Tanggapi Replik Jaksa, Tom Lembong Ibaratkan Korek Api dan Korek Telinga di Pesawat
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menanggapi replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pledoinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/7/2025). Tom Lembong mengibaratkan jaksa penuntut umum (JPU) dengan perumpamaan korek api dan korek telinga dalam pesawat.
Menurutnya, jaksa seolah sudah masuk ke lubang tapi justru menggalinya lagi untuk masuk lebih dalam, bukan memilih keluar dari lubang tersebut.
"Jadi saya merasa seperti jaksa ini sudah masuk ke dalam sebuah lubang. Satu pepatah ya manajemen, itu kalau kita jatuh masuk ke dalam sebuah lubang, langkah pertama adalah jangan gali lebih dalam lagi. Kalau saya lihat, dalam repliknya hari ini, kalau jaksa sudah masuk lubang, malah gali makin dalam, makin masuk. Bukannya keluar dari lubang, malah makin masuk, makin dalam," kata Tom Lembong usai persidangan.
Tom memberikan contoh perumpamaan aturan larangan membawa korek api dalam pesawat. Dia menyebut dirinya membawa korek telinga, tapi tetap dipidanakan dengan memakai aturan larangan membawa korek api.
"Ya, balik lagi, tetap bersikeras untuk memutarbalikkan peraturan. Aturan mengatakan, dilarang bawa masuk ke dalam pesawat korek api, terus saya dipidanakan karena bawa masuk ke dalam pesawat, korek telinga. Nah, saya protes, wah ini korek telinga, terus dia bilang, iya, aturan melarang bawa masuk korek api. Jadi kayak tetap saja serba nggak nyambung," tambahnya.Ia menyinggung filosofi hukum bumi datar. Menurut Tom, jaksa tetap bersikeras dengan pandangan bumi datar meski sudah diberikan berbagai fakta realitas dan prinsip logika.
"Kesan saya ini udah kayak filosofi hukum bumi datar. Kita menyampaikan sejauh mungkin fakta-fakta, realitas, matematika, prinsip-prinsip yang berbasis logika, terus dia masih ngotot bahwa bumi itu datar, dia sampaikan sebagai fakta bahwa, ya faktanya kita nyetir 1.000 km kita nggak pernah merasakan lengkungan bumi gitu. Jadi, ya gimana ya, mungkin kasih kami waktu untuk mencerna semua ini," tuturnya.
Tom menganggap semua tuduhan jaksa telah dipatahkan oleh saksi dalam 20 kali persidangan kasus ini. Dia menuding jaksa mengabaikan 100 persen fakta persidangan.
"Jadi, kesimpulannya apa? Begitu juga ke replik sampai hari ini, jadi, sulit kalau kita mau simpulkan bahwa ini murni soal hukum atau keadilan. Berarti harus ada faktor lain, harus ada motivasi lain, ya kan. Kenapa mengabaikan 100 persen dari fakta persidangan? Kenapa mengabaikan logika matematika? Jadi apakah timing daripada terbitnya sprindik itu benar-benar hanya sebuah kebetulan? Ya sebaiknya masyarakat yang menilai," kata Tom.










