Asal-usul Yerusalem, Kota Suci 3 Agama yang Diakui Trump sebagai Ibu Kota Israel

Asal-usul Yerusalem, Kota Suci 3 Agama yang Diakui Trump sebagai Ibu Kota Israel

Global | sindonews | Kamis, 13 Februari 2025 - 13:42
share

Asal-usul Yerusalem menarik diketahui. Kota suci tiga agama ini pernah diakui secara sepihak oleh Donald Trump—selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden Amerika Serikat (AS)—sebagai Ibu Kota Israel.

Sebagian orang menganggap Yerusalem sebagai salah satu tempat tersuci di dunia. Keberadaannya menjadi sangat penting bagi tiga agama samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi (Yudaisme).

Selain itu, Yerusalem dalam perkembangannya juga dikenali sebagai salah satu titik konflik antara Israel dan Palestina karena masing-masing mengakuinya sebagai ibu kota. Lebih jauh, seperti apa sebenarnya sejarah Yerusalem ini?

Asal-usul Yerusalem

Yerusalem merupakan salah satu kota tertua di dunia yang memiliki nilai spiritual mendalam bagi pemeluk Islam, Kristen, dan Yahudi. Kota ini juga telah menjadi pusat peradaban dan konflik selama ribuan tahun, serta memiliki sejarah yang kompleks serta penuh dinamika.

Mengutip Al Jazeera, Yerusalem diperkirakan telah dihuni sejak 4000 SM (Sebelum Masehi). Nama paling awal yang diketahui adalah Jebusite, terjemahan dari sebuah kota Kanaan.

Di sana, kemudian datang orang-orang Filistin yang diyakini sebagai nenek moyang paling awal orang Palestina saat ini. Mereka lalu bermukim di sepanjang pesisir Laut Tengah yang membentang dari Jaffa hingga Jalur Gaza, dan berada di wilayah Kanaan selama berabad-abad.

Kondisi mulai berubah sekitar 1000 SM. Kala itu, Raja Daud dari Bani Israel menaklukan Yerusalem dan membentengi kota.

Beberapa waktu bertahan, pada 586 SM, Yerusalem jatuh ke tangan bangsa Babilonia. Nebukadnezar menghancurkan bangunan-bangunan penting di sana termasuk Bait Suci, lalu mengasingkan orang Yahudi.

Sekitar 50 tahun setelahnya, Raja Persia Cyrus mengizinkan orang-orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem dan memperbaiki Bait Suci. Pada 332 SM, kekuasaan kembali berpindah kepada Great Alexander.

Selama beberapa ratus tahun berikutnya, Yerusalem ditaklukkan dan diperintah oleh berbagai penguasa. Di antaranya termasuk Romawi, Persia, Arab, Fatimiyah, Turki Seljuk, Tentara Salib, Mesir, Mamluk, dan lainnya.

Pada era Romawi, kota Betlehem dekat Yerusalem dipercaya menjadi saksi kelahiran Yesus Kristus. Yesus mengajarkan pentingnya menyembah satu Tuhan di kota Nazaret dan Galilea, dia lalu diadili karena dianggap sebagai pemberontak dan nabi palsu.

Umat Kristen percaya bahwa Yesus kemudian disalib. Momen ini menjadi pilar utama agama Kristen dan tempat penyalibannya yang diduga di Yerusalem menjadi tempat tersuci dalam agama tersebut.

Pada 638 M (Masehi), terjadi penyebaran agama baru yang pesat di wilayah tersebut, yakni Islam. Setelahnya, kota direbut oleh pasukan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah di bawah kekhalifahan Umar bin al-Khattab dan menandai kedatangan Islam ke Palestina.

Memasuki abad ke-11, Islam telah berada di wilayah tersebut selama lebih dari 500 tahun. Kota ini kemudian memperoleh reputasi dunia sebagai kota tiga agama, termasuk Kristen dan Yahudi.

Namun, kekuasaan Fatimiyah kala itu memerangi ekspansionisme Kristen. Pada 1099 M, Yerusalem ditaklukkan oleh Tentara Salib dan penduduknya dibantai.

Pada 1187 M, Islam di bawah pimpinan Salah al-Din merebut kembali Yerusalem. Setelah itu, kekuasaan beralih ke Mamluk dan kemudian ke Ottoman.

Sekitar tahun 1228 M, Perang Salib keenam terjadi di pesisir Palestina. Setahun berlangsung, kaisar Jerman, Frederick II, menobatkan dirinya sebagai raja Yerusalem.

Lima belas tahun kemudian, kota direbut kembali oleh tentara Mesir. Mereka mempertahankan kekuasaan hingga abad ke-15, tepatnya saat kota itu jatuh ke tangan Turki Utsmani.

Selama periode Ottoman, muncul sedikit kehadiran Yahudi di Palestina, tetapi jumlahnya meningkat secara signifikan. Setelah keruntuhan Ottoman, Yerusalem berubah menjadi kota yang lebih terbuka.

Imigrasi Yahudi Eropa ke Yerusalem juga meningkat seiring waktu. Hal ini juga dipandang oleh beberapa sejarawan sebagai momen penting bagi rencana kaum Zionis untuk mendirikan negara Yahudi.

Pada 1900, kaum Yahudi menjadi komunitas besar di kota itu dan memperluas permukiman di luar tembok Kota Tua. Setelah Perang Dunia I, Yerusalem direbut pasukan Inggris di bawah Jenderal Edmund Allenby.

Di tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour mengisyaratkan dukungan Pemerintah Inggris terhadap tanah air Yahudi di Palestina. Setelah perang, Yerusalem masih dijadikan ibu kota Palestina, tetapi tetap berada di bawah mandat Inggris.

Menjelang akhir mandat, bangsa Arab dan Yahudi sama-sama berusaha menguasai Yerusalem yang berujung pada perang. Puncaknya, muncul deklarasi berdirinya Negara Israel pada 1948 yang mengeklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Pada Juli 1980, Parlemen Israel menyetujui sebuah RUU yang menegaskan Yerusalem sebagai ibu kota negara yang bersejarah dan tidak terbagi. Tetapi, posisi pemerintahan Israel tetap berada di Tel Aviv sebagaimana diakui oleh PBB.

Seiring waktu, Yerusalem telah menjadi kota besar. Namun, pertikaian antara orang Arab dan Yahudi terus berlanjut sampai sekarang.

Demikian ulasan mengenai asal-usul Yerusalem, kota suci 3 agama yang diakui Trump sebagai Ibu Kota Israel.

Topik Menarik