Rafathar Adukan Nagita Slavina, Dedi Mulyadi: Pilih Mau Barak Mana?

Rafathar Adukan Nagita Slavina, Dedi Mulyadi: Pilih Mau Barak Mana?

Seleb | okezone | Senin, 19 Mei 2025 - 07:07
share

JAKARTA - Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam negeri dihadapkan oleh kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap Impor Benang Filamen. Kebijakan ini dinilai mengancam keberadaan industri TPT di Indonesia. 

Menurut Pengamat Kebijakan Publik Fernando Emas, aturan BMAD harus dilakukan perhitungan secara cermat mengenai dampaknya, bukan saja terhadap industri TPT, karyawan juga bagi pemerintahan Prabowo.

"Kalau kita melihat usulan KADI terkait dengan besaran BMAD dari 5,12 sampai 42,3 tentu akan memberatkan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Bila melihat kebutuhan industri hulu, benang filamen sintetik seperti Partially Oriented Yarn (POY) adalah sesuatu yang vital sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tekstil," ujarnya, Senin (19/5/2025).

1. Kebutuhan Industri

Fernando menjelaskan, apabila melihat data kebutuhan POY industri tekstil dalam negeri setiap tahunnya mencapai 257.680.000 kg. Sedangkan ketersediaan POY setiap tahunnya hanya 141.917.000 kg sehingga masih ada kekurangan sekitar 115.763.000 kg untuk memenuhi kebutuhan industri TPT dalam negeri.

"Sehingga kalau dilakukan penerapan BMAD maka akan sangat berdampak terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai 1 juta serta 5.000 lebih perusahaan besar dan sedang," jelasnya.

Karena tidak terpenuhinya pasokan bahan utama produksi tekstil seperti POY dan DTY tentu akan menghambat produksi yang mengakibatkan berhentinya operasional pabrik. Perusahaan yang tidak beroperasi tentu akan merumahkan para karyawan dalam waktu tertentu atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

2. Daya Saing Industri

Selain itu akan mengakibatkan hasil produksi industri dalam negeri tidak akan mampu bersaing dengan hasil produksi luar negeri akibat biaya produksi bertambah dikarenakan tidak terpenuhinya bahan baku utama. Sehingga akan memberikan dampak terhadap industri dalam negeri serta terhadap pendapatan negara.

"Saat ini ada sekitar 3 juta karyawan yang hidupnya bergantung pada perusahaan TPT sehingga apabila pemerintah memberlakukan BMAD akan berpotensi mengakibatkan terjadinya PHK besar-besaran akibat perusahaannya di tutup," katanya.

 

Melihat data TPT secara nasional dari tahun 2022 sampai tahun 2024 lebih dari 50 perusahaan yang gulung tikar dan melakukan PHK terhadap para pekerjanya maka akan sangat mungkin terjadi apabila memaksakan memberlakukan BMAD.

Apabila terjadi banyak perusahaan yang tutup dan terjadinya PHK maka akan membuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo Subianto yang pernah berkomitmen mendukung dunia industri dan menjadikan Indonesia menjadi negara industri serta menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan.

"Diharapkan industri TPT akan semakin mampu bersaing ke depannya sehingga diharapkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan Prabowo semakin meningkat karena dianggap mampu memenuhi janjinya mendukung industri dalam negeri dan mencegah terjadinya PHK," lanjutnya.

Topik Menarik