Lidah Bule vs Lokal: Saat Soto Daging Jadi Pahlawan di Tengah Pesta Makanan Sehat Formula E
Di balik deru senyap mobil-mobil balap listrik yang membelah udara Ancol, sebuah "pertarungan" lain yang tak kalah seru justru terjadi di belakang layar, tepatnya di meja makan Media Center Jakarta E-Prix 2025. Di sinilah lidah para jurnalis dari berbagai penjuru dunia bertemu dengan selera khas para pewarta tanah air.
Di satu sisi, tersaji sebuah surga makanan sehat berstandar internasional—mulai dari croissant, sandwich vegan, hingga salad eksotis Grilled Corn Couscous Kale—sebuah upaya mulia dari penyelenggara untuk memanjakan para tamu asing. Namun, di sisi lain, menu-menu ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi lidah lokal.
Pesta Sehat yang 'Asing'
Harus diakui, penyelenggara tidak main-main dalam menyajikan hidangan. Komitmen pada gaya hidup sehat dan berkelanjutan terasa kental, bahkan hingga ke penyediaan air minum dengan konsep zero waste menggunakan gelas daur ulang.Namun, bagi sebagian jurnalis Indonesia, pesta makanan sehat ini terasa seperti sebuah petualangan kuliner yang asing.
"Sehat banget makanannya," ujar Rarindra, salah satu jurnalis Indonesia yang bertugas meliput, sambil tersenyum. "Ini tuh cous cous, tapi beda sama yang pernah aku makan. Rasanya agak aneh buat orang Indonesia, ada asem-asem yang nggak pernah kita makan. Sandwich-nya juga nggak cocok. Makannya bule banget," ungkapnya jujur.Pengalamannya ini adalah cerminan dari dilema yang sering terjadi di acara-acara internasional: bagaimana cara memuaskan selera global tanpa mengasingkan selera lokal?
Sang Pahlawan Tak Terduga
Di tengah petualangan rasa yang "asing" itu, sebuah aroma yang sangat familiar tiba-tiba muncul dan menjadi penyelamat. Di sudut ruang makan, tersaji semangkuk hidangan yang menjadi pahlawan tak terduga hari itu."Tapi beruntung tadi ada soto daging dan nasi," kata Rarindra dengan nada lega.
Kehadiran soto daging dan nasi ini lebih dari sekadar makanan. Ini adalah sebuah sentuhan personal, sebuah bukti bahwa di tengah upaya untuk menjadi tuan rumah kelas dunia, penyelenggara tidak melupakan "akar" dan kearifan lokal. Ini adalah sebuah simbol keramahan khas Indonesia yang memastikan semua orang, tak peduli dari mana asalnya, bisa merasa "pulang ke rumah".
Pada akhirnya, apa yang terjadi di Media Center Formula E Jakarta 2025 bukan hanya tentang menyajikan makanan.
Ini adalah tentang menciptakan sebuah jembatan budaya di atas meja makan. Sebuah kisah di mana salad cous cous dan soto daging bisa hadir berdampingan, membuktikan bahwa sebuah perhelatan global bisa sukses justru karena kemampuannya untuk menghargai hal-hal yang paling lokalsekalipun.