Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri dan Empati pada Anak di Era Digital

Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri dan Empati pada Anak di Era Digital

Gaya Hidup | sindonews | Sabtu, 12 Juli 2025 - 14:09
share

Menurut tim psikolog di Stala Psychological Centre, perkembangan teknologi yang pesat membuat anak-anak terbiasa berinteraksi lewat layar. Mereka lancar mengetik pesan, membuat story, atau bermain game daring, namun ketika harus menatap mata lawan bicara dan mengungkapkan perasaan, banyak yang terdiam canggung.

Dalam istilah ilmiah, kondisi ini disebut empathy deficit (defisit empati) dan low self-efficacy (rendahnya rasa percaya diri). Dalam bahasa sehari-hari, anak menjadi terlalu pemalu, mudah tersinggung (baper), atau tampak tidak mandiri.

Baca juga: Kisah Dhika, Bocah Penari Pacu Jalur yang Viral karena Aura Farming dan Mendunia

Direktur Stala Psychological Centre Lidia Sandra menekankan pentingnya perhatian serius pada wellbeing anak dan remaja di era modern ini.

“Banyak remaja hari ini hidup di bawah tekanan ekspektasi media sosial dan perkembangan zaman yang cepat. Mereka dituntut selalu tampil sempurna, padahal fondasi yang diperlukan adalah rasa percaya diri dan empati yang tumbuh sejak kecil. Anak perlu belajar mengenal dirinya, mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan tepat, serta memahami orang lain. Inilah dasar wellbeing mereka untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bahagia,” jelasnya.Baca juga: Jelang Kompetisi di Jepang, PENABUR Children Choir Gelar Konser Voices of Light

Untuk menjawab tantangan ini, Stala Psychological Centre meluncurkan KidsFluence, sebuah program edukatif dan menyenangkan untuk membangun keberanian berbicara, empati, dan kepemimpinan sejak dini. Program ini telah dilaksanakan pada 7–11 Juli 2025 di Children’s House Cendekia Harapan, Jimbaran, dan akan dibuka kembali setiap tiga bulan sekali untuk batch berikutnya.

Program ini dirancang dengan metode SHINE (Smile, Hello, Introduce, Name, Engage) yang melatih anak untuk menyapa dengan percaya diri, serta INSPIRE (Introduction, Need, Story, Point, Impact, Request, Ending) agar mereka dapat menyampaikan gagasan secara terstruktur dan menarik.

Selama lima hari, anak-anak diajak bermain ice-breaking, role play, latihan berbagai level suara, hingga menyusun Hero Action Plan, yaitu rencana aksi sederhana untuk membantu orang lain. Hari terakhir diakhiri dengan Celebration Day, di mana anak tampil di depan orang tua dan teman-temannya, menunjukkan keberanian dan kepedulian yang telah mereka pelajari.

“Saya terharu melihat anak saya berdiri di depan teman-temannya dengan percaya diri. Dia juga jadi lebih peka pada perasaan orang lain. Pulang sekolah, dia selalu bercerita dengan semangat,” ujar Ibu Monica, orang tua Jacob (11), peserta KidsFluence.

Di era digital ini, kemampuan akademik saja tidak cukup. Dunia kerja dan kehidupan sosial menuntut generasi yang berani berbicara, mampu bekerja sama, dan memiliki hati yang peduli.

"KidsFluence hadir bukan hanya melatih public speaking, tetapi juga menumbuhkan kepemimpinan dengan empati sebagai fondasi wellbeing mereka," pungkas Lidia.

Topik Menarik