Kisah Mpu Winada, Pujangga Kerajaan Majapahit Rela Bagikan Harta demi Cari Kebahagiaan Jadi Pertapa
TOKOHMpu Winada muncul dalam deskripsi sehari-hari kehidupanKerajaan Majapahit. Mpu Prapanca menggambarkan bagaimana sosok Winada yang konon memiliki kekayaan dan meninggalkannya ke hutan untuk bertapa.
Perilaku Mpu Winada itu membuat Prapanca akhirnya memutuskan mencontohnya. Dia meninggalkan dusun tempat tinggalnya dan masuk ke hutan belantara untuk bertapa.
Baca juga: Kisah Pujangga Mpu Prapanca dan Mpu Sutasoma Catat Sejarah Majapahit
Dari deskripsi Mpu Prapanca pada Kakawin Nagarakretagama mengisahkan sosok Mpu Winada, tokoh di Kerajaan Majapahit barangkali seperti tokoh masyarakat saat ini suka mengumpulkan harta benda. Tapi, karena tidak bahagia dengan kekayaan, bahkan cenderung sengsara dengan kekayaannya.
Winada memilih untuk membagi-bagikan harta kekayaannya ke orang lain. Selanjutnya dikisahkan Sejarawan Prof Slamet Muljana pada buku "Tafsir Sejarah Nagarakretagama", Winada memutuskan bertapa masuk hutan. Pada pertapaannya itu justru Winada mendapatkan kebahagiaan. Dia bertarung melawan hawa nafsunya. Pertarungannya itu dilakukannya dengan gigih. Peperangan melawan hawa nafsu belum selesai.
Dengan perbuatannya itu dia ingin mencapai nirwana dan ingin menjadi pahlawan dalam tapa brata. Itulah tekad Prapanca mengikuti Winada yang dia deskripsikan dari Nagarakretagama.
Pada deskripsi Prapanca, Winada akhirnya jatuh miskin setelah beberapa kali mengumpulkan harta bendanya. Memang pada Kakawin Nagarakretagama Pupuh 98 sebagaimana disebutkan Prof Slamet Muljana, Pupuh ini merupakan puncak ajaran yang sulit dilakukan oleh siapa pun juga sulit dilaksanakan para pujangga.
Prapanca adalah seorang pujangga. Jadi baginya juga sulit untuk menjalankannya. Perbuatan Mpu Winada itu memang sangat mulia, tetapi sulit ditiru oleh pujangga, kecuali apa yang telah disebut di atas.
Mpu Winada masih mencintai orang yang suka menghina para pertapa. Dia meninggalkan kesukaan dan kewibawaan serta tidak mau memperhatikan tingkah laku orang yang dicela di istana.
Maksudnya sudah pasti bahwa kebanyakan orang yang mendapat celaan di Kerajaan Majapahit, apalagi ada beberapa orang menaruh dendam kepada orang yang mencela atau kepada Sri Baginda Raja Majapahit. Dalam pupuh ini, Prapanca membuat permainan kata yakni mengenai kata Winada.
Pada baris pertama yang dimaksud dengan Winada yakni Mpu Winada, sedangkan pada baris keempat kata Winada mempunyai arti "dicacat", berlaku sebagai kata kerja. Kata Winada diperkuat atau dijelaskan dengan kata muradif berikutnya yakni cinala dan dicela.










