Muhammadiyah Desak Pemprov Jabar Bertanggung Jawab atas Serangan Digital terhadap Neni Nur Hayati

Muhammadiyah Desak Pemprov Jabar Bertanggung Jawab atas Serangan Digital terhadap Neni Nur Hayati

Nasional | sindonews | Senin, 4 Agustus 2025 - 07:52
share

Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) untuk bertanggung jawab atas serangan digital yang menimpa Neni Nur Hayati, seorang peneliti dan aktivis perempuan pembela hak asasi manusia (HAM). LBH-AP Muhammadiyah mengecam keras berbagai bentuk serangan digital yang dialami Neni.

Berbagai bentuk serangan digital yang dialami Neni, mulai dari upaya peretasan akun pribadi, penyebaran informasi pribadi (doxing), ancaman kekerasan, hingga kampanye disinformasi yang sistematis. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk intimidasi serius yang melanggar hak atas privasi, kebebasan berekspresi, serta keamanan pribadi korban.

“Serangan digital terhadap Neni Nur Hayati bukan hanya serangan terhadap individu, tetapi juga merupakan kekerasan berbasis gender online (KBGO) terhadap perempuan pembela HAM,” tegas LBH-AP Muhammadiyah dalam pernyataannya, Sabtu (2/8/2025).

Baca juga: Awas Doxing di Media Sosial, Ini Cara Menghindarinya

LBH-AP Muhammadiyah menilai, serangan digital ini bermula dari unggahan video klarifikasi Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jawa Barat di akun resmi Instagram Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Pemprov Jabar dan empat akun resmi lainnya pada 15 Juli 2025. Video tersebut memuat gambar wajah Neni tanpa izin, padahal data biometrik seperti wajah dilindungi oleh Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.

Akibat unggahan tersebut, Neni menjadi sasaran serangan digital secara masif selama 15-16 Juli 2025, meski Neni sendiri tidak pernah menyebut atau menuduh Dedi Mulyadi secara personal terkait isu penggunaan buzzer media sosial.LBH-AP Muhammadiyah telah melayangkan somasi resmi kepada Pemprov Jabar dan Diskominfo Jabar pada 21 Juli 2025, menuntut agar konten yang memuat wajah Neni segera dihapus, disertai permintaan maaf terbuka, serta penanganan terhadap konten-konten lain yang menyebarkan doxing dan ujaran kebencian terhadap Neni.

Diskominfo Jabar telah merespons somasi tersebut melalui surat tertanggal 24 Juli 2025 dengan menyatakan kesediaan untuk menurunkan video yang dimaksud. Namun, LBH-AP Muhammadiyah menyayangkan sikap Pemprov Jabar yang tidak menyertakan permintaan maaf secara terbuka dan tidak menunjukkan langkah konkret untuk menindak konten-konten lain yang berisi serangan terhadap Neni.

“Pemprov Jabar tidak dapat lepas tangan. Serangan digital terjadi setelah Diskominfo Jabar menayangkan wajah Neni untuk kepentingan klarifikasi Gubernur. Pemerintah daerah sebagai representasi negara memiliki kewajiban yuridis untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia warganya,” tegas LBH-AP Muhammadiyah.

LBH-AP Muhammadiyah menuntut Pemprov Jabar segera:

Menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada Neni Nur Hayati.

Melakukan tindakan proaktif untuk menindak konten-konten serangan digital di berbagai platform media sosial.

Menginstruksikan publik untuk tidak melakukan serangan digital dalam bentuk apapun terhadap Neni.

Apabila tuntutan tersebut tidak diindahkan, LBH-AP Muhammadiyah menyatakan siap menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk gugatan perdata, tata usaha negara, hingga pelaporan pidana.“Serangan terhadap Neni Nur Hayati adalah ancaman serius terhadap demokrasi, partisipasi masyarakat sipil, dan supremasi hukum di Indonesia. Jika negara abai, maka siapa pun dapat menjadi korban berikutnya,” tutup LBH-AP Muhammadiyah.

Neni Nur Hayati Somasi Pemprov Jabar, Tuntut Dedi Mulyadi Minta Maaf

Aktivis Demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati telah melayangkan somasi kepada Pemprov Jabar. Neni juga menuntut Gubernur Jabar Dedi Mulyadi meminta maaf.

Somasi dan tuntutan maaf itu disampaikan Neni karena fotonya yang dipajang tanpa izin di salah satu konten yang diunggah akun media sosial (medsos) milik Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Jabar. Foto Neni juga terpajang di akun pribadi Dedi Mulyadi.

“Pada hari ini kami menyampaikan somasi kepada Pemprov Jabar dan juga kepada Dinas KomInfo Pemprov Jabar, kaitannya dengan pemasangan foto tanpa izin di dalam konten terkait klarifikasi atas statement dari Mbak Neni Nur Hayati,” kata Ikhwan Fahrozi, kuasa hukum Neni kepada wartawan di halaman Gedung Sate, Senin (21/7/2025).

Ikhwan mengatakan, Neni memang kerap menyuarakan kritik terkait isu-isu demokratisasi, good governance, tata pemerintahan yang baik, termasuk mengkritisi pencitraan kepala daerah yang berlebihan, dan penggunaan buzzer lewat media sosial. Namun, ujar Ikhwan, kritik itu tak ditujukan secara spesifik terhadap satu kepala daerah, apalagi pribadi.

“Sehingga ketika Teh Neni menyampaikan kritik, itu tidak ditujukan kepada Pemprov Jabar secara spesifik melainkan ditujukan untuk semua kepala daerah terkait pencitraan berlebihan dan penggunaan buzzer. Meng-hire buzzer untuk pencitraan yang berlebihan tadi itu,” ujarnya.

Ikhwan menuturkan, unggahan yang dimaksud adalah video di Instagram Diskominfo Jabar. Dalam video, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyampaikan klarifikasi atas dugaan pemangkasan anggaran di Pemprov Jabar digunakan untuk membayar buzzer.Dalam video, Dedi membantah dugaan tersebut. Namun dalam video itu terpasang foto Neni. Pemasangan foto Neni dalam video tersebut, tutur Ikhwan, memicu doxing atau persebarluasan informasi pribadi Neni di internet. Hal ini dinilai merugikan Neni.

“Serangan-serangan doxing, peretasan media sosial dan akun-akun klien kami. Sampai WhatsApp juga di-doxing. Itu adalah upaya-upaya represi terhadap ruang kebebasan ekspresi dan berpendapat,” tutur Ikhwan.

“Karena itu, somasi ini adalah kaitan dengan memasang wajah klien kami (Neni) tanpa izin, itu pertama. Ini adalah bagian dari perlindungan data pribadi yang dilindungi dalam undang-undang. Pemasangan foto seperti itu memang dilarang oleh ketentuan undang-undang. Selain itu juga memicu doxing,” ucapnya.

Sementara itu, Neni Nurhayati mengatakan, doxing menyebabkan hilangnya akses terhadap akun TikTok. Sampai saat ini, Neni belum bisa mengakses akun media sosialnya itu.

“Meskipun TikTok sampai sekarang masih belum bisa diakses, tapi saya sudah lapor ke teman-teman SafeNet. Kemudian WhatsApp yang tidak bisa di-login,” kata Neni.

Selain doxing, Neni juga mengaku mengalami serangkaian teror di medsos. Mirisnya, teror itu bukan sebatas ujaran kebencian, tapi ancaman.“Ini bukan hanya permasalahan hate speech atau caci maki. Itu saya sudah biasa. Tapi ini sudah sampai ancaman penyiksaan, ancaman nyawa. Itu yang menurut saya tidak bisa saya biarkan begitu saja,” ujar Neni.

Minta Maaf Terbuka

Ikhwan mengatakan, dengan somasi ini, Neni berharap Pemprov Jabar menyadari kekeliruan Diskominfo Jabar dalam tindakan memasang foto Neni tanpa izin. Neni meminta Pemprov Jabar menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

Selain itu, Ikhwan meminta video yang memampangkan wajah Neni di-takedown oleh Diskominfo Jabar. Sebab, hingga hari ini, video dengan foto Neni masih terpampang di medsos Diskominfo Jabar.

“Kami memberikan waktu 2x24 jam untuk melakukan takedown dan 1x5 hari untuk menyelesaikan ini dengan cara minta maaf secara terbuka di media,” kata Ikhwan.

Somasi, ujar Ikhwan, adalah langkah persuasif yang diambil. Jika tak ada itikad baik dari Pemprov Jabar, tidak menutup kemungkinan masalah ini bakal dibawa ke ranah hukum.

“Karena itu menurut undang-undang, perlindungan data pribadi itu memasang wajah tanpa izin di media sosial itu ada ancaman pidananya, bisa jadi kami akan mengambil langkah pidana kalau seandainya tidak ada penyelesaian yang bijaksana begitu,” ujar Ikhwan.

Topik Menarik