Hasil Sidang ILC ke-113 di Jenewa Jadi Acuan Reformasi Ketenagakerjaan Indonesia
Sidang ke-113 Konferensi Perburuhan Internasional atau International Labour Conference (ILC) di Jenewa resmi ditutup. Forum yang diselenggarakan Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) di Swiss pada 2–13 Juni 2025 itu menghasilkan sejumlah keputusan penting yang bisa menjadi dasar bagi reformasi ketenagakerjaan di Indonesia.
Perwakilan delegasi Indonesia dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Caitu AGN William Yani Wea mengatakan, selama sidang ILC, delegasi Indonesia unsur Pekerja kompak memperjuangkan permasalahan pekerja dari hulu hingga hilir
"Keikutsertaan Indonesia dalam ILC 2025 mencerminkan komitmen nasional untuk mendorong kerja layak, memperkuat perlindungan pekerja, dan berkontribusi dalam penyusunan masa depan kerja yang lebih adil di tengah dinamika dunia kerja global. Hasil diskusi di Jenewa akan menjadi landasan penting reformasi ketenagakerjaan di Indonesia," kata William, Jumat (13/6/2025).
Baca juga: Hadiri ILC di Jenewa, KSPSI AGN Dorong Perlindungan Pekerja Digital dan Hak-hak Buruh
William Yani yang duduk dalam Komite Penerapan Standar atau Committe on the Application of Standards (CAS) menjelaskan, partisipasi Indonesia dalam komite ini merupakan wujud nyata kepedulian terhadap prinsip kerja layak, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap hak asasi pekerja. Untuk itu, dalam sesi pembahasan dia memaparkan praktik baik perburuhan dari Indonesia seperti mekanisme pengaduan peserta magang, panduan praktik kerja lapangan (PKL), serta pelatihan pelatih berbasis etika, digitalisasi, dan keberlanjutan peran Serikat Pekerja di negara negara anggga ILO.
Baca juga: Delegasi Buruh di Jenewa Lega Konferensi ILO Adopsi Konvensi untuk Atur Pekerja Platform
“Pekerjaan yang setara adalah jembatan menuju kerja layak dan SDM Indonesia yang kompetitif di tingkat global," ungkap Willi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IMPPI (Informal Migran Pekerja Profesional Indonesia).
Sementara itu, Afif Johan yang tergabung dalam Komite Ekonomi Platform menegaskan perlunya perlindungan bagi pekerja seperti ojek daring, kurir digital, dan freelancer dalam sesi ekonomi platform digital yang untuk pertama kalinya dibahas di ILC.
“Pekerja platform adalah bagian dari ekonomi masa kini dan harus dilindungi dengan jaminan sosial, upah layak, dan kondisi kerja yang aman,” ujar Afif. Ia juga menekankan pentingnya kebijakan berbasis data dan penguatan dialog sosial.Selain itu, Delegasi Indonesia turut menyampaikan pandangan terhadap isu global lainnya, antara lain, dampak AI terhadap masa depan pekerjaan (25 pekerjaan berisiko terdampak); Proyeksi penciptaan 53 juta pekerjaan baru secara global berdasarkan WESO 2025; Penetapan standar keselamatan biologis di tempat kerja; Revisi Konvensi Maritim untuk hak pelaut; Program dan anggaran ILO 2026–2027; serta Kontribusi terhadap KTT Sosial Dunia 2025 di Doha.
Partisipasi aktif Indonesia, khususnya unsur pekerja, mendapat apresiasi dunia internasional sebagai representasi suara pekerja yang berbasis bukti dan kolaboratif.
Konferensi Perburuhan Internasional bukan sekadar forum diplomasi, tetapi momentum strategis memperjuangkan keadilan sosial, kerja layak, dan masa depan dunia kerja yang adaptif. Delegasi pekerja Indonesia menunjukkan peran aktif dalam membentuk arah kebijakan global demi perlindungan dan pemberdayaan pekerja di tanah air.
Delegasi Indonesia yang menghadiri ILC terdiri atas unsur pemerintah, serikat pekerja, dan asosiasi pengusaha. Kehadiran Indonesia pada ajang tertinggi di sistem perburuhan internasional ini menegaskan komitmen nasional untuk memperkuat perlindungan pekerja di era digital dan mendorong penegakan hak-hak buruh di tingkat global.
ILC merupakan ajang pertemuan negara-negara anggota ILO untuk menyusun kebijakan, mengawasi pelaksanaan konvensi, dan merumuskan standar ketenagakerjaan global. ILC 2025 juga membahas topik-topik, seperti standar baru tentang bahaya biologis di tempat kerja, strategi transisi dari pekerjaan informal ke formal, revisi atas Konvensi Ketenagakerjaan Maritim (MLC 2006), dan pemantauan situasi ketenagakerjaan di negara-negara dalam krisis, seperti Myanmar.









