Pengacara Rafael Alun Respons Dua Saksi yang Dihadirkan Jaksa di Persidangan

Pengacara Rafael Alun Respons Dua Saksi yang Dihadirkan Jaksa di Persidangan

Seleb | BuddyKu | Selasa, 3 Oktober 2023 - 11:15
share

JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Pejabat Pajak, Rafael Alun Trisambodo pada Senin, 2 Oktober 2023, kemarin.

Adapun, kedua saksi tersebut yakni, mantan Financial Manager PT Birotika Semesta, Seno Pranoto dan eks pegawai PT PT Artha Mega Ekadhana (ARME), Teti Sulastri.

Kuasa hukum Rafael Alun, Junaedi Saibih merespons kehadiran maupun kesaksian dua saksi tersebut. Menurut Junaedi, ketersediaan kedua yang saksi yang dihadirkan tim jaksa tersebut tidak relevan dalam pembuktian kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang kliennya.

"Saksi tidak tahu RAT (Rafael Alun Trisambodo), saksi tidak kenal RAT. Alasan PT Birotika semesta memilih PT ARMEE sebagai konsultan juga bukan karena RAT," kata Junaedi kepada wartawan, Selasa (3/10/2023).

Berdasarkan penilaian Junaedi, saksi Seno tidak bisa menjawab banyak pertanyaan seputar fee atas kerja sama antara PT ARME dan PT Birotika Semesta. Dari pengakuan Seno, kata Junaedi, kejadian tersebut sudah berlangsung sejak lama dan ia tidak mengingatnya.

"Saksi lupa berapa fee untuk PT ARME karena sudah sangat lama dan dokumen perusahaan diatas 10 tahun sudah dimusnahkan jadi sudah tidak ada lagi bukti tertulis," ucap Junaedi.

Junaedi menilai Seno tidak relevan dalam membuktikan dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Rafael. Seno, sambung Junaedi, bahkan tidak bisa memberikan penjelasan saat jaksa mengonfirmasi bukti elektronik yang dipaparkan dalam persidangan.

"Saksi Seno menjawab tidak mengetahui dokumen tersebut. Semua bentuk dokumen adalah bentuk draft tanpa tanda tangan resmi, Saksi Seno tidak mengetahui dan juga tidak bisa meyakini dokumen-dokumen yang ditampilkan, bahkan sudah banyak lupa terkait kejadian yang sudah berlangsung lama tersebut," beber Junaedi.

Seno dinilai juga tidak bisa memberikan pembuktian penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Rafael. Menurut Junaedi, saksi Seno hanya ingat pernah menggunakan jasa PT ARME pada 1999 sampai 2002.

"Saksi Seno menyampaikan bahwa jasa yang diberikan PT ARME tidak ada yang berbeda dengan jasa yang diberikan kantor konsultan lain, semuanya normal dan hanya menjalankan kegiatan sesuai prosedur antara lain mendampingi dalam proses audit pajak yang kemudian seingat saksi PT Birotika Semesta dinyatakan ada kurang bayar sehingga harus melakukan pembayaran pajak tambahan. Semua normal dan sesuai prosedural," paparnya.

Sementara Teti, Junaedi menilai saksi tidak bisa memberikan keterangan yang relevan. Sebab, saksi Teti tidak banyak ingat saat dikonfirmasi di persidangan. Bahkan, saksi Teti juga tidak ingat apa yang telah disampaikan dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) KPK.

"Saksi banyak menyampaikan tidak tahu dan lupa. Namun yang menarik dari saksi Teti adalah hampir semua keterangannya di BAP itu ternyata tidak sesuai dengan pengetahuan saksi sehingga saksi meralat isi BAP dalam persidangan," kata Junaedi.

Teti bahkan tidak bisa memberikan keterangan yang tegas saat diminta menjelaskan rekap pengeluaran seperti marketing fee yang ditanyakan dalam persidangan. Sejumlah dokumen seperti catatan keuangan marketing bahkan disebutnya tidak dibuat olehnya.

"Dia (Teti) tidak pernah menyampaikan bahwa dia membuat dokumen soft copy tersebut. Saksi heran kenapa dalam BAP tercantum keterangan bahwa dirinya yang membuat dokumen atau catatan tersebut padahal dia bukan dia yang membuat dan cenderung tidak tahu dokumen tersebut," ujar Junaedi.

Sekadar informasi, Rafael Alun Trisambodo didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp16.644.806.137 (Rp16,6 miliar). Ayah Mario Dandy Satriyo tersebut didakwa menerima gratifikasi belasan miliar bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek.

Rafael Alun dan istrinya menerima gratifikasi melalui maupun berasal dari beberapa perusahaan di antaranya, PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME); PT Cubes Consulting; PT Cahaya Kalbar; dan PT Krisna Bali International Logistik.

Rafael Alun dan Ernie Meike Torondek menerima gratifikasi melalui PT ARME sebesar Rp1,6 miliar dari para wajib pajak. Selain itu, Rafael Alun juga menerima dana taktis yang bersumber dari para wajib pajak melalui PT ARME sejumlah Rp2,56 miliar.

Kemudian, Rafael Alun juga menerima uang sebesar Rp4,4 miliar melalui PT Cubes Consulting. Uang tersebut merupakan pendapatan Rafael Alun atas jasa operasional perusahaan yang tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Rafael Alun disebut juga menerima Rp6 miliar yang kemudian disamarkan lewat pembelian rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kavling 112, Jakarta Barat. Uang yang disamarkan dalam bentuk rumah itu diberikan oleh anak usaha PT Wilmar Group, PT Cahaya Kalbar selaku wajib pajak di Kantor Pusat DJP Jakarta.

Terakhir, Rafael disebut menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra.

Atas perbuatannya, Rafael Alun didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Topik Menarik