Kisah Prabu Surawisesa, Anak Prabu Siliwangi yang Gagal Warisi Kesaktian saat Berkuasa di Tanah Sunda

Kisah Prabu Surawisesa, Anak Prabu Siliwangi yang Gagal Warisi Kesaktian saat Berkuasa di Tanah Sunda

Nasional | sindonews | Sabtu, 9 Agustus 2025 - 08:56
share

TIDAKsemuanya kemampuan sang ayah menurun ke anaknya seperti yang dialamiPrabu Siliwangi, penguasa Tanah Sunda. Kesaktian Raja Padjajaran ini tak turun ke anaknya, Prabu Surawisesa yang naik takhta menggantikan ayahnya.

Prabu Surawisesa justru dibuat kerepotan akan beberapa tantangan internal dan eksternal kerajaan. Pemerintahan Surawisesa tak berjalan mulus. Gejolak di internal kerajaan hingga peperangan tergambar secara jelas pada prasasti bernama Batutulis.

Baca juga: Mengenal Rakeyan Darmasiksa Leluhur Prabu Siliwangi

Prasasti ini mendeskripsikan bagaimana kekalutan dan olengnya pemerintahan Surawisesa. Konon prasasti tersebut dibuat dua tahun sebelum Surawisesa meninggal dunia. Sang penguasa Padjajaran kala itu dibuat galau karena peperangan yang melanda segenap wilayah Padjajaran sebagaimana disebutkan pada "Melacak Jejak Sejarah : Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi", dari Saleh Danasasmita.

Motivasi Surawisesa bukan saja didorong oleh kedudukan atau kekuasaan, tetapi jelas terutama terdorong oleh rasa setia dan bakti kepada ayahnya yang telah mewariskan kerajaan dalam keadaan purbatisti-purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit, kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa.Dapat dikatakan sifat baktinya tampak sekali pada waktu beliau membuat sakakala sebagai tanda peringatan dan kenang-kenangan bagi ayahnya yang sudah kita ketahui bersama yaitu Prasasti Batutulis.

Prasasti Batutulis memang sangat menarik, karena bisa dibaca secara historis, antropologis, dan dibaca secara sastra dalam arti menyelami getaran batin orang yang menyuruh pembuatannya. Secara historis juga tampak sangat gamblang bahwa ingin menunjukkan Prabu Siliwangi adalah raja yang agung.

Bahkan, Prabu Siliwangi mengumpulkan kekuatan gaib dari lingga agar tetap memayungi raja pembuat prasasti. Konon prasasti itu merupakan sakakala dan Sri Baduga sudah almarhum (purane). Maksudnya barangkali supaya kegaiban Sri Baduga tetap memayungi Padjajaran.

Di balik pujian dan gambaran jasa-jasa Sri Baduga, Surawisesa memiliki rasa kepedihan hati akibat merasa kecewa dan bersalah tidak mampu memegang amanat sekali pun sudah berusaha keras demi membela dan mempertahankan wilayah Padjajaran yang diwariskan kepadanya dari Prabu Siliwangi.

Dapat dimaklumi jika Surawisesa terkesan putus asa. Sudah tergambar dalam bayangannya bahwa Padjajaran akan runtuh tak lama lagi.

Di dalam dirinya muncul kesadaran bahwa ayahnya betul-betul raja besar. Prabu Siliwangi meninggalkan kerajaan dalam keadaan kokoh, kuat, aman, dan damai, tetapi dalam pemerintahan Surawisesa Padjajaran tercerai berai oleh perang.

Setelah Portugis tidak muncul lagi, maka andalan Padjajaran sudah tidak ada lagi, padahal yang merintis hubungan dengan Portugis adalah Sri Baduga. Singkatnya, dari sudut sastra, Prasasti Batutulis bisa dikatakan merupakan tanda bakti dan permohonan maaf seorang anak yang merasa dirinya bersalah tidak mampu menjaga amanat ayahanda.

Topik Menarik