Unpad Sebut Budidaya Lobster KJA di Pangandaran Sudah Berdasarkan Riset
Kegiatan budidaya lobster menggunakan teknologi Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Pangandaran, Jawa Barat sudah berbasis riset. Dengan demikian budidaya tersebut dipastikan tidak mengganggu keberlanjutan eksosistem laut.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan mengungkapkan riset mengenai Benih Bening Lobster (BBL) di Pangandaran dilakukan sejak beberapa tahun lalu karena pihaknya memiliki kampus di sana. Selain itu, sumber daya BBL mudah ditemui di perairan Pangandaran.
“Kami melakukan riset dari berbagai aspek kesimpulannya BBL itu sebaiknya ditangkap, dibudidayakan. Kenapa? karena ternyata rendahnya survival rate BBL bukan karena jadi makanan biota laut lain, melainkan kanibal. Jadi lebih baik dibudidayakan sehingga membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Menteri KKP Tindak Lanjuti Kerja Sama Budidaya Lobster dengan Vietnam
Yudi menyayangkan adanya penolakan kegiatan budidaya lobster menggunakan KJA di perairan Pangandaran. Padahal budidaya lobster dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat, serta menjadi contoh eduwisata budidaya lobster modern. “Di sana bukan cuma lobster ya, ada kerapu juga. Jadi ini berpotensi membawa dampak ekonomi cukup besar untuk masyarakat. Tinggal diatur saja wilayahnya antara kegiatan budidaya, pariwisata dan saya pastikan kalau ini diatur tidak akan saling mengganggu karena kawasan perairan di sana cukup luas,” ungkapnya.
Baca juga: KKP Pastikan Pengaturan BBL Jaga Keberlanjutan Budidaya Lobster
Menurut Yudi, itulah gunanya ada Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dimiliki oleh pembudidaya agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang laut di lapangan.
Biasanya, dalam proses penerbitan PKKPRL sudah melalui kaidah-kaidah yang ada seperti tahapan pendaftaran melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission, dan penilaian dokumen permohonan. Proses penilaian dokumen permohonan telah melalui tahapan verifikasi administrasi, dan penilaian teknis.
Dalam Penilaian Teknis permohonan PKKPRL, KKP selalu melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. “Setahu saya lokasi KJA yang diributkan itu sudah sesuai dengan Perda 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat. Di dalam Perda RTRW Jawa Barat, lokasi budidaya berada di dalam Zona Pemanfaatan Terbatas Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pangandaran dan diperbolehkan,” ulasnya.
Setelah terbitnya PKKPRL, kata Yudi, subjek hukum juga wajib memiliki perizinan lainnya seperti Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko dalam melaksanakan kegiatannya. “Jadi isu merusak lingkungan itu tak masuk akal, semua izin sudah dipenuhi,” tegasnya.Lokasi KJA lobster di Pangandaran juga sudah tepat karena kondisi perairannya cukup tenang, dengan kedalamannya 6-7 meter yang sesuai untuk kegiatan budidaya. Yudi mengingatkan, kegiatan budidaya di lokasi berombak besar justru riskan gagal karena dapat merusak infrastruktur KJA itu sendiri.
Peristiwa itu pernah terjadi di era Menteri Susi pada 2018. Sebanyak delapan KJA lepas pantai yang menelan biaya miliaran rupiah rusak akibat empasan gelombang. “Kalau asal main saja tanpa riset, ya seperti yang pernah terjadi di Pangandaran sebelumnya, malah jadi sampah dan duit miliar hilang,” tukasnya.










