Bima Arya Bilang Kepmendagri soal 4 Pulau Aceh Masuk Sumut Bisa Berubah

Bima Arya Bilang Kepmendagri soal 4 Pulau Aceh Masuk Sumut Bisa Berubah

Nasional | sindonews | Senin, 16 Juni 2025 - 18:15
share

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang mengatur empat pulau di Aceh masuk Sumatera Utara (Sumut) bisa berubah. Hal ini juga telah ditegaskan sebelumnya oleh Mendagri Tito Karnavian.

Diketahui, Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025 menetapkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Padahal, sebelumnya empat pulau itu masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil. “Seperti yang juga disampaikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri, tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki,” kata Bima Arya dalam konferensi persnya di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

Baca juga: Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut, Bima Arya Akui Masukan JK Penting Jadi Rujukan

Kendati demikian, dia menegaskan bahwa Kemendagri dalam mengambil keputusan perlu mendengar, menimbang, dan mempelajari berbagai data dan perspektif.

Di sisi lain, Bima Arya memastikan Mendagri juga telah berkomunikasi secara intensif dengan semua pemangku kepentingan dalam rangka memutuskan terkait status kepemilikan 4 pulau yang belakangan menjadi polemik ini.

“Selama ini Pak Menteri Dalam Negeri sangat intens berkomunikasi dengan Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Aceh, dan juga menyampaikan langsung kepada Bapak Presiden, Pak Mensesneg, dan teman-teman di DPR,” ujarnya.

Baca juga: Bima Arya Sebut Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 Bukan Cuma 4 Pulau: Ada 4.000 Lebih Lampiran

Diketahui, keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyerahkan 4 pulau di Aceh untuk Sumatera Utara (Sumut) dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menjadi polemik. Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka menilai keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyerahkan 4 pulau di Aceh untuk Sumatera Utara (Sumut) batal demi hukum. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengingatkan bahwa Indonesia negara hukum, bukan hukum rimba.

"Indonesia Negara Hukum, yang berlaku adalah hukum positif, bukan hukum rimba," ujar Rieke dalam video di akun Instagram @riekediahp, dikutip Senin (16/6/2025).

Baca juga: Rieke Diah Pitaloka Nilai Keputusan Mendagri Serahkan 4 Pulau Aceh ke Sumut Batal Demi Hukum

Rieke menegaskan, justru Aceh juga sangat berjasa dengan kemerdekaan Indonesia. "Ingat Sejarah, Radio Rimba Raya Aceh Selamatkan Indonesia dari Agresi Belanda!" kata Rieke.

Rieke mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang langsung mengambil alih penyelesaian polemik Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh atas 4 pulau, meliputi Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang tersebut. "Mengingatkan bahwa para menteri adalah pembantu Presiden. Presiden Indonesia saat ini adalah Presiden Prabowo Subianto," tegas Rieke.Rieke menekankan, Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah diatur jenis dan hierarki peraturan perundangan. Penjenjangan dalam hierarki yang dimaksud menunjukkan peraturan perundangan yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan di atasnya.

Baca juga: Anwar Abbas Ingatkan Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Bisa Menimbulkan Disintegrasi

"Sementara, keputusan Mendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 terindikasi kuat bertentangan dengan peraturan perundangan dan mencederai akta perdamaian Helsinki," katanya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengingatkan bahwa masalah sengketa kepemilikan empat pulau yang melibatkan Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut) bisa menimbulkan disintegrasi bangsa jika gagal ditangani dengan baik. Dia berharap kepada Presiden Prabowo Subianto agar masalah keempat pulau yang telah memantik terjadinya dinamika politik tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

"Sebab kalau kita gagal menangani masalah ini maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi," ujarnya dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

Dia mengatakan bahwa bangsa ini betul-betul lelah menghadapi konflik bersenjata yang berlangsung puluhan tahun di Aceh antara pihak pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Banyak korban telah berjatuhan di kedua belah pihak.

"Tapi untunglah akhirnya kita bisa berdamai melalui Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005," tuturnya.

Topik Menarik