Media Iran: Berapa Banyak Peti Mati Tentara AS yang Akan Dipulangkan Trump demi Membela Israel?
MediaIran, Tehran Times, menerbitkan laporan yang menanyakan berapa banyak peti mati tentara Amerika Serikat (AS) yang akan dipulang Presiden Donald Trump dari Timur Tengah demi membela Israel. Itu isyarat bahwa pangkalan Amerika di kawasan itu telah dibidik militer Teheran.
Menurut laporan tersebut, Asia Barat tengah menyaksikan skenario yang telah lama ditakutkan. Selama bertahun-tahun, analis, pejabat, dan politisi memperingatkan Israel dan Amerika Serikat bahwa setiap serangan terhadap Iran akan memicu gelombang pembalasan yang menghancurkan dari Angkatan Bersenjata Iran dan membuka pintu gerbang bagi pertikaian regional dengan gaung internasional.
"How many coffins will Trump send home for the sake of Israel? (Berapa banyak peti mati yang akan dikirim Trump pulang demi Israel?)" demikian judulartikel tersebut, yang diterbitkan Sabtu (21/6/2025).
Baca Juga: Iran Sembunyikan Material Nuklir dari Serangan Israel, Zionis dan AS Makin Sulit Menemukannya
Namun pada 13 Juni, Israel dan Amerika memutuskan bahwa mereka bersedia menanggung beban pembalasan itu jika itu berarti menghilangkan program nuklir Iran dan mengganggu stabilitas pemerintah Iran.
Analis menduga bahwa rencana Israel adalah menyerang Iran dengan dukungan Amerika, sehingga melindungi AS dari konsekuensi langsung. Laporan itu melanjutkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump yakin bahwa setelah membunuh komandan tertinggi Iran dan menyerang situs nuklir dan militer negara itu, Iran akan kekurangan kepemimpinan dan sumber daya untuk melancarkan serangan balasan yang efektif. "Mereka juga berasumsi bahwa rakyat Iran akan mendukung agresor asing itu, membantu membubarkan sisa-sisa pemerintahan Iran," lanjut laporan Tehran Times.
Menurut media Iran tersebut, delapan hari setelah perang, tidak satu pun dari tujuan tersebut yang terpenuhi. Situs nuklir dan kemampuan militer Iran sebagian besar masih utuh. Israel tidak dapat lagi mempertahankan kampanye udara intensif yang diluncurkannya pada hari pertama. Rakyat Iran lebih bersatu dari sebelumnya dan terlebih lagi, generasi baru pemimpin militer Iran, yang mengambil alih komando dalam beberapa jam setelah pembunuhan pendahulu mereka, melepaskan rentetan rudal tanpa henti ke wilayah pendudukan.
"Kota-kota besar Israel, termasuk Tel Aviv, Haifa, dan Be'er Sheva, telah mengalami kerusakan yang signifikan, dan kepercayaan publik merosot karena rakyat Israel menyadari bahwa otoritas mereka memulai perang yang tidak dapat mereka menangkan, membahayakan orang-orang yang telah mereka janjikan akan memasuki ruang 'paling aman' bagi orang Yahudi," imbuh laporan tersebut.Seruan untuk campur tangan Amerika semakin meningkat di Israel. Media-media berbahasa Ibrani semakin banyak melaporkan kurangnya sumber daya militer dan ekonomi rezim Israel untuk mempertahankan perang yang berkepanjangan dan tak terduga dengan Iran, terutama mengingat persenjataan rudal Iran yang tersisa dalam jumlah besar.
Pejabat rezim Zionis dilaporkan mendesak AS untuk campur tangan secara langsung, dan meluluhlantakkan situs nuklir Iran dengan amunisi penghancur bunker yang tidak dimiliki Israel, sehingga memungkinkan Israel untuk menyatakan kemenangan.
Demi Medali Emas, Timnas Futsal Indonesia Bertekad Akhiri Dominasi Thailand di SEA Games 2025
Sementara itu, Iran telah mengakui bantuan Amerika Serikat kepada Israel telah menyebabkan kematian lebih dari 400 warga Iran dan cedera pada lebih dari 2.000 orang lainnya, banyak di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
Namun, Iran, setidaknya untuk saat ini, memilih untuk mengecualikan AS dari pembalasan langsung. Teheran terus menargetkan situs militer, politik, dan strategis yang penting di Israel, tetapi telah memperingatkan bahwa mereka akan menganggap keterlibatan langsung AS dalam perang sebagai garis merah, yang memicu respons terhadap kepentingan Amerika.
Konsekuensi AS Menyerang Iran
Lebih lanjut, laporan itu menelaah daftar konsekuensi potensial yang akan dihadapi AS–dan bahkan seluruh dunia–jika menyerang Iran secara langsung.
1. Puluhan Ribu Warga AS dalam Bidikan Iran
Pertama dan terutama, penempatan personel dan aset AS di Asia Barat membuatnya sangat rentan terhadap potensi pembalasan Iran, karena mereka mudah berada dalam jangkauan rudal dan pesawat nirawak Iran.
Sekitar 50.000 personel Amerika dikerahkan di wilayah tersebut di bawah komando Pentagon, dan AS telah menginvestasikan miliaran dolar di 19 pangkalannya di seluruh Asia Barat, termasuk di Irak, Bahrain, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA).Laporan Tehran Times menyebutkan serangan yang berhasil oleh pasukan Perlawanan Irak dan Suriah terhadap pangkalan-pangkalan Amerika pada tahun 2023 dan 2024, yang dilakukan sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Gaza, menunjukkan bahwa meskipun ada investasi finansial yang signifikan dalam keamanan, pangkalan-pangkalan tersebut tetap rentan terhadap kerusakan dan kehancuran.
Mengingat kemampuan pasukan Perlawanan yang terbukti untuk secara efektif menargetkan aset Amerika dengan pesawat nirawak yang relatif tidak canggih, hampir dapat dipastikan bahwa Iran dapat menghancurkan lokasi-lokasi ini dengan persenjataan canggihnya, yang telah menembus berbagai lapisan pertahanan Israel, Barat, dan Arab di dalam dan di sekitar wilayah pendudukan.
"AS tidak dapat begitu saja melancarkan operasi militer di Iran dan menarik diri. AS akan terseret ke dalam konflik yang jauh melampaui skala perang di Irak dan Afghanistan," kata Mahdi Khanalizadeh, seorang pakar Asia Barat.
"Itu akan mengakhiri masa jabatan kepresidenan Trump jauh lebih cepat daripada tiga tahun yang tersisa."
2. Penutupan Selat Hormuz
Sekitar setengah dari cadangan minyak dan gas dunia berada di atau dekat Teluk Persia, dan sebagian besar sumber daya ini yang ditujukan untuk pasar global harus melewati Selat Hormuz, jalur sempit maritim di bawah kendali Iran.
Badan Informasi Energi Amerika Serikat menyebut selat ini sebagai "titik transit minyak paling penting di dunia", dengan sekitar seperempat dari total konsumsi minyak bumi dunia yang melewatinya.Esmail Kowsari, anggota Parlemen Iran dan mantan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), baru-baru ini menyatakan bahwa penutupan jalur air itu "sedang dipertimbangkan" dan bahwa Iran akan "membuat keputusan terbaik dengan tekad."
Keterlibatan langsung Washington dalam perang tersebut tentu saja akan mendorong Iran untuk mengambil langkah ini dan menutup Selat Hormuz. Laporan media Barat menunjukkan Iran memiliki Angkatan Laut yang kuat dan telah memposisikan pasukannya untuk mengambil tindakan jika AS memulai agresinya terhadap Iran.
Analis memperingatkan bahwa penutupan Selat Hormuz akan memicu kekacauan ekonomi di seluruh dunia. Penghentian segera sejumlah besar pasokan minyak global akan memicu lonjakan harga besar-besaran, melumpuhkan industri, dan mendorong inflasi.
Resesi global kemungkinan akan terjadi karena bisnis berjuang dengan peningkatan biaya dan konsumen memangkas pengeluaran. Perdagangan akan sangat terganggu, rantai pasokan akan runtuh, dan ketegangan geopolitik akan meningkat. Asia Timur dan Eropa, yang sangat bergantung pada minyak Teluk Persia, akan sangat rentan, seperti halnya negara-negara Teluk Persia sendiri, meskipun mereka memiliki cadangan.
AS mungkin dapat menahan diri terhadap gangguan tersebut lebih baik daripada negara-negara lain karena produksi minyaknya sendiri yang tinggi. Namun, ekonomi dan konsumennya masih akan menghadapi konsekuensi finansial yang menghancurkan dari penutupan tersebut.
3. Basis Trump Sendiri Juga Dipertaruhkan
Amerika Serikat sekarang menghadapi kenyataan bahwa Iran tetap tak terkalahkan dan, menurut Scott Ritter, mantan petinggi Korps Marinir AS dan inspektur senjata PBB."Pertanyaan kritis sekarang," kata Ritter, "adalah apakah Amerika Serikat akan menahan diri dari intervensi langsung, mengejar diplomasi untuk mencegah eskalasi cepat konflik ini, atau apakah akan langsung memasuki perang untuk menyelamatkan Israel dari kekalahan."
Ritter berpendapat bahwa memilih jalan yang terakhir akan merugikan Trump sebagian besar basis domestiknya. Para pemilih ini mendukungnya berdasarkan janjinya untuk mengakhiri perang di Ukraina dan konflik di Gaza. Trump berjanji untuk mengutamakan Amerika, dan membahayakan nyawa 40.000 warga Amerika, menaikkan harga minyak hingga USD500 per galon, dan memicu bencana lingkungan di Asia Barat akan menjadi pengkhianatan yang nyata terhadap janji itu.
"Perang antara Iran dan Israel tidak merupakan keharusan keamanan nasional bagi Amerika Serikat. Mengubahnya menjadi keharusan akan mengasingkan jutaan orang yang memilih Trump yang percaya pada janjinya untuk menjadi presiden yang menjunjung tinggi perdamaian," paparnya."
4. Serangan AS Tak Menjamin Akan Hancurkan Situs Nuklir Iran
Terakhir, dalam daftar alasan mengapa tidak bijaksana bagi AS untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, adalah karena tidak pasti apakah bom "Bunker Buster" GBU-57 Amerika akan mampu menghancurkan situs-situs nuklir Iran, yang terpenting adalah Fordo.
Terkubur jauh di bawah gunung, fasilitas nuklir Fordo dilindungi oleh batuan dasar setebal hampir 100 meter, yang menciptakan kesulitan besar bahkan untuk bom penghancur bunker yang paling kuat sekalipun.
Sementara AS memiliki GBU-57, senjata besar yang dirancang khusus untuk target tersebut, para ahli mempertanyakan apakah beberapa serangan langsung dapat menjamin kehancuran fasilitas tersebut. Ketepatan dan jumlah bom yang dibutuhkan, bersama dengan risiko inheren dari operasi yang rumit tersebut, berkontribusi pada ketidakpastian tersebut.










