Di Balik Layar K-Content Bizweek 2025: Saat Ratusan Triliun Rupiah Dipertaruhkan di Meja Lobi Jakarta

Di Balik Layar K-Content Bizweek 2025: Saat Ratusan Triliun Rupiah Dipertaruhkan di Meja Lobi Jakarta

Teknologi | sindonews | Sabtu, 28 Juni 2025 - 16:48
share

Acara bertajuk K-Content Bizweek 2025 menjadi saksi bisu lahirnya aliansi-aliansi strategis dengan nilai fantastis.

Di balik kemewahan lobi St. Regis Jakarta selama tiga hari terakhir, terjadi sebuah peristiwa yang jauh lebih besar dari sekadar pameran konten. Ini bukan pameran biasa; tapi pertarungan senyap, pasar raksasa di mana ide, kekayaan intelektual (IP), dan masa depan industri kreatif Asia Tenggara dipertaruhkan.

Selama tiga hari penyelenggaraan, lebih dari 691 pertemuan bisnis digelar. Namun, yang lebih mencengangkan adalah angka di baliknya: nilai konsultasi ekspor yang dinegosiasikan mencapai lebih dari USD113 juta (sekitar Rp 1,8 triliun), dengan nilai kontrak yang sudah pasti ditandatangani menembus USD21 juta (sekitar Rp340 miliar).

Angka-angka ini bukanlah sekadar statistik. Ini adalah bukti nyata dari sebuah "invasi" budaya dan ekonomi yang terencana dengan sangat matang oleh Korea Selatan, yang dimotori oleh Korea Creative Content Agency (KOCCA).

Mesin Ekonomi di Balik Gelombang Korea (Hallyu)

Kita semua tahu kekuatan Hallyu. Namun, K-Content Bizweek adalah kesempatan langka untuk mengintip "ruang mesin" di balik gelombang dahsyat tersebut. Di sinilah para raksasa konten Korea seperti CJ ENM (produser film dan drama ternama), KBS Media, dan The Pinkfong Company (pencipta Baby Shark) duduk satu meja dengan para pemain besar regional seperti MNC, Gramedia dari Indonesia, dan Astro dari Malaysia.Mereka tidak hanya datang untuk menjual lisensi. Mereka datang untuk membangun jaringan, mencari mitra produksi, dan pada akhirnya, mengukuhkan dominasi mereka di pasar yang sangat subur ini, mulai dari TV, game, webtoon, hingga animasi.

"Melalui K-Content Bizweek 2025, kami berharap dapat memperkuat ekosistem industri kreatif di Asia Tenggara dan mendorong kolaborasi lintas negara untuk menciptakan konten yang inovatif dan berdaya saing global,” ujar Mr. Lee Gi Haun, Regional Director KOCCA Indonesia, dalam pernyataan resminya.

Kolaborasi atau Dominasi? Pedang Bermata Dua bagi Industri Lokal

Di balik narasi kolaborasi yang indah, para pengamat melihat sebuah strategi yang lebih dalam. Korea Selatan tidak hanya berbagi; mereka secara aktif membentuk selera pasar sesuai dengan produk mereka. Ini adalah pedang bermata dua bagi industri kreatif lokal.

Di satu sisi, ini adalah kesempatan emas. Pelaku industri di Indonesia dan Asia Tenggara bisa belajar dari standar produksi kelas dunia, mendapatkan akses ke IP yang sudah terbukti sukses, dan membuka pintu menuju pasar global.

Namun di sisi lain, ada sebuah risiko kritis. Tanpa strategi yang cerdas, pemain lokal bisa berakhir hanya sebagai "distributor" atau "pembeli" konten, bukan sebagai pencipta yang setara.

Pada akhirnya, K-Content Bizweek 2025 lebih dari sekadar sebuah acara bisnis. Ini adalah sebuah papan catur di mana masa depan industri kreatif regional sedang ditentukan. Hasil dari ratusan pertemuan di lobi-lobi Jakarta itu akan kita rasakan di layar kaca, ponsel, dan buku-buku kita beberapatahunkedepan.

Topik Menarik