Siapa Pemilik Pesantren Al Zaytun?
JAKARTA- Siapa pemilik pesantren Al Zaytun menarik untuk dibahas. Hal ini dikarenakan viralnya akibat kontroversial yang dilakukan pimpinannya.
Sejumlah ajaran di ponpes tersebut menyimpang dan sesat. Salah satunya para santri diperbolehkan berzina asal menebus dengan uang Rp2 juta.Masyarakat Indramayu yang resah akhirnya melakukan aksi demonstrasi terhadap ponpes yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu.
Adapun siapa pemilik pesantren Al Zaytun adalah usaha dari Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).
Pembangunan pesantren ini dimulai pada 13 Agustus 1996 silam. Kemudian, dibuka awal pembelajaran dilaksanakan pada 1 Juli 1999.
Seperti diketahui, Ponpes Al Zaytun disebut sebagai pesantren terbesar se-Asia Tenggara ("the largest Islamic madrasah in Southeast Asia").
Ponpes ini berdiri di atas lahan seluas 1.200 hektare. Pada 2011 saja, tercatat ada sekitar 7.000 santri yang menimba ilmu di pesantren ini. Mereka tak hanya berasal dari dalam negeri. Namun, juga dari mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, dan Afrika Selatan.
Pesantren Alzaytun memiliki visi untuk menjadi pusat peradaban Islam yang berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan umat. Pesantren ini menawarkan berbagai program pendidikan formal dan nonformal, mulai dari tingkat SD hingga S3, serta kursus bahasa, komputer, seni, olahraga, dan keterampilan.
Pesantren ini juga memiliki fasilitas yang lengkap dan modern, seperti masjid, perpustakaan, laboratorium, studio musik, lapangan olahraga, asrama, klinik kesehatan, dan lain-lain.
Selain itu, Presiden RI ke-3 B.J. Habibie meresmikannya pada 27 Agustus 1999 pada pondok pesantren.
Ponpes yang memiliki landasan yaitu "Pesantren spirit but modern system" ini menggunakan kurikulum yang mengacu pada Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Muatan lokal pun diberikan kepada para siswa, seperti Piagam Madinah dan Hak Asasi Manusia serta Jurnalistik. Selain itu, siswa dibekali kemampuan didaktik agar bisa mengajar.
Para santrinya mengungkapkan, bahwa mereka diajarkan Islam yang terbuka dan toleran, menghindari perpecahan seperti pada aliran Sunni dan Syiah dan menerima penganut agama lain.
(RIN)


