Fadli Zon Sebut 113 Sejarawan Dilibatkan dalam Penulisan Ulang Sejarah Nasional
Menteri Kebudayaan Fadli Zon melibatkan lebih dari 100 sejarawan yang berlatar belakang akademisi, arkeolog, hingga ilmuwan humaniora lainnya dalam proyek penulisan ulang sejarah. Menurut Fadli, penulisan ulang sejarah ini ditujukan untuk membuat sejarah versi Indonesia sentris.
Hal itu disampaikan Fadli Zon saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025). Dalam rapat itu, Fadli turut membawa lima jilid buku sejarah.
"Ini buku lima jilid dipakai sampai 1950-an, tentu versinya, perspektifnya perspektif kolonialis. Nah, yang ingin kita perbaharui, yang ingin kita buat adalah Indonesia sentris. Jadi perspektif Indonesia, karena dalam perspektif Belanda berbeda dengan perspektif Indonesia," jelas Fadli.
Dalam menyusun ulang sejarah, Fadli menyampaikan, pihaknya melibatkan 113 sejarawan yang terdiri dari guru besar, profesor, atau doktor di bidang sejarah.
"Jadi kita telah membuat satu tim, yang melibatkan 113 penulis. 113 ini adalah sejarawan, apakah itu guru besar, profesor atau doktor di bidang sejarah, termasuk ada arkeolog, ada yang latar belakangnya arsitektur dari 34 pergurusn tinggi dan 8 institusi, dan 113 penulis," kata politikus Partai Gerindra tersebut.
Selain itu, Fadli berkata, ada 20 editor jilid dan tiga editor umum juga dilibatkan dalam proyek penulisan ulang sejarah. Ia mengatakan, pihak yang terlibat dari kalangan akademisi, arkeolog, geografi, sejarawan, hingga ilmuwam humaniora lainnya.
"Kita berharap rekonstruksi ini terhadap masa lalu bangsa Indonesia ini dianggap penting sebagai himpunan dari perjalanan sejarah bangsa untuk membentuk national identity atau reinventing Indonesian identity dalam perspektif secara Indonesia sentris, sebagai bangsa merdeka, berdaulat," ucap Fadli.
Menurut Fadli, penulisan ulang sejarah ini bukan dari nol. "Jadi buku-buku ini menjadi suatu acuan utama, begitu juga Indonesia dalam arus sejarah dan sejarah nasional Indonesia, tentu buku Belanda ini tidak kita jadikan acuan. Dan ini mengungkap secara garis besar sekali lagi, aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, rencana penulisan ulang sejarah yang meliputi awal lahirnya masyarakat Nusantara hingga pasca-Reformasi menuai polemik. Beragam komentar bermunculan, termasuk dari Ketua DPR Puan Maharani yang tegas meminta agar jangan ada pengaburan sejarah.
Buku sejarah ini ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025 atau tepatnya pada HUT Kemerdekaan ke-80 RI. Adapun alasan utama revisi ini menurut Kemenbud adalah untuk menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengomentari wacana pemerintah yang hendak melakukan penulisan ulang sejarah. Puan menyebut DPR RI terus mengawal wacana tersebut.
Menurut Puan, DPR melalui Komisi X selalu melakukan pengawasan dengan meminta penjelasan maksud dari wacana tersebut. Yang jelas, menurutnya, penulisan ulang sejarah tidak boleh serta-merta mengaburkan apa yang tercatat pada sejarah.
"Yang penting jangan ada pengaburan atau penulisan ulang sejarah tetapi kemudian tidak meluruskan sejarah," ucap Puan Maharani kepada wartawan di Komples Parlemen, Selasa (20/5/2025).
