India Ogah Tinggalkan Dolar AS: BRICS Tak Kompak soal Dedolarisasi
Pemerintah India menegaskan tidak mengikuti agenda dedolarisasi yang menjadi topik pembahasan di antara negara-negara anggota BRICS. India menyatakan tetap akan menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan lintas batas dan tidak mendukung pembentukan mata uang bersama.
Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, pada Kamis (18/7), hanya beberapa hari setelah digelarnya KTT BRICS ke-17 di Brasil, yang membahas sejumlah isu strategis termasuk penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional.
"Pembayaran lintas batas memang dibahas. BRICS juga membicarakan kemungkinan penggunaan mata uang lokal masing-masing, tetapi tidak ada agenda mengenai dedolarisasi," ujar Jaiswal dikutip dari Watcher Guru, Sabtu (19/7).
Baca Juga:Putin Tegaskan Sistem Keuangan Barat Sudah Usang, BRICS Tawarkan Alternatif Baru
Dia menegaskan, India tidak berada dalam barisan negara-negara yang ingin meninggalkan dominasi dolar AS. Jaiswal juga menegaskan bahwa India tidak akan terlibat dalam pembentukan mata uang bersama BRICS, sebuah gagasan yang sempat mengemuka dalam pertemuan sebelumnya. "Tidak ada rencana konkret untuk mata uang baru BRICS. Fokus kami adalah memperluas penggunaan rupee dalam transaksi lintas negara, bukan menggantikan dolar," tambahnya.
Menurut Jaiswal, India tetap terbuka untuk mengeksplorasi penggunaan rupee dalam perdagangan bilateral dan regional. Namun, ia mengakui bahwa inisiatif ini masih dalam tahap awal dan perlu melalui berbagai evaluasi kebijakan serta kesiapan teknis.
"Tujuan kami bukan mendukung dedolarisasi global, melainkan memperkuat posisi rupee secara bertahap dalam kerangka yang sesuai dengan kepentingan nasional," kata dia.
Jaiswal juga menyebut bahwa KTT BRICS kali ini berhasil karena India konsisten dengan pendekatannya yang pragmatis dan tidak terbawa arus politik blok tertentu. India secara konsisten menahan diri dari upaya dedolarisasi sejak masa pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Negara ini mempertimbangkan dampak ekonomi dalam negeri, terutama terhadap sektor teknologi informasi (TI) yang banyak bergantung pada kerja sama dengan perusahaan-perusahaan AS. Sektor TI menjadi tulang punggung ekonomi India dalam beberapa dekade terakhir. Industri ini menyumbang pendapatan ekspor besar dan mendukung sektor perumahan, finansial, serta berbagai bidang jasa lain yang tumbuh pesat.Baca Juga:3 Keuntungan Besar AS setelah Negosiasi Tarif Trump-Prabowo
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi dipandang berhati-hati dalam menyikapi isu dedolarisasi karena khawatir dapat mengguncang stabilitas ekonomi domestik. India disebut lebih memilih langkah bertahap dalam menginternasionalkan rupee ketimbang mengikuti tekanan geopolitik.
Dalam KTT BRICS yang berakhir pekan lalu, beberapa negara seperti Rusia dan Tiongkok mendorong agenda pembayaran non-dolar untuk mengurangi dominasi mata uang AS dalam sistem keuangan global. Namun India memilih posisi yang lebih netral.
Penolakan India terhadap dedolarisasi menjadi sinyal bahwa perpecahan pandangan masih terjadi di antara anggota BRICS, meskipun kelompok ini berupaya memperkuat kerja sama ekonomi dan keuangan global secara kolektif.










