Kutukan CEO Nissan: Akankah Ivan Espinosa Jadi Tumbal Berikutnya di Tengah Badai Industri?

Kutukan CEO Nissan: Akankah Ivan Espinosa Jadi Tumbal Berikutnya di Tengah Badai Industri?

Otomotif | sindonews | Jum'at, 6 Juni 2025 - 19:00
share

Di tengah era paling kacau dalam sejarah industri otomotif modern, Ivan Espinosa melangkah masuk ke salah satu kursi terpanas di dunia korporat: CEO Nissan. Ia adalah nakhoda keempat yang mencoba memegang kemudi raksasa otomotif Jepang ini hanya dalam delapan tahun—sebuah statistik yang lebih mirip sinyal bahaya ketimbang tanda stabilitas.

Espinosa mengambil alih komando di saat Nissan, dan industri secara keseluruhan, sedang terhuyung-huyung. Penjualan mobil listrik (EV) yang melambat, gempuran merek-merek China yang agresif, serta ancaman tarif dagang yang siap menggerus laba adalah badai sempurna yang harus ia hadapi.

Maka, ketika ia berbagi nasihat kepemimpinan, kata-katanya terdengar bukan seperti petuah bijak dari puncak menara gading, melainkan seperti strategi bertahan hidup dari dalam parit peperangan.

“Tetaplah optimis, karena lingkungannya sangat berat, dan Anda tidak mau kewalahan," ujar Espinosa kepada CNBC dalam sebuah wawancara. "Jika Anda kewalahan, Anda bisa lumpuh—dan kelumpuhan bukanlah yang Anda butuhkan saat ini. Anda harus terus bergerak."

Sebuah mantra yang mudah diucapkan, namun sangat sulit dijalankan. Terlebih, krisis kepemimpinan ini bukan hanya milik Nissan. Di seluruh sektor, para CEO berada di bawah tekanan hebat untuk menavigasi ketidakstabilan geopolitik, ketidakpastian ekonomi, dan perubahan teknologi yang brutal.Banyak yang tak sanggup bertahan. Data dari Challenger, Gray & Christmas melukiskan gambaran suram: jumlah CEO yang lengser di perusahaan-perusahaan AS melonjak 38 hanya pada bulan Desember saja. Sepanjang 2024, rekor mengerikan tercipta dengan 2.221 CEO mengundurkan diri—angka tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 2002.

Pemimpin Keras Kepala Sudah Mati?

Espinosa percaya, di era turbulensi ini, model CEO "tangan besi" yang keras kepala sudah tidak relevan lagi."Ini adalah lingkungan yang sangat bergejolak. Di masa lalu, beberapa CEO sangat keras kepala, sangat menolak perubahan. Saya pikir sekarang Anda harus tetap terbuka, dan tetap fleksibel," tegasnya.

Namun, di balik retorika "kolaborasi" dan "diskusi terbuka" yang ia usung, tersembunyi sebuah realitas yang jauh lebih keras. Sesaat setelah menjabat, salah satu langkah pertama Espinosa adalah mengumumkan rencana untuk memangkas 11.000 pekerjaan dan menutup tujuh pabrik sebagai bagian dari restrukturisasi besar-besaran. Sebuah ironi tajam: untuk menjadi fleksibel, perusahaan harus terlebih dahulu memotong "beban"-nya.

Filosofi kepemimpinannya yang paling berisiko mungkin terungkap dalam pernyataannya tentang pengambilan keputusan.

"Kita harus bergerak cepat. Kita harus membuat keputusan di tempat. Dan Anda harus nyaman membuat keputusan bahkan ketika Anda tidak memiliki 100 informasi yang tersedia," kata Espinosa. "Lebih baik bergerak lalu mengoreksi arah daripada hanya duduk dan menunggu."

Bagi sebagian orang, ini adalah kepemimpinan yang berani dan adaptif. Bagi yang lain, ini terdengar seperti perjudian tingkat tinggi—sebuah resep untuk potensi bencana jika keputusan yang diambil salah arah.Dengan pengalamannya yang panjang di Nissan sejak 2003, Espinosa bukanlah orang baru. Namun, tugasnya kali ini adalah yang terberat: membalikkan tren penjualan yang menurun dan menangkis serangan kompetitor yang tak kenal ampun, sambil memastikan tim internalnya tetap solid.

"Apa yang tidak bisa Anda biarkan terjadi dalam situasi yang sangat kompleks hari ini adalah memiliki tim yang tidak memiliki tujuan yang sama," tutupnya.

Pertanyaannya kini adalah, mampukah filosofi "cepat, fleksibel, dan terkadang buta" ini benar-benar menyelamatkan Nissan? Atau Ivan Espinosa hanya akan menjadi nama berikutnya dalam daftar panjang para pemimpin yang ditelan oleh badai kekacauanindustriini?

Topik Menarik