Pentagon Ungkap AS Sangat Jauh dari Pengerahan Pasukan di Gaza
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih jauh dari pengerahan tentara Amerika ke Gaza, menurut Menteri Pertahanan (Menhan) Pete Hegseth.
Pada hari Selasa (4/2/2025), Presiden Donald Trump mengusulkan agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza, dengan mengusulkan agar wilayah tersebut dibangun kembali setelah pembongkaran bangunan yang rusak selama konflik Israel-Hamas selama 15 bulan.
Dia menegaskan kembali pendiriannya sebelumnya bahwa warga Palestina harus direlokasi ke negara-negara tetangga dengan biaya negara-negara tersebut.
Ketika ditanya tentang potensi pengerahan pasukan AS untuk memfasilitasi rencana ini, Trump menyatakan dia akan "melakukan apa pun yang diperlukan."
Keesokan harinya, Menteri Pertahanan Pete Hegseth muncul di Fox News untuk mengklarifikasi pernyataan presiden mengenai kemungkinan keterlibatan militer AS di Gaza.
"Saya pikir kita masih jauh dari itu," jawab pejabat tinggi pertahanan itu, seraya menambahkan "diskusi yang kuat" antara Trump, pejabat keamanan nasional, dan sekutu harus mendahului keputusan tersebut.
Israel ingin menyelesaikan pekerjaan melawan Hamas dan mendapatkan kembali para sandera, dan AS akan membantu mereka melakukannya, ujar Hegseth.
"Apa yang terjadi setelah itu adalah pembicaraan yang lebih panjang... Anda tidak ingin menggunakan sepatu bot Amerika sama sekali jika Anda tidak perlu melakukannya," papar dia.
"Seperti yang dia katakan, berpikirlah di luar kotak," ujar Hegseth untuk menanggapi pernyataan Perdana Menteri Israel tentang pemikiran Trump tentang Gaza.
"Kenali bahwa Anda dapat, melalui diskusi semacam ini... juga mengubah jendela Overton tentang apa yang mungkin," tambah Hegseth.
Pada hari Selasa, Netanyahu memuji Trump atas pemikirannya yang tidak konvensional, menambahkan keputusan presiden AS tentang Gaza dapat "mengubah sejarah."
Usulan Trump telah memicu kritik internasional yang signifikan. Kepemimpinan Palestina telah mengecam rencana tersebut sebagai "pelanggaran signifikan terhadap hukum internasional."
Negara-negara Arab di sekitarnya, termasuk Arab Saudi, Iran, Yordania, dan Mesir telah berbicara untuk mengizinkan warga Palestina tinggal di Gaza.