Kisah Mantyasih, Desa Istimewa Penguasa Kerajaan Mataram Kuno Dyah Balitung

Kisah Mantyasih, Desa Istimewa Penguasa Kerajaan Mataram Kuno Dyah Balitung

Infografis | sindonews | Minggu, 5 Mei 2024 - 07:26
share

RAJA Mataram Dyah Balitung, penguasa Kerajaan Mataram Kuno kala berkuasa sangat memperhatikan peningkatan perekonomian. Rakyat dibuat aman dan kondusif di negaranya kala itu.

Hal ini ditunjang dengan beberapa kebijakan pembangunan fisik infrastruktur, dan kebijakan politik yang dicetuskan Dyah Balitung.

Baca juga: Letusan Gunung Merapi Hancurkan Kerajaan Mataram Kuno

Warisan Dyah Balitung saat memerintah di Kerajaan Mataram Kuno tercantum dalam sekian banyak prasasti. Tapi Prasasti Mantyasih, menjadi prasasti yang tersohor dan dikenal.

Prasasti Mantyasih dikenal juga sebagai Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu itu ditemukan di Kampung Meteseh Kidul, Meteseh, Magelang, Jawa Tengah.

Dyah Balitung begitu menaruh perhatian ke Desa Mantyasih, sehingga sampai mengeluarkan Prasasti Mantyasih. Konon penduduk desa itu memiliki banyak jasa kepada negara dan raja.

"Desa Mantyasih ditetapkan menjadi sima kapatihana, karena penduduk desa telah banyak berjasa kepada raja dan negara (sambandhanyan inanugrahan sangka yan makwaih buatthaji iniwonya i sri maharaja)," demikian dikutip dari buku "13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa ".

Baca juga: Mengenal Perbedaan Mataram Islam dengan Mataram Kuno, Sudah Tahu?

Dyah Balitung menyebut, bahwa penduduk Desa Mantyasih berjasa ketika ia melangsungkan pernikahan. Apalagi di wilayah Mantyasih disebutkan, ada sebuah bangunan suci yang membuat penduduk sekitar diwajibkan menjaganya.

Bangunan suci atau candi di Malangkucecwara, Puteswara, Kutusan, Silabhedeswara, dan Tuleswara, wajib dijaga, diperbaiki, hingga dijadikan sarana peribadatan. Pada Prasasti Mantyasih konon bertuliskan lain sangke kapujan bhatara i malangkuseswara, ing puteswar, i kutusan, i silabhedeswara, i tuleswara, ing pratiwarsa.

Penduduk Mantyasih di bawah pimpinan para patih mampu menghilangkan rasa takut penduduk Kuning Kagunturan, dari gangguan para penjahat dan juga mengamankan jalan raya di daerah tersebut dari gangguan para perusuh, atau tertuliskan muang sangka yan antaralika katakutan ikanang wanua ing kuning. Sinarabharanta ikanang patih rumakea ikanang hawan.

Spesialnya Desa Mantyasih bagi Dyah Balitung, membuatnya melarang para pemungut pajak atau sang mangilala drabya haji, memasuki daerah Mantyasih, karena telah ditetapkan menjadi daerah sima (swatantra).

Baca juga: 13 Peninggalan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno

Bahkan hal itu juga dipertegas dengan adanya kutukan bagi siapa saja, yang berani melanggar keputusan raja, misalnya akan menemui kesengsaraan, kalau memasuki hutan akan dipatuk ular berbisa (yan uamaraya ning alas hana ula umatukaya).

Pada Prasasti Mantyasih itu juga disebutkan mengenai daftar raja-raja yang pernah bertahta di Medang, yakni Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung.

Topik Menarik