Warga Sumbar Minta Penulisan Sejarah yang Baru Jangan Lupakan Lagi Bagindo Dahlan Abdullah
Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) berharap pemerintah tidak lagi melupakan tokoh pergerakan penyemai nasionalisme dan bapak kebangsaan Indonesia, Haji Bagindo Dahlan Abdullah dalam penulisan sejarah Indonesia yang tengah dilakukan Kementerian Kebudayaan yang dipimpin Fadli Zon. Dahlan Abdullah, putra Pariaman kelahiran 15 Juni 1895 adalah ketua Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) pada tahun 1917 sebagai ketua termuda dalam sejarah perkumpulan tersebut. Pada usia 22 tahun, Dahlan menjadi orang Indonesia pertama yang menggunakan istilah “Indonesia” dan “Kami Orang Indonesia” (“Wij Indonesier”) sebagai awal konsep Indonesia yang bermakna politis dan merujuk kepada suatu bangsa.
Baca juga: Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Capai 70 Persen, Fadli Zon: Ditulis Sejarawan Profesional, Bukan Aktivis
Kemudian, menjadi tonggak penting dalam pembentukan identitas nasional Indonesia yang ikut menginspirasi semangat persatuan dalam Sumpah Pemuda.
Kontribusi penting Bagindo Dahlan Abdullah baik sebagai tokoh pendidikan, politisi, hingga diplomat pionir seakan lenyap ditelan bumi. Karena itu, perlu ditulis sehingga bangsa ini dapat mengingat perjuangan beliau dalam membela bangsanya.
“Banyak pemikiran dan perjuangan beliau yang terlupakan selama ini, padahal beliau adalah tokoh pergerakan dan tokoh kebangsaan Indonesia. Bahkan, akhir hayat beliau sebagai diplomat pionir untuk negara di Timur Tengah diserahkan untuk bangsanya yang baru merdeka. Kami masyarakat Pariaman khususnya dan Sumbar umumnya berharap tim penulisan sejarah jangan lagi melupakannya,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty yang juga tokoh masyarakat asal Sumbar, Selasa (24/6/2025).Menurut Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPP Polri) ini, Dahlan pertama kalinya mengucapkan kalimat “Wij Indonesier” dalam sebuah ceramah publik yang bernuansa politis dalam acara Indisch Studiecongres dalam rangka lustrum perkumpulan mahasiswa Indologi (Indologenvereeniging) di Leiden pada 23 November 1917.
Bahkan, Dahlan setahun sebelumnya yaitu 1916 atas desakan Soewardi Soerjaningrat berbicara di depan umum untuk pertama kalinya di Kongres Pendidikan Kolonial 1916 (Eerste Koloniaal Onderwijscongres) dan menganjurkan peran guru pribumi dalam pengajaran di Indonesia.
Kiprah Dahlan dalam pergerakan Indonesia banyak tercatat dalam dokumen di Universitas Leiden, almamater dari Dahlan Abdullah dan sejumlah perpustakaan lain di Belanda.
Sosok Dahlan juga ditulis ke dalam buku oleh Dr Suryadi berjudul: Baginda Dahlan Abdullah (1895-1950) Penyemai Nasionalisme Indonesia dan Diplomat Pionir yang Terlupakan dan buku Baginda Dahlan Abdullah-Bapak Kebangsaan Indonesia karya Hasril Chaniago, Nopriyasman, dan Iqbal Alan Abdullah.
Setelah kembali ke Tanah Air tahun 1922, selain aktif mengajar Dahlan terlibat dalam perjuangan kemerdekaan berlanjut di Partai Indonesia Raya (Parindra) seangkatan dengan M Husni Thamrin. Di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan berjuang bersama Soekarno, M Hatta, KH M Mansoer, Ki Hadjar Dewantara, Soetardjo, Prof Dr Hoesein Djajadiningrat, Soekardjo Wirjopranoto, Prof Mr Soepomo, dan lainnya, termasuk menjadi Wali Kota Jakarta hingga menjadi diplomat pionir.Cucu Haji Bagindo Dahlan Abdullah, Dr Mochamad Indrawan mendukung Fadli Zon untuk meluruskan sejarah Indonesia termasuk memasukkan nama tokoh yang sempat disebut-sebut hilang seperti KH Hasyim Asy’ari dan Haji Bagindo Dahlan Abdullah, tokoh pergerakan Indonesia prakemerdekaan di Belanda.
Fadli Zon dalam acara bedah buku Baginda Dahlan Abdullah (1895-1950) Penyemai Nasionalisme Indonesia dan Diplomat Pionir yang Terlupakan karya Dr Suryadi di BRIN, Jakarta, 17 Januari 2024 mengatakan, sudah berkali-kali ziarah ke makam tokoh ini di Baghdad terakhir 11 November 2023.
Dahlan dimakamkan di tempat terhormat di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani di Baghdad, Irak atas saran H Agus Salim. Bahkan, Irak menyatakan libur nasional lima hari ketika Dahlan Abdullah meninggal dunia.
Dalam dunia pendidikan, Dahlan turut mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kelak menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta melalui rapat Masyoemi tahun 1945 bersama tokoh besar lain seperti KH Abdul Wahid, KH Bisri, KH Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, KH Mas Mansur, KH Hasyim, KH Faried Ma’ruf, KH Abdul Mukti, KH Imam Ghazali, Dr Soekiman Wirjosandjojo, Wondoamiseno, Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Mr Moch Roem, dan lainnya.
Dahlan Abdullah lahir di Pasia, Pariaman pada 15 Juni 1895 dan meninggal dunia dalam tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Irak, Syria, dan Trans-Jordania pada 12 Mei 1950. Kemudian, dimakamkan dengan upacara kebesaran di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani di Baghdad, Irak.
Bagindo Dahlan Abdullah satu sekolah dengan Tan Malaka di Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Mereka adalah teman sekelas. Lulus dari Kweekschool, atas sokongan keluarga dan karena kepandaiannya, Dahlan dikirim belajar ke Belanda bersama dua sepupunya, Zainuddin Rasad dan Jamaluddin Rasad.
Dalam beberapa catatan menunjukkan, ketika M Hatta di Belanda dia pernah menginap di tempat Dahlan Abdullah. Ini menunjukkan mereka berdua sahabat dekat, bahkan Dahlan menemani Hatta berkeliling Eropa sekaligus mengenalkannya pada tokoh-tokoh nasionalis Indonesia di sana.