Pentingnya Sikap Kehati-hatian dalam Amalan, Begini Penjelasannya
Dalam menjalankan berbagai amalan, seorang muslim dianjurkan bersikap hati-hati. Mengapa demikian? Karena semua amal perbuatanyang dilakukan diawasi dan ada penilaiannya dari Allah Subhanahu Wata'ala.
"Dalam soal amalan , penilaian Allah Ta’ala tidak hanya pada amal yang besar saja. Kita sebagai umat muslim juga harus lebih bersungguh-sungguh untuk memperhatikan amal-amal kecil,"ungkap KH Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung.
Menurut kyai yang akrab dipanggil Aa Gym, bila dibandingkan amal kecil dengan amal besar, peluang kotor hatinya itu lebih berat ada pada amalan besar. Padahal di sisi Allah Ta’ala, tidak ada yang kecil.
Allah Ta'ala berfirman :
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥوَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ (8“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah : 7-8).
Ulama kondang asal Bandung ini mengatakan, kita mesti meyakini setiap perbuatan yang dilakukan pasti ada perhitungannya . Maka sepatutnya kita lebih berhati-hatidalam segala hal, termasuk yang kecil-kecil. Sesuatu yang kecil menurut kita, belum tentu kecil dalam pandangan Allah Ta’ala. Boleh jadi kita menganggapnya remeh, tapi di sisi Allah itulah yang akan menjadi fatal.
Kalau kita ingat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan ini bahwa orang yang beriman ialah seperti sedang berjalan di antara onak dan duri, sangat hati-hati. Tidak hati-hati dalam berjalan bisa menginjak duri. Tidak hati-hati menyimpan pisau bisa terluka.
Allah Ta'ala berfirman:وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-‘Ankabut : 69).
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْوَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. al-Isra’ : 7).
Baca juga:6 Kunci untuk Lebih Dekat dengan Allah, Apa Saja?Aa Gym juga menyoroti bahwa sesungguhnya kebaikan yang dilakukan akan kembali kepada pelakunya. Begitu pula keburukan. Kita harus menyadari seyakin-yakinnya kalau kita berbuat baik, yang paling beruntung adalah diri kita sendiri. Keburukan yang kita lakukan pun pasti akan kembali kepada diri kita. Kita tidak boleh merasa aman meskipun dalam kesendirian. Orang-orang yang matanya tidak terjaga akan kehilangan manisnya iman dan lezatnya ibadah.
Bagaimana caranya menjaga pikiran? Supaya setiap berpikir jadi zikir. Diamnya pun jadi zikir. Tanyakan kepada diri secara mendalam, apakah yang kita katakan manfaat atau tidak? Niatnya apa, zalim atau tidak. Begitu pun hati-hati dalam menulis. Jangan sampai kita tergesa-gesa. Banyak kelalaian yang harus kita diperbaiki. Kalau tidak hati-hati bisa su’ul khatimah. Na’udzubillah.
Jika disimpulkan sikap hati-hati itu tahapannya, pertama pikirkan dengan matang, kedua rasa-rasakan di hati, ketiga tanya kepada ahlinya, lalu istikharah. Dan akhirnya sempurnakan dengan tawakal kepada Allah Ta’ala semata. Semoga bermanfaat.
Baca juga:Mutiara Kisah dari Aa Gym: Belajar dari Imam Hasan Al-Bashri










