Apa Pangkat AH Nasution saat Terjadi G30S PKI?
JAKARTA - Jenderal Abdul Haris Nasution, seorang pahlawan nasional Indonesia sekaligus salah satu tokoh kunci dalam peristiwa bersejarah Gerakan 30 September atau G30S/PKI.
Tragedi pembunuhan beberapa tokoh militer dan politik yang berpengaruh ini menciptakan krisis sosial dan mengancam stabilitas negara. Meskipun menjadi salah satu target utama, Nasution berhasil lolos dari peristiwa berdarah tersebut.
Bagaimana Jenderal AH Nasution Bisa Selamat dari G30S PKI? Menduduki jabatan penting dalam hierarki militer Indonesia, apa pangkat yang dipegang A.H. Nasution saat terjadi G30S PKI dan bagaimana profilnya selama masa tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini akan diungkap mendalam dalam artikel berikut.
Profil A.H Nasution
Jenderal Abdul Haris Nasution lahir pada tanggal 3 Desember 1918 di desa Hutapungkut, Kotanopan, Tapanuli Selatan, dari pasangan suami istri H. Abdul Halim Nasution dan Hj. Zaharah Lubis. Lahir dari keluarga Batak Mandailing, A. H. Nasution merupakan anak kedua dan sebagai anak laki-laki pertama di keluarganya.
Kisah PKI Berusaha Bangkit Usai G30S PKI, Usung KOK hingga Desa Mengepung Kota Mengawali karirnya sebagai guru, ia mengajar di Bengkulu dan Palembang. Namun, minat Nasution dalam profesi itu menurun dan ia justru semakin tertarik dalam bidang kemiliteran. Nasution kemudian mengikuti seleksi pendidikan militer di Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) pada tahun 1940 dan dinyatakan lulus.
Karir Nasution di bidang militer sangat gemilang. Pada tahun 1955, ia dilantik dan mendapatkan pangkat Mayor Jenderal. Kemudian ia diangkat sebagai menteri Keamanan Nasional (KSAD) dan mendapatkan pangkat Letnan Jenderal.
Memasuki masa Demokrasi Terpimpin, Nasution diangkat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Pertahanan Keamanan dengan pangkat Jenderal Penuh (bintang empat) di tahun 1962.
A.H Nasution, Target Utama tragedi G30S/PKI
Ketika tragedi G30S/PKI meletus di tahun 1965, Nasution yang saat itu berpangkat jenderal menjadi salah satu dari target penculikan dan pembunuhan PKI, bersama dengan Jenderal Ahmad Yani dan beberapa jenderal lain.
Rencana Mengerikan Dewan Revolusi Jika G30S PKI Berhasil, Kudeta Disiapkan Aksi tersebut dipimpin oleh Letnan Doel Arief yang bersama pasukannya menuju kediaman Nasution di Jalan Teuku Umar No. 40. Memasuki rumah, terjadi pertempuran dengan beberapa ajudan yang sedang berjaga.
Mendengar bising di luar kamar, Johanna Sunarti, istri Nasution membuka pintu dan melihat seseorang dengan senjata siap menembak. Melihat hal tersebut, Sunarti mengunci pintu dan mendorong Nasution keluar melalui pintu lain dan menyusuri koridor ke pintu samping rumah.
Kapan Jenazah 7 Jenderal Korban G30S PKI Ditemukan di Lubang Buaya? Nasution berlari ke halaman rumah menuju dinding yang memisahkan halamannya dengan Kedutaan Besar Irak. Ketika melompati dinding, ia mengalami patah pergelangan kaki karena terjatuh.
Meskipun berhasil lolos dalam tragedi tersebut, Ade Irma Nasution, putri kedua Nasution yang berusia 5 tahun tewas ditembak di pelukan Mardiah, adik Nasution. Ia juga kehilangan Lettu Pierre Tendean, letnan muda yang menjadi ajudannya.
Peran Setelah Tragedi PKI
Setelah PKI berhasil dibubarkan, Nasution diangkat menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang mencabut mandat Soekarno sebagai Presiden. Kemudian Soeharto diangkat sebagai Presiden RI pada 12 Maret 1967.
Kisah G30S PKI jika Berhasil, Dewan Revolusi Siapkan Langkah yang Mengerikan Setahun setelah Soeharto menjabat, Nasution tak lagi tampil di Sekolah Staf Angkatan Darat (Seskoad) dan akademi militer. Nasution juga dipensiunkan dari dunia militer di tahun 1971, ketika usianya 53 tahun.
Di tahun 1978, Nasution bersama Mohammad Hatta, mantan Wakil Presiden, mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (YLKB) dan mengkritik pemerintahan Soeharto. Nasution dan beberapa tokoh lain menandatangani sebuah petisi yang dinamai Petisi 50 pada 5 Mei 1980.
Munculnya Isu Dewan Jenderal dan Pembunuhan Soekarno 4 Bulan Sebelum G30SPKI Meskipun begitu, kekuasaan Soeharto tetap kokoh puncak politik Indonesia. Sebaliknya, karir Nasution kian meredup. Pada tahun 1990-an diadakan rekonsiliasi nasional antara Soeharto dan berbagai tokoh kritis lainnya.
Soeharto kemudian mengundang Nasution ke Istana Negara pada Juli 1993 dan dilanjutkan dengan mengundangnya setelah perayaan Hari Proklamasi RI di tanggal 18 Agustus 1993.
Tepat pada hari ulang tahun TNI, 5 Oktober 1997, Nasution disematkan pangkat Jenderal Besar oleh TNI. Hanya terdapat 3 orang yang mendapatkan pangkat ini di Indonesia yaitu Soeharto, Sudirman, dan Nasution. Tiga tahun setelahnya, Nasution wafat di tanggal 5 September 2000.
Perjalanan sejarah A.H. Nasution yang penuh tantangan membuktikan peran pentingnya sebagai seorang pahlawan nasional Indonesia. Dengan pangkat dan posisi yang dipegangnya, tercipta tekad dan keberanian kuat untuk menjaga integritas negara.



