Kisah Sri Jayanasa, Pendiri Kerajaan Sriwijaya yang Membangun Taman Indah
PADA abad 7 Masehi muncul sebuah peradaban maju sudah ada di Nusantara cikal bakal Indonesia bernama Kerajaan Sriwijaya. Di kerajaan itu pulalah berbagai inovasi bangunan menggambarkan kebesaran kerajaan diciptakan.
Sang raja Sri Jayanasa, konon memerintahkan pembangunan taman indah yang berisikan berbagai aneka ragam makhluk hidup.
Baca juga: 5 Prasasti Kutukan yang Berasal dari Kerajaan Sriwijaya
Hal ini tergambar oleh prasasti peninggalan Sri Jayanasa, yang konon menjadi pendiri Kerajaan Sriwijaya juga tentang bagaimana kebesaran Sriwijaya di masanya itu.
Prasasti Talang Tuwo salah satu dari peninggalan Sri Jayanasa. Prasasti itu menurut Bosch berangka tahun 606 Saka atau 684 Masehi.
Sebagaimana yang dikisahkan George Coedes pada bukunya "Kedatuan Sriwijaya" Prasasti Talang Tuwo berisikan pembangunan sebuah taman oleh Sri Jayanasa.
Aksi Heroik Jenderal Kopassus Hendropriyono Lumpuhkan Petinggi Komunis di Hutan Kalimantan
Taman ini konon berisi semau makhluk hidup, hewan, dan tumbuhan. Serangkaian petunjuk moral ditujukan kepada mereka yang beriman, dan jika diikuti, mereka patut memperoleh kebahagiaan-kebahagiaan Buddhis, yang paling luhur sampai dengan penerangan yang, sempurna.
Baca juga: Misteri Bilik Gundik Perempuan dalam Kapal Kerajaan Sriwijaya
Pada Prasasti Talang Tuwo disebutkan pada tahun 606 Saka, hari kedua paruh terang bulan Caitra, pada saat itulah Sri Baginda Sri Jayanasa, membuat taman yang ditanami oleh pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan, bermacam-macam pohon. Konon buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, valuh, dan pattum, dan sebagainya.
Taman ini konon juga dilengkapi dengan kolam - kolam dan bendungan - bendungan yang bagus. Pembangunan taman ini sebagaimana tercantum pada Prasasti Talang Tuwo dipergunakan untuk kebaikan semua makhluk dan memberikan kebahagiaan.
Pada prasasti ini juga diharapkan taman ini mampu menjadi oase dan menjadi berlebih panennya. Sri Jayanasa berharap bangunan yang dibangunnya bisa bisa juga menjadi sumber ternak warga kala itu.
"Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti. Lagi pula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka, dan semoga istri mereka bagi mereka istri yang setia" begitulah terjemahan dari catatan Van Ronkel, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Prasasti itu juga menaruh harapan agar di tempat itu tidak ada pencurian, atau orang yang melakukan pembunuhan, kekerasan, hingga melakukan perbuat zina. Di akhir dari ungkapan di prasasti itu terbentang doa pengharapan yang hampir sama dirumuskan Bodhicaryavatara.
Van Ronkel bahkan menyebut ada permintaan kepada para penganut, dan sebagainya uraian peraturan moral itu dinamakan pranidhana. Sebenarnya dalam kosakata teknik agama Buddha, dengan pranidhana dimaksudkan sesuatu yang khas, yang tidak sesuai dengan apa yang disimpulkan oleh Van Ronkel dari teks prasasti.
Pada tafsiran lain pranidhana dalam kandungan Prasasti Talang Tuwo disebutkan janji awal dari seorang calon yang mencapai bodhi, artinya saat itu ia memulai kariernya sebagai Bodhisattva.
Setiap Bodhisattva dianggap mempunyai pranidhana-nya sendiri, agar dapat ikut serta dalam amal untuk keselamatan semesta. Bayangan jasadnya boleh lenyap bersamaan waktu dengan akhir karmanya, tetapi pranidhana-nya hidup terus dalam kulit yang baru.