Viral Isu Pandemi 2.0 di Medsos, DPR: Pemerintah Perlu Perkuat Edukasi
JAKARTA, iNews.id - Komisi IX DPR mendorong pemerintah memberikan tanggapan terkait beredarnya isu pandemi 2.0 dan lockdown tahun 2023 yang viral akibat unggahan seorang dokter di media sosial (medsos). DPR menilai pemerintah perlu memperkuat edukasi.
Informasi yang tidak benar atau simpang siur dapat menimbulkan kepanikan dan kebingungan. Oleh karena itu, perlu ada upaya edukasi yang kuat untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa apakah isu pandemi 2.0 memiliki dasar yang kuat, kata anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina, Senin (11/9/2023).
Arzeti mengataka, meskipun Indonesia telah memasuki endemi Covid-19, pemerintah perlu memasifkan edukasi tentang langkah-langkah pencegahan sekaligus sebagai bentuk antisipasi dari beredarnya informasi palsu.
Menurutnya, edukasi merupakan kunci untuk memastikan masyarakat memiliki pemahaman yang benar tentang situasi ini. Terlebih pandemi merupakan isu yang krusial karena memiliki banyak dampak bagi publik, termasuk juga mempengaruhi aktivitas masyarakat dan perekonomian negara.
Ini adalah langkah penting untuk mencegah terjadinya kepanikan yang tidak perlu dan menyebabkan kerugian sosial dan ekonomi yang lebih besar, tuturnya.
Lebih lanjut, Arzeti menilai masyarakat masih perlu diberikan edukasi mengenai virus Covid-19 yang masih ada hingga saat ini. Meskipun Indonesia sudah memasuki fase endemi, menurut dia masyarakat masih trauma dengan keadaan pandemi yang dirasakan selama beberapa tahun lalu.
Saat ini masyarakat masih mencoba bangkit kembali setelah kita terseok akibat pandemi. Baik dari perekonomian hingga sisi sosial, kita semua masih menjalani fase pemulihan. Jadi saat isu soal pandemi 2.0 menyebar di media sosial dengan cepat, tentunya ini menimbulkan kekhawatiran, ujarnya.
Selain klarifikasi, penjelasan yang komprehensif dan berdasar sangat dibutuhkan masyarakat. Pemerintah perlu memberikan pemahaman menyeluruh secara transparan. Apalagi masyarakat kita kritis sehingga perlu mendapat penjelasan yang sebenar-benarnya, tutur Arzeti.
Pemberian klarifikasi dan penjelasan yang mendetail dari pihak yang memiliki kapasitas dinilai akan mengurangi kekhawatiran di tengah masyarakat. Arzeti pun menyebut penjelasan dari pemerintah akan menjadi jaminan bagi rakyat di sektor kesehatan.
Perlu ditekankan walaupun kita tetap harus waspada dan siap menghadapi situasi apa pun, tapi tidak ada alasan untuk panik atau membuat kebijakan drastis saat ini, ujarnya.
Arzeti pun menganggap ramainya isu pandemi 2.0 juga merupakan teguran bagi pemerintah karena kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang perkembangan status virus Covid-19 dan polusi udara. Dia pun menyoroti soal informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang menyebut tren terkait Covid-19 kurang menggembirakan, khususnya di belahan bumi bagian utara.
Dalam rilisnya, WHO memperkirakan masih ada ratusan ribu orang di seluruh dunia yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19. Hal ini karana banyak negara telah berhenti melaporkan data terkait virus Corona.
Kita harus menghadapi masa depan dengan kepala dingin, solidaritas, dan tanggung jawab bersama. Jangan pernah berhenti memberikan edukasi terbaru akan perkembangan virus Covid-19. Saat ini kita masih berusaha bangkit dan mudah digoda isu hoaks, tutur Arzeti.
Terkait lockdown pada isu pandemi 2.0, Arzeti menilai hal tersebut adalah tindakan ekstrem yang hanya akan diterapkan jika tidak ada pilihan lain yang tersedia.
Apalagi lockdown, ini hal yang sangat dan harus dipertimbangkan dengan matang karena dampaknya luas. Jadi kami di DPR mengimbau kepada masyarakat untuk tidak termakan isu itu. Tidak perlu juga reaktif dengan meningkatkan daya beli kebutuhan pokok, karena bisa berdampak pada stok di pasaran, ujarnya.
Arzeti mengatakan Komisi IX DPR RI yang salah satu bidangnya terkait dengan urusan kesehatan akan terus mengawal terkait isu pandemi 2.0.
Sebelumnya, ramai di media sosial tentang unggahan seorang dokter bernama dr Tifauzia Tyassuma. Sang dokter menuliskan bahwa pandemi 2.0 yang dijadwalkan tahun 2025 ternyata dimajukan menjadi 2023.
Dokter tersebut juga mengklaim dalam sebulan atau dua bulan Indonesia juga akan kembali mengalami lockdown. Termasuk juga dengan adanya aturan work from home (WFH), dan penggunaan masker.
Hal itu dia sebut buntut polusi udara yang semakin parah dan varian terbaru Covid-19, yakni Eris sudah masuk ke Indonesia. Cuitan dr Tifa yang merupakan ahli epidemiologi molekuler dan praktisi makanan kesehatan itu soal pandemi 2.0 sontak ramai menjadi perbincangan dan menimbulkan kekhawatiran.



