Menaklukkan Jalur Selatan: Di Balik Aspal, Ada Persaudaraan dan Baja

Menaklukkan Jalur Selatan: Di Balik Aspal, Ada Persaudaraan dan Baja

Otomotif | sindonews | Sabtu, 12 Juli 2025 - 09:03
share

Deru puluhan mesin diesel Hyundai Santa Fe yang tiba di titik finis di Banyuwangi pada 1 Juli 2025 lalu bukan sekadar suara knalpot. Itu adalah simfoni kelegaan, kemenangan, dan persaudaraan yang ditempa selama delapan hari melintasi salah satu rute paling menantang di Pulau Jawa. Bagi komunitas Santa Fe Owners Community Indonesia (SOCI), perjalanan bertajuk "SOCI Discover South Coast of Java" ini adalah lebih dari sekadar touring; melainkan sebuah “ziarah”.

Ini adalah kisah tentang bagaimana sebuah perjalanan ribuan kilometer, melintasi belasan kota dari Banten hingga Banyuwangi, menjadi ujian sesungguhnya bagi manusia, mesin, dan ikatan komunitas. Di balik foto-foto indah di media sosial, tersimpan cerita tentang jembatan putus, jurang di kegelapan malam, dan solidaritas yang tak ternilai harganya.

Bukan Sekadar Jalan-Jalan

Bagi orang awam, konvoi mobil mungkin terlihat seperti arak-arakan yang mengganggu. Namun bagi SOCI, setiap kilometer adalah bagian dari moto mereka: Sharing, Caring, Touring. Perjalanan menyusuri Jalur Lintas Selatan (JLS) Jawa ini adalah pembuktian bahwa touring bisa menjadi aktivitas yang sarat makna.

“Pada kesempatan sebelumnya, SOCI sudah beberapa kali mengadakan touring jarak pendek. Namun baru kali pertama ini, kami menggelar touring full menyusuri jalur selatan dari ujung barat menuju ujung timur pulau Jawa,” ujar Andre Bongso, Ketua SOCI. Ini bukan hanya tentang menaklukkan rute, tetapi tentang menantang batas kemampuan mereka sendiri.

Di tengah perjalanan, tepatnya pada 28 Juni 2025 di Kulonprogo, mereka menggelar Jambore Nasional ke-3. Sebanyak 60 anggota dari seluruh Indonesia berkumpul, bukan hanya untuk berpesta, tetapi untuk merajut kembali tali silaturahmi. Sehari sebelumnya, mereka berhenti di sebuah mushola di Kalibawang untuk melakukan bakti sosial."Kegiatan berbagi seperti ini sudah menjadi tradisi dalam setiap kegiatan kami, untuk mempertebal rasa kepedulian kita terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya,” sambung Andre. Inilah yang membedakan touring mereka dari sekadar liburan: ada misi kepedulian yang selalu dibawa.

Drama di Balik Kemudi

Keindahan pantai selatan Jawa yang memesona datang dengan harga yang harus dibayar. Argia Ginting, salah satu anggota senior yang memimpin perjalanan, menceritakan sisi lain dari touring yang tak terlihat di Instagram.

“Tidak semua jalan di lintas selatan telah tersambung, terutama di provinsi Yogyakarta menuju Jawa Timur. Beberapa kali kami harus putar balik karena menemui jembatan putus yang tidak mungkin dilalui,” tutur Argia. "Belum lagi kondisi jalan di lintas selatan sangat sempit tidak seperti lintas utara."

Puncak ketegangan terjadi pada etape ke-4, dari Kulonprogo menuju Pantai Prigi. Rombongan harus melewati hutan dan jalan setapak dalam kegelapan total, dengan jurang menganga di sisi jalan.

"Sempat ada salah satu member kami, Ahmad Wahyudin, yang mengalami ban slip," papar Argia. Dalam sepersekian detik, suasana riang bisa berubah menjadi bencana. "Namun berkat kepiawaiannya, kerja sama tim, dan panduan dari Road Captain kami, Widodo, kami semua bisa melalui tantangan itu dengan selamat."Momen-momen seperti inilah yang mengubah sekelompok pemilik mobil menjadi sebuah keluarga. Kepanikan yang berubah menjadi kelegaan, dan masalah yang diselesaikan bersama, adalah "bumbu" yang membuat sebuah touring menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Sebuah Pernyataan Sikap

Di tengah citra negatif yang kadang melekat pada komunitas mobil, SOCI membuat sebuah pernyataan sikap yang tegas. Mereka berkomitmen untuk menjadi pengguna jalan yang bertanggung jawab.

“Kami memastikan semua peserta agar tidak menggunakan strobo, sirene, dan lampu rotator yang akan mengganggu kenyamanan pengendara lainnya,” pungas Argia Ginting. Sebuah detail kecil, namun menunjukkan kedewasaan sebuah komunitas yang sadar bahwa jalan raya adalah milik bersama.

Pada akhirnya, saat rombongan ini tiba di Banyuwangi, mereka tidak hanya membawa mobil yang kotor oleh debu perjalanan. Mereka membawa pulang cerita, pengalaman, dan ikatan persaudaraan yang jauh lebih kuat dari baja mobil mereka. Mereka membuktikan bahwa esensi sebuah touring bukanlah tentang kecepatan atau kemewahan, melainkan tentang perjalanan itu sendiri—perjalanan menaklukkan jalanan, menaklukkan ego, dan menemukan keluarga dibalikkemudi.

Topik Menarik