Asal Usul Penggunaan Kalender Jawa saat Sultan Agung Berkuasa di Mataram

Asal Usul Penggunaan Kalender Jawa saat Sultan Agung Berkuasa di Mataram

Nasional | sindonews | Jum'at, 27 Juni 2025 - 06:56
share

Penggunaan kalender Jawa konon mulai dikembangkan di era Sultan Agung saat berkuasa di Kerajaan Mataram Islam. Memang di masa Sultan Agung, Mataram berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa. Bahkan wilayah kekuasaan Mataram mulai meluas hingga sisi timur Pulau Jawa.

Sultan Agung sendiri merupakan pengganti Pangeran Hanyakrawati. Ia merupakan raja ketiga dari Kesultanan Mataram, dengan nama lengkap Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrokusumo. Sosok Sultan Agung mengantarkan Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang besar di Pulau Jawa.

Sultan Agung memerintah sebagai raja ketiga setelah Panembahan Senopati dan Pangeran Hanyakrowati. Bernama lengkap memerintah sebagai raja ketiga di Mataram. Di masa pemerintahan Sultan Agung inilah kalender Jawa Islam konon mulai digunakan.

Baca juga: Kisah Belanda Intai Pertempuran Pasukan Kerajaan Mataram dan Banten

Kalender Jawa itu diciptakan memadukan antara kalender Hijriyah Islam, yang dipakai masyarakat pesisir utara dengan Kalender Saka yang dipakai masyarakat pedalaman. Hasilnya terciptalah Kalender Jawa Islam, yang mempersatukan rakyat Mataram. Kalender Jawa itu diawali dengan bulan Suro.Memang saat itu wilayah Mataram ada yang berada di pesisir dan pedalaman, yang masih kental dengan budaya Hindu-Buddhanya. Di tangan Sultan Agung, Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan yang begitu menentang kolonialisme.

Baca juga: Serangan Kerajaan Mataram ke Blambangan Usai Sultan Amangkurat I Dapat Bisikan Ulama

Dikisahkan pada buku "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, karena tekadnya melawan kolonialisme, Sultan Agung pernah menyerang VOC di Batavia. Raja muda yang naik tahta pada usia 20 tahun ini terkenal cukup berani dalam memerangi kolonialisme.

Bahkan saat VOC yang bermarkas di Ambon pada 1614, VOC mengajak Sultan Agung bekerja sama dengan mengirimkan delegasinya ke Mataram. Tetapi permintaan negosiasi ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan Agung.

Nahas empat tahun kemudian pada 1618 Masehi, Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut - larut melawan Surabaya. Meski begitu sulit dan mengalami krisis pangan, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC. Tetapi lambat laun karena melihat rakyatnya mengalami krisis pangan, Sultan Agung akhirnya mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada 1621, Mataram mulai melakukan penjajakan hubungan dengan VOC. Tetapi persyaratan yang dimintai Sultan Agung untuk menyerang Surabaya ditolak.

Sultan Agung tak patah arang, ia mencoba menghadapi penjajah yang terkenal kuat itu. Sultan Agung mencoba memainkan dengan menjalin hubungan dengan Portugis, untuk bersama - sama menghancurkan VOC Belanda.

Dari tekad dan semangat Sultan Agung inilah kekuasaan Mataram coba diperluas hingga ke Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan Sultan Agung berhasil menundukkan Sukadana di wilayah Kalimantan pada 1622.

Setelahnya beberapa daerah di Sumatera yakni Palembang dan sekitarnya dikuasai oleh Mataram pada 1636. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi kala itu.

Sultan Agung berhasil membangun kebesaran dan kejayaan Mataram bukan hanya di atas perang, ekspansi dan pertumbuhan darah, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem - sistem pertanian. Ini merupakan visi misi khas Kerajaan Mataram sebagai kerajaan pedalaman.

Kebijakan ini akhirnya malah mempersempit lahan pertanian rakyat Mataram. Sebab negeri - negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban justru dimatikan. Akibatnya kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Topik Menarik