Pukulan Telak untuk Tesla: Autopilot Dinyatakan Cacat, Dihukum Denda Rp3,7 Triliun Atas Kecelakaan Maut

Pukulan Telak untuk Tesla: Autopilot Dinyatakan Cacat, Dihukum Denda Rp3,7 Triliun Atas Kecelakaan Maut

Berita Utama | sindonews | Senin, 4 Agustus 2025 - 11:52
share

Sebuah palu godam hukum baru saja menghantam Tesla, raksasa mobil listrik yang selama ini digdaya. Pada Jumat (2/8/2025), pengadilan federal di Miami, Amerika Serikat, menjatuhkan vonis yang mengguncang dunia otomotif: fitur canggih Autopilot milik Tesla dinyatakan memiliki cacat dan menjadi salah satu penyebab kecelakaan maut enam tahun lalu.

Akibatnya, perusahaan milik Elon Musk itu dihukum membayar denda yang nilainya fantastis, mencapai total USD243 juta atau setara dengan Rp 3,7 triliun!

Vonis ini bukan sekadar soal uang. Ini adalah pukulan telak bagi narasi keselamatan yang selama ini digaungkan oleh Tesla dan Elon Musk, yang mati-matian meyakinkan publik, regulator, dan investor bahwa teknologi "kemudi otomatis" mereka aman.

Tragedi di Persimpangan Gelap

Kasus ini berawal dari sebuah malam tragis di Florida Keys pada 2019. Sebuah sedan Tesla Model S yang melaju dalam mode Autopilot gagal berhenti di sebuah persimpangan yang memiliki rambu berhenti dan lampu merah berkedip.

Mobil itu terus melaju dengan kecepatan 100 km/jam dan menghantam sebuah SUV yang sedang terparkir. Naas, seorang gadis berusia 20 tahun, Naibel Benavides Leon, yang sedang berdiri di samping SUV tersebut, tewas di tempat. Kekasihnya, Dillon Angulo, mengalami luka parah.Pengemudi Tesla, yang saat itu sedang meraih ponselnya yang terjatuh, dituntut secara terpisah. Namun, keluarga korban tidak berhenti di situ. Mereka juga menyeret Tesla ke pengadilan.

Janji Manis Autopilot yang Menyesatkan

Di ruang sidang, para pengacara keluarga korban membongkar strategi pemasaran Tesla. Mereka berargumen bahwa Tesla dan Elon Musk telah menjual janji yang berlebihan tentang kemampuan Autopilot. Nama "Autopilot" itu sendiri dianggap menyesatkan, membuat pengemudi merasa terlalu percaya diri dan lengah, padahal fitur tersebut masih membutuhkan pengawasan penuh dari manusia.

"Tesla menempatkan kendaraan dengan cacat di pasar, yang menjadi penyebab hukum atas kerusakan yang terjadi," demikian bunyi salah satu pertanyaan kunci dalam formulir putusan juri, yang dijawab "Ya" oleh dewan juri setelah berdeliberasi selama tujuh jam.

Denda untuk Menghukum dan Mencegah

Juri memutuskan Tesla harus ikut bertanggung jawab, meskipun tidak sepenuhnya. Mereka membagi kesalahan: sepertiga untuk Tesla, dua pertiga untuk si pengemudi.

Dari total ganti rugi atas penderitaan sebesar USD129 juta, Tesla diwajibkan membayar sepertiganya, yaitu USD43 juta (sekitar Rp 662 miliar). Namun, hukuman yang paling menyakitkan adalah denda tambahan sebesar USD200 juta (sekitar Rp3 triliun). Denda ini bersifat punitif, yang tujuannya bukan untuk mengganti rugi, melainkan untuk menghukum perilaku berbahaya perusahaan dan mencegahnya terulang di masa depan.

Tesla Melawan: "Ini Fiksi Karangan Pengacara!"

Tentu saja, Tesla tidak tinggal diam. Mereka mengecam putusan tersebut dan berencana untuk mengajukan banding."Putusan hari ini salah dan hanya akan menghambat keselamatan otomotif," kata Tesla dalam sebuah pernyataan. "Ini tidak pernah tentang Autopilot; ini adalah fiksi yang dibuat-buat oleh pengacara penggugat yang menyalahkan mobil padahal pengemudi—sejak hari pertama—telah mengakui dan menerima tanggung jawab."

Tesla bersikeras bahwa pengemudi adalah satu-satunya yang bersalah dan mengklaim bahwa tidak ada mobil mana pun, baik di tahun 2019 maupun sekarang, yang dapat mencegah kecelakaan tersebut.

Namun, di ruang sidang, pemandangannya berbeda. Setelah putusan dibacakan, isak tangis dan pelukan haru menyelimuti keluarga korban. Hakim Distrik AS, Beth Bloom, menerima putusan juri dan akan mengeluarkan perintah yang sesuai.

Vonis ini menjadi pengingat keras bagi seluruh industri otomotif. Di tengah perlombaan menuju mobil otonom sepenuhnya, ada tanggung jawab besar yang tidak boleh diabaikan. Sebuah nama fitur yang canggih tidak boleh menjadi alasan untuk lengah, karena di ujung jalan, nyawa manusia adalahtaruhannya.

Topik Menarik