Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp1,9 Miliar, Adopsi Lembaga Keuangan Meluas
Bitcoin kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa dengan menembus harga lebih dari USD118.000 atau setara Rp1,9 miliar per keping pada Kamis (11/7). Pencapaian ini mencerminkan penguatan sentimen pasar terhadap aset kripto terbesar di dunia, terutama seiring meluasnya adopsi oleh lembaga keuangan global.
Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya akumulasi dari institusi besar, seperti BlackRock, yang melalui iShares Bitcoin Trust (IBIT) kini tercatat menggenggam lebih dari 700.000 BTC. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 3,3 persen dari total suplai Bitcoin yang beredar.
Dengan kapitalisasi pasar yang kini menembus USD2,34 triliun, Bitcoin menyumbang sekitar 65 persen dari total kapitalisasi pasar aset kripto global yang telah mencapai USD3,4 triliun. Dominasi Bitcoin tetap kokoh meski persaingan dari aset digital alternatif atau altcoin terus meningkat.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menyatakan bahwa lonjakan harga ini bukan sekadar euforia sesaat. Ia menilai bahwa pergerakan tersebut mencerminkan perubahan besar dalam lanskap keuangan digital secara global.
"Bitcoin kini bukan hanya dianggap sebagai alat pelindung nilai. Banyak perusahaan mulai menjadikannya bagian dari strategi pengelolaan cadangan uang mereka," ujar dia, Jumat (11/7).Baca Juga:Industri Kripto Setor Pajak Rp1,2 Triliun, Indodax Sumbang 38,6
Antony menyebutkan, penguatan harga Bitcoin didorong oleh sejumlah faktor struktural, antara lain regulasi yang lebih terbuka, kebijakan fiskal global, serta pengaruh narasi strategis dari tokoh industri dan pemerintahan.
Menariknya, IBIT milik BlackRock kini mencatatkan pendapatan tahunan dari biaya pengelolaan yang melampaui produk ETF unggulan mereka, yakni ETF S&P 500 (IVV). Hal ini memperlihatkan pergeseran tren investasi institusional ke arah aset digital.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Perusahaan teknologi asal Inggris, The Smarter Web Company, turut meningkatkan kepemilikan Bitcoin mereka menjadi 1.000 BTC. CEO perusahaan itu bahkan menyatakan komitmennya untuk menginspirasi perusahaan lain agar mulai mengelola dana kas berbasis aset digital.
Baca Juga:Investor Beralih ke Bitcoin saat Emas Terkoreksi dan The Fed Tahan Suku BungaSementara, El Salvador terus konsisten dalam strategi akumulasi Bitcoin. Negara di Amerika Tengah tersebut kini memiliki lebih dari 6.232 BTC dengan keuntungan belum terealisasi yang mencapai USD400 juta.
Menurut Antony, tren ini menegaskan bahwa adopsi Bitcoin telah melampaui batas sektoral dan menyentuh dimensi geopolitik. “Negara, korporasi, dan individu kini berada di jalur yang sama—mencari alternatif yang tahan terhadap inflasi, ketidakpastian geopolitik, dan disrupsi sistem keuangan tradisional,” paparnya.
Ia juga menilai, pencapaian harga ini membuktikan kekuatan komunitas Bitcoin dalam menjaga prinsip desentralisasi sembari menarik minat dari pelaku institusi. "Bitcoin bukan hanya teknologi, ia adalah fenomena sosial-ekonomi global," katanya.
Meski begitu, Antony tetap mengingatkan bahwa pasar kripto memiliki volatilitas tinggi. Setelah sempat terkoreksi ke level USD98.200, harga Bitcoin bangkit pada akhir Juni dan terus menanjak hingga mencetak rekor tertinggi baru pada Juli ini.
"Setiap kenaikan tajam selalu berisiko disertai koreksi. Namun, yang membedakan fase ini adalah fondasi pasar yang jauh lebih kuat dibandingkan siklus sebelumnya," katanya.
Antony juga menekankan pentingnya edukasi dan manajemen risiko bagi masyarakat. "Kami di INDODAX terus mendorong pengguna untuk memahami fundamental, menerapkan strategi jangka panjang seperti Dollar Cost Averaging (DCA), dan tidak terbawa arus euforia pasar," tutupnya.










