Sejarah Azan dan Hal-hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muazin

Sejarah Azan dan Hal-hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muazin

Gaya Hidup | sindonews | Rabu, 6 Agustus 2025 - 11:50
share

Bagaimana sejarah dan asal-usul azanserta persyariatannya sebagai panggilan waktu salat? Berikut ulasan dan penjelasan menurut syariat Islam.

Secara bahasa Azan diartikan dengan panggilan (an-Nida') atau pemberitahuan (al-i'lam). Namun, secara istilah fuqahayang dimaksud dengan azan adalah:

الإِْعْلاَمُ بِوَقْتِ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ، بِأَلْفَاظٍ مَعْلُومَةٍ مَأْثُورَةٍ، عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوصَةٍ

"Pemberitahuan perihal masuknya waktu salat fardhu, dengan menggunakan lafazh-lafazh yang ma’tsurah, dengan cara yang khusus. (Musuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, jilid 2, hlm. 357)

Sedangkan sejarah munculnya azan, menurut Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir Lc MA (pengajar Rumah Fiqih Indonesia), seperti yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat awal mula sampai di Madinah setelah adanya peristiwa hijrah bermusyawarah perihal bagaimana memberi tahu dan mengumpulkan kaum muslimin untuk salat di masjid.

Sebagian sahabat ada yang memberi usul dengan menghidupkan api pada setiap waktu salat, sehingga mereka yang melihatnya dari jauh bisa saling mengingatkan bahwa waktu salattelah tiba, namun Rasulullah SAW tidak menyetujuinya.Ada lagi yang memberi usul dengan meniup buq (dalam riwayat Al-Bukhari), qarn (dalam riwayat Muslim dan Nasai), qun’/syabbur (dalam riwayat Abu Daud), yang menunjuk arti sebuah alat yang ditiup lalu kemudian darinya keluar suara. Dalam bahasa yang lebih familiar orang-orang sekarang menyebutnya terompet. Tapi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tidak menyukainya. Beliau menegaskan bahwa huwa min amril yahud/ terompet itu bagian dari perkara orang-orang Yahudi.

Baca juga:3 Waktu yang Dilarang untuk Melaksanakan Salat, Kapan Saja?

Lalu, ada juga yang memberi usulan agar diperdengarkan suara naqus, dengan cara kayu besar dan panjang dipukulkan dengan kayu kecil agar keluar suara. Namun, lagi-lagi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tidak mengiyakan. Beliau mengatakan bahwa yang demikian sudah sering digunakan oleh orang-orang Nasrani.

Musyawarah pada hari itu belum menghasikan sebuah keputusan. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat pergi untuk kemudian perkara ini dijadikan "PR" bersama. Selang beberapa hari, Abdullah bin Zaid, sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bermimpi. Dalam mimpinya beliau melihat seseorang membawa naqus, lalu beliau bertanya:

"Wahai hamba Allah, maukah Anda menjual an-naqus itu?"

"Untuk apa?," tanya laki-laki di dalam mimpi tersebut.

"Mau kami gunakan untuk memanggil orang-orang salat," jawab Abdullah bin Zaid dalam mimpinya."Kalau begitu maukan Anda saya beri tahu cara yang lebih baik untuk mengajak orang-orang salat?," sahutnya.

"Dengan senang hati," jawab Abdullah bin Zaid.

Laki-laki tadi lalu mengajarkan lafaz adzan. "Ucapkanlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ/ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ/ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ/ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ لَا إلَهَ إلَّا اللَّه

Setelah selesai laki-laki tadi diam sejenak, lalu kembali berkta: "Jika salat sudah hendak dilaksanakan maka katakanlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ اللَّهِ/ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ/ حَيَّ علي الصلاة/ حى الْفَلَاحِ/ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ لَا إلَهَ إلَّا الله

Ketika pagi datang, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menceritakan mimpinya tersebut. "Sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah." Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم meminta kepada Abdullah bin Zaid untuk mengajarkan lafzah adzan ini kepada Bilal, agar Bilal adzan dengan lafazh-lafazh itu.Tatkala sahabat Bilal pertama kali melantunkan azannya, Umar bin Khattab yang waktu itu sedang berada di rumah buru-buru keluar menuju masjid. Sesampainya di masjid Umar berkata kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Demi Allah, sungguh saya juga melihat apa yang yang dilihat oleh Abdullah bin Zaid di dalam mimpi".

Usut punya usut ternyata Umar bin Khattab 20 hari sebelum ini sudah bermimpi persis seperti apa yang dilihat oleh Abdullah bin Zaid. Demikian awal mula disyariatkannya adzan yang diambil dari banyak riwayat yang ada.

Lafaz Azan

Lafaz azan seperti yang diceritakan oleh Abdullah bin Zaid diatas adalah lafaz azan yang diambil oleh kalangan Hanafiyah dan Hanabilah. Persis seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dengan redaksi:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ/ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ/ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ/ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ

Sedangkan dalam mazhab Syafii mengambil lafazh adzan dalam riwayat Abu Mahdzurah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasai, dengan redaksi sama persis dengan apa yang diceritakan oleh Abdullah bin Zaid diatas, hanya saja ada pengulangan yang disebut dengan istilah tarji’.

Baca juga:Begini Lafadz Azan saat Terjadi Hujan Badai, Sudah Tahu?

Tarji' itu adalah seorang muazin sedikit merendahkan suara ketika mengucapkan lafazh dua syahadat, lalu kemudian dia mengulang kembali kalimat syahadat itu dengan suara yang keras, barulah setelah itu dianjutkan dengan lafazh hayya alasshalah. Adanya Tarji'/pengulangan dalam mengucapkan lafazh syahadat itu menurut Abu Mahdzurah adalah sesuai dengan arahan Nabi sendiri ketika nabi mengajarkan kepada Abu Mahdzurah lafazh adzan.Menurut pendapat dalam mazhab Maliki redaksi adzan juga sama seperti yang diceritakan oleh Abdullah bin Zaid di atas. Hanya saja lafzah takbir di awal adzan hanya dua kali bukan empat kali, sama seperti lafazh takbir diakhir adzan yang hanya dua kali bukan empat kali. Alasannya bahwa cara seperti inilah yang dipakai oleh penduduk Madinah, selain bahwa yang demikian juga adalah satu riwayat lain dari Abdullah bin Zaid.

Mayoritas ulama berpedapat bahwa khusus untuk adzan shalat subuh ditambah dengan lafazh (الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ) setelah lafazh hayya 'alal falah. Penambahan redaksi khusus pada adzan subuh ini dikenal dengan istilah tatswib.

Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mengumandangkan Azan

1. Azan dikumandangkan setelah masuk waktu shalat kecuali subuh yang boleh dibuat adzan dua kali.2. Azan dikumandangkan diawal waktu.3. Azan dikumandangkan dengan lafazh arab bukan terjemahan.4. Melafalkan redaksi azan dengan benar.5. Berurutan antara lafazh adzan dari awal hingga akhir.6. Al-Muwalah dengan tidak menjedah lafazh adzan satu dengan yang lainnya dengan perbuatan makan, minum, berbicara,dan lainnya.7. Mengeraskan suara.8. Disunnahkan menghadap Kiblat.9. Pelan, tidak cepat, sehingga seorang muadzzin sedikit memberikan jedah untuk orang-orang menjawab adzan10. Azan dikumandangkan oleh orang Islam, laki-laki, berakal, dan baligh/sampai umur (minimal mumayyiz).

7 Hal yang Harus Diperhatikan Muazin:

1. Muazin disunnahkan dalam keadaan suci dari hadts besar maupun kecil.2. Muazin bukan seorang yang fasiq.3. Muazin disunnahkan memiliki suara yang bagus/merdu.4. Disunnahkan bagi muadzzin untuk meletakkan kedua jempolnya di telinga.5. Adzan dikumandangkan dengan berdiri.6. Disunnahkan orang yang adzan adalah dia yang melaksanakan iqamah (qomat).7. Ada baiknya seorang muadzzin tidak mengambil upah dari adzannya, walaupun sebagian ulama ada yang menilai boleh-boleh mengambil upah dari adzan.

Memang aslinya azan itu dimaksudkan untuk memberi tahu masuknya masuk salat dan untuk mengajak ummat Islam shalat berjamaah. Akan tetapi sebagian para ulama menilai bahwa ada beberapa kondisi dimana adzan boleh dikumandangkan, walaupun bukan dengan niat azan untuk salat, di antaranya:

1. Azan pada telinga bayi yang baru dilahirkan.2. Azan pada telinga orang yang lagi pusing dirundung masalah.3. Azan pada telinga orang yang sedang kesurupan syaitan.4. Azan dibelakang orang yang mau musafir.5. Azan ketika terjadi kebakaran.6. Azan ketika tersesat dijalan.7. Azan di rumah dalam rangka mengusir syaiton.8. Azan ditelinga hewan yang “ganas”.9. Azan ketika pasukan sedang berperang.10 Azan pada waktu menurunkan mayyit ke kuburan.

Kata Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir , kesepuluh hal di atas memang masih menjadi perbedaan pendapat di antara para ulama, antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan. Namun, ada kondisi di mana adzan diperbolehkan untuk dikumandangkan walaupun bukan untuk adan salat. Wallahu A'lam

Baca juga:Mengapa Wanita Tidak Boleh Azan? Begini penjelasannya

Topik Menarik