Meneladani Gus Dur dari Caranya Memperlakukan Istri dan Empat Putrinya
JAKARTA - KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih jamak dikenal sebagai Gus Dur memiliki laku hidup yang patut diteladani. Presiden ke-4 Republik Indonesia itu banyak memberi tauladan perihal memposisikan umat yang berbeda keimanan dengannya, tak terkecuali memposisikan kaum perempuan.
Cerita Gus Dur dengan perempuan dikisahkan oleh istrinya, Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. Gus Dur dan Nyai Sinta tak memiliki anak laki-laki, mereka dikaruniai empat orang anak, yang semuanya perempuan.
Meski begitu, menurut Nyai Sinta, Gus Dur tak pernah membeda-bedakan antara mereka. Semuanya mendapat tempat dan porsi yang sama dalam rumah. Gus Dur begitu menghargai perempuan-perempuan yang ada di sekelilingnya.
Bahkan, lanjutnya, Gus Dur tak pernah protes dengan apapu yang dilakukannya. Gus Dur selalu mendukung dan menghormati apapun yang dilakukan oleh Nyai Sinta.
"Kalau kepada saya, apa pun yang saya lakukan, Gus Dur menyetujui. Apa pun yang saya pakai, Gus Dur oke. Tidak pernah Gus Dur mengatakan, oh kamu pakai baju itu nggak pantes atau kekecilan, tidak, ungkap Nyai Sinta dilansir dari NU Online, Jumat (17/12/2022).
Bahkan, saya yang mencukur rambut Gus Dur. Jadi, nggak ada masalah. Misalnya masakan nggak enak, nggak apa-apa, tetap dimakan. Jadi ya kita hidup bareng-bareng lah, kata Nyai Sinta.
Penghormatan Gus Dur terhadap perempuan, menurut Nyai Sinta, bermula sejak wafatnya sang ayah, KH A Wahid Hasyim. Saat itu Gus dur masih duduk di sekolah dasar. Praktis, usai kepergian ayahnya, Gus Dur dan lima saudaranya diasuh oleh ibunya seorang, Nyai Solichah.
Melihat seperti itu (peran Nyai Solichah membesarkan anak-anaknya), Gus Dur merasa bahwa ibu itu harus dihormati dan dihargai, tutur Nyai Sinta.
Ketauladanan Gus Dur dalam memperlakukan perempuan dikuatkan oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil). Ia mengatakan bahwa peran Gus Dur sangat luar biasa dalam memberikan pandangan keagamaan yang progresif tanpa meninggalkan tradisi berpikir para ulama terdahulu.
Menurut Ulil, apabila tidak ada Gus Dur bisa jadi wajah ulama dan santri NU saat ini akan berbeda. Tidak seperti sekarang yang mampu melakukan rekontekstualisasi atas teks-teks keagamaan.
Gus Dur itu benar-benar mengubah banyak hal, mengubah paradigma kita dalam memandang dan menganalisa masalah, termasuk masalah perempuan ini. Jadi Gus Dur punya peran besar di dalam komunitas Nahdliyin, terutama komunitas kiai, ucap Ulil.
