Raja Jayanegara Naik Takhta di Usia 15 Tahun Dihadapkan Pertentangan Wangsa dan Konflik Keluarga
RAJA kedua Kerajaan Majapahit, Jayanagara naik takhta di usia muda, yakni 15 tahun. Dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Raden Wijaya pendiri Majapahit yang meninggal dunia. Jayanagara merupakan anak dari Raden Wijaya hasil pernikahannya dengan Dyah Petak, yang merupakan istri terakhir yang dinikahinya.
Saat naik tahta, Jayanagara kemudian memakai gelar Abhiseka Sri Sundarapadnyadewadhiswarana Maharajabhiseka Wikramottunggadewa. Secara kejiwaan Raja Jayanagara adalah seorang raja yang masih berusia sangat muda ketika tampil dalam tampuk kepemimpinan Majapahit, yaitu kurang lebih berumur 15 tahun di mana emosinya sering tidak terkontrol.
Baca juga: Sirnanya Kekebalan Raja Jayanegara dan Akhir Kisah PerselingkuhanSaat naik tahta itulah terjadi pertentangan antara Wangsa Rajasa, dan para pendukung setianya yang dipelopori oleh Mahapatih Nambi, sehingga menimbulkan pertentangan internal di istana Majapahit. Suasana internal kerajaan saat itu cukup berantakan.
Dikutip dari buku "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur", suasana ketidaknyamanan itu dirasakan antara raja dan patihnya dan di antara keduanya memang mempunyai hubungan yang kurang baik. Kecurigaan kerap timbul di antara kedua belah pihak.Memang tidak bisa menilai dengan detail suasana pertentangan politik, yang terjadi antara Wangsa Rajasa yang ingin memunculkan keturunan Gayatri yang merupakan putri keempat Sri Kertanegara, dengan dukungan Maha Patih Nambi berhadapan dengan Sri Jayanagara yang didukung oleh Wangsa Sinelir dan ibunya Parameswari, maupun kenapa putri kedua dan ketiga Sri Kertanegara tidak memperoleh dukungan dari Wangsa Rajasa.
Tokoh baru bernama Mahapati, memang tidak mengenal nama tokoh Mahapati, yang pada waktu awal konon perjuangan dan pendirian Majapahit, namun tokoh ini tiba-tiba muncul pada saat Mpu Sora sedang terbelit kasus pembunuhan Kebo Anabrang.
Baca juga: Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit
Akan tetapi, dari perilaku politik, tokoh Mahapati ini selalu bertentangan dan menjatuhkan tokoh-tokoh yang setia dengan Wangsa Rajasa. Oleh karena itu, karena latar belakang ibunda Jayanagara yang dekat dengan Wangsa Sinelir bisa dinilai bahwa tokoh Mahapati adalah penasihat utama wangsa ini.
Demikian juga penggunaan nama Mahapati yang begitu mirip dengan jabatan pelaksana pemerintahan yang dipegang Mpu Nambi, maka paling tidak Raja Jayanagara mulai mempercayakan pelaksanaan pemerintahan secara informal pada tokoh ini. Sehingga menimbulkan ketidaknyamanan terhadap Mpu Nambi sebagai seorang yang resmi menyandangnya.









