohon bertemu Presiden Prabowo Subianto untuk meminta petunjuk lebih lanjut.









