122 Juta Rekening Bank yang Diblokir PPATK Akhirnya Dibuka Kembali
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menyatakan telah membuka kembali 122 juta rekening dormant atau rekening bank yang sebelumnya diblokir karena tidak menunjukkan adanya aktivitas transaksi selama tiga bulan lebih. Masyarakat bisa langsung melakukan reaktivasi rekening tersebut ke bank.
"Pastinya PPATK sudah meminta kepada bank untuk (proses reaktivasi) dilakukan dengan cara yang sangat cepat," kata Ivan kepada wartawan Rabu (6/7/2025).
Baca juga: 28 Juta Rekening Dormant Dibuka Lagi, PPATK Ungkap Ribuan Terkait Judol
Dengan dibukanya 122 juta rekening dormant itu, Ivan memastikan tidak ada perampasan atau penyitaan uang dalam rekening yang sebelumnya dilakukan pemblokiran sementara. Dia menegaskan dana yang tersimpan dalam rekening itu masih utuh.
"Per hari ini kita sudah selesai melakukan upaya penghentian dan sekarang semua ada di banknya masing-masing. Jadi masyarakat kita tidak perlu khawatir. Ini semata-mata untuk melindungi kepentingan nasabah. Dana tetap aman, hak dan kepentingan tetap aman 100. Tidak berkurang sedikitpun," jelas dia.Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) mengungkap bahwa rekening dormant atau yang sudah tidak aktif membuka ruang bagi aktivitas ilegal.
Baca juga: PPATK Temukan 140 Ribu Rekening Tak Aktif dengan Uang Tersimpan Rp428 miliar
Disebutkan bahwa rekening dormant menjadi celah untuk kejahatan seperti seperti korupsi, peretasan, jual beli rekening, transaksi narkotika, hingga pencucian uang.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah mengungkapkan hingga saat ini tercatat ada lebih dari 140 ribu rekening dormant yang tidak aktif hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai mencapai Rp428,6 miliar. Menurutnya, rekening-rekening tersebut dapat merugikan masyarakat serta perekonomian Indonesia secara umum.
"PPATK dalam proses analisis yang dilakukan sepanjang 5 tahun terakhir, menemukan maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui pemiliknya menjadi target kejahatan, digunakan untuk menampung dana-dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya," kata Natsir dalam keterangan resminya, Rabu (30/7/2025).
Ia menambahkan, dana dalam rekening dormant juga kerap diambil secara melawan hukum, baik oleh oknum internal perbankan maupun pihak luar. Bahkan rekening yang tidak pernah dilakukan pembaruan data nasabah tetap dibebani biaya administrasi hingga dananya habis dan akhirnya ditutup oleh pihak bank.
Natsir mengungkapkan, sejak tahun 2020, PPATK telah menganalisis lebih dari 1 juta rekening yang terindikasi terkait tindak pidana. Dari jumlah tersebut, sekitar 150 ribu rekening merupakan rekening nominee yang digunakan sebagai sarana penampungan dana ilegal.
Tak hanya itu, PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak aktif selama lebih dari tiga tahun, dengan total nilai dana mengendap mencapai Rp2,1 triliun. Selain itu terdapat lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan dana sebesar Rp500 miliar.
"Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau. Hal ini jika didiamkan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut," lanjut Natsir.










