Film Dear Jo: Almost is Never Enough Memberi Pesan Moral Arti Kasih Sayang
Film garapan MVP Pictures yang diadaptasi dari novel laris karya Sefryana Khairil, Dear Jo: Almost is Never Enough mulai tayang di bioskop pada 10 Agustus 2023 mendatang.
Film drama keluarga yang disutradarai oleh Monty Tiwa dan Lakonde ini dibintangi pemain muda berbakat, Jourdy Pranata, Salsabilla Adriani dan Anggika Bolsterli.
Jelang waktu penayangan, Rabu (2/8) malam film Dear Jo: Almost is Never Enough ditayangkan perdana dalam gala premier yang dihadiri semua pemain dan kru film di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pada acara Premiere film tersebut, tamu undangan yang menonton larut dalam cerita drama dan romantisme tersebut. Usai pemutaran film, terlihat penonton yang mengaku berurai air mata setelah menyaksikan perjalanan hidup dan kisah cinta Joshua, Maura dan Ella.
Salah satu penonton mengungkap bahwa film Dear Jo: Almost is Never Enough memberikan banyak pesan moral tentang kasih sayang.
Sinopsis Dear Jo: Almost is Never Enough
Film Dear Jo (Almost is Never Enough) berkisah tentang Joshua (Jourdy Pranata) dan Maura (Salsabilla Adriani), pasangan suami istri muda, menikah dan bekerja di Baku, Azerbaijan.
Meskipun sukses finansial, mereka merasakan kehampaan karena Maura tidak bisa hamil. Maura memiliki sahabat dekat bernama Ella (Anggika Bolsterli), seorang single parent dari Indonesia yang juga tinggal di Baku.
Melihat besarnya keinginan Maura untuk memiliki anak, Ella bersedia menjadi surrogate mother atau ibu pengganti untuk anak Maura.
Ella memahami keinginan Maura untuk memiliki anak, dan mereka sepakat Ella akan menjadi surrogate mother atau ibu pengganti.
Namun, saat Ella tengah hamil, terjadi peristiwa tak terduga. Maura meninggal dalam kecelakaan tragis. Peristiwa tersebut membuat Ella dan Joshua sangat terpukul.
Kehidupan mereka menjadi berantakan, tak sesuai dengan yang telah direncanakan.
Film ini menggabungkan cerita tentang surrogate mother dengan elemen persahabatan, cinta, kehilangan dan keikhlasan dengan sangat apik.
Pemilihan latar belakang di Azerbaijan juga memberikan daya tarik tersendiri pada kisah ini. Azerbaijan dipilih lantaran isu surrogate mother di Indonesia masih ditentang.
Yang melegalkan surrogate mother itu di Rusia, Turki, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Tapi, akhirnya semua tertuju di Azerbaijan, ungkap Monty Tiwa sang sutradara.
"Ada kesulitannya juga, karena kita harus jaga mood kita di tengah cuaca dingin, harus fokus sama dialog. Itu chalengging," tambah Anggika Bolsterli menceritakan pengalaman syuting di Baku, Azerbaijan.







