Boikot Pertemuan G20 Mencuat di Tengah Perseteruan AS dan Afsel

Boikot Pertemuan G20 Mencuat di Tengah Perseteruan AS dan Afsel

Terkini | sindonews | Minggu, 9 Februari 2025 - 22:04
share

Ancaman boikot pertemuan G20 dilontarkan oleh Amerika Serikat (AS), seiring perseteruannya dengan Afrika Selatan (Afsel). Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio mengatakan, dirinya tidak akan menghadiri pertemuan kelompok negara-negara utama G20 di Afrika Selatan akhir bulan ini karena Afsel dituding "melakukan hal-hal yang sangat buruk."

Keputusan diplomat top Amerika itu mencuat di tengah konflik Presiden AS Donald Trump dengan pemerintah Afrika Selatan terkait reformasi kepemilikan tanah.

Afrika Selatan dijadwalkan bakal menjadi tuan rumah KTT menteri luar negeri G20 di Johannesburg pada 20-21 Februari. Desember lalu, Afsel secara resmi mengambil alih kepresidenan bergilir forum antarpemerintah, yang akan diserahkan kepada AS pada November 2025.

Dalam pidatonya selama peluncuran keketuaan Pretoria di Cape Town, Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa mengatakan, kelompok 20 ekonomi utama memiliki "peredam kejut" yang cukup untuk menentang kebijakan 'America First' oleh pemerintahan Trump.

Selain itu Ramaphosa juga berjanji untuk menjadi pembangunan Afrika dan Global South sebagai prioritas, termasuk mengatasi dampak perubahan iklim. Namun Trump telah berulang kali menentang kerja sama internasional, untuk urusan masalah iklim.

Ramaphosa juga mengumumkan, bahwa dia telah mengundang Trump ke Afrika Selatan untuk kunjungan kenegaraan dan ke KTT G20 pada akhir 2025, di mana pemimpin AS akan mengambil peran ketua.

"Saya tidak akan menghadiri KTT G20 di Johannesburg. Afrika Selatan melakukan hal-hal yang sangat buruk. Mengambil alih properti pribadi. Menggunakan G20 untuk mempromosikan solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan. Dengan kata lain: DEI dan perubahan iklim," tulis Rubio di X.

"Tugas saya adalah memajukan kepentingan nasional Amerika, bukan membuang-buang uang pembayar pajak atau memanjakan anti-Amerika," tambahnya.

Pernyataan tersebut langsung mendapatkan respons dari, Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Ronald Lamola yang mengatakan, bahwa "Kepresidenan G20 Pretoria, tidak terbatas hanya pada perubahan iklim, tetapi juga perlakuan yang adil untuk negara-negara di Global South, memastikan sistem global yang setara untuk semua."

Sementara Presiden Trump mengatakan, bahwa dia menghentikan pendanaan ke Afrika Selatan, usai menuduh pemerintah negara itu "menyita" tanah dan "memperlakukan kelas orang tertentu dengan sangat buruk." Pemimpin AS itu menyatakan bahwa Washington "tidak akan diam" untuk "pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran" Pretoria.

Ancaman itu menyusul disahkannya Undang-Undang Pengambilalihan oleh Pretoria yang bertujuan untuk mengatasi kesenjangan rasial dalam kepemilikan tanah, masalah lama dalam ekonomi paling maju di Afrika sejak Apartheid berakhir pada tahun 1994.

Pemerintah Afsel memasang target bakal mentransfer 30 lahan pertanian yang sebagian besar dimiliki petani kulit putih, kepada rekan-rekan kulit hitam hingga pada tahun 2030.

Terkait kebijakan itu, Presiden Ramaphosa melakukan pembelaan dengan menyatakan pemerintahnya "tidak menyita tanah apa pun."

Menteri Luar Negeri Lamola juga membantah tuduhan AS usai menekankan, bahwa "tidak ada perampasan sewenang-wenang tanah" atau properti pribadi di bawah undang-undang baru.

Topik Menarik