7 Kumpulan Kultum Ramadhan Singkat Tahun 2022
JAKARTA, celebrities.id Kultum Ramadhan singkat merupakan salah satu tradisi umat Muslim di Indonesia pada bulan suci Ramadhan. Kultum adalah singkatan dari kuliah tujuh menit. Hal ini karena durasi ceramah yang cenderung singkat sekitar tujuh menit.
Materi dalam kultum Ramadhan biasanya ringan dan singkat agar jamaah lebih mudah memahami. Kultum Ramadhan biasanya dibaca setelah salat subuh ataupun menjelang buka puasa.
Melansir dari berbagai sumber, Jumat (25/3/2022), berikut kumpulan kultum Ramadhan.
Berikut 7 kumpulan kultum Ramadhan yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Kultum tentang keutamaan10 hari terakhir Ramadhan
Bulan Ramadhan dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah sepuluh hari pertama yang merupakan fase rahmat dan kasih sayang Allah. Fase sepuluh hari kedua dinamakan fase maghfirah yakni ampunan dari Allah SWT, dan Fase sepuluh hari ketiga adalah Fase Itqun minan Nar yakni pembebasan dari api neraka.
Fase 10 hari terakhir menjadi sangat istimewa dan selalu menjadi malam-malam favorit Rasulullah SAW. Beliau sudah memberikan contoh bagaimana memaksimalkan hari spesial 10 malam terakhir Ramadhan ini.
Di antara yang dilakukan Rasulullah adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan, membangunkan keluarganya untuk shalat malam, dan mengencangkan gamisnya yakni menghindari tempat tidur dengan memisahkan diri dari istri-istri beliau.
Disebutkan dalam Kitab Fathul Muin tiga amalan utama yang mesti dilakukan pada sepuluh akhir Ramadhan adalah pertama memperbanyak sedekah, mencukupi kebutuhan keluarga, dan berbuat baik kepada karib-kerabat dan tetangga.
Kedua, memperbanyak membaca Al-Quran. Imam An-Nawawi menjelaskan, membaca Al-Quran di akhir malam lebih baik ketimbang awal malam dan membaca Al-Quran yang paling baik di siang hari adalah setelah shalat shubuh. Ketiga, memperbanyak itikaf di sepuluh terakhir Ramadhan.
Kondisi pandemi Covid-19 saat ini tidak menghalangi umat Islam untuk melaksanakan ibadah itikaf. Menurut pandangan sebagian ulama mazhab Syafii, diperbolehkan i\'tikaf di ruangan dalam rumah yang dikhususkan untuk shalat. Hal ini disepadankan dengan prinsip "jika shalat sunnah saja yang paling utama dilakukan di rumah, maka itikaf di rumah semestinya bisa dilakukan.
Sementara Guru Besar tetap Universitas Indonesia Prof H Dadang Hawari menyatakan bahwa itikaf memiliki manfaat bukan hanya untuk kesehatan rohani. I\'tikaf juga memiliki manfaat jasmani diantaranya mampu meningkatkan daya tahan tubuh dan mampu membangkitkan kekuatan baru. Itikaf juga mampu menghidupkan kembali hati, mendatangkan ketenangan dan ketentraman.
2.Kultum tentang keistimewaan puasa dibanding ibadah Lainnya
Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa puasa memiliki beberapa keistimewaan dibanding ibadah-ibadah pada umumnya. Salah satu hadits yang menjelaskan kelebihan puasa dibanding ibadah lainnya adalah hadits qudsi berikut,
Artinya, "Semua amal perbuatan anak Adam -yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya.
Secara substansi hadits qudsi tersebut ingin menyampaikan bahwa ibadah puasa memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Kata untuk-Ku adalah bentuk penyandaran ibadah puasa kepada Allah swt yang menunjukkan betapa puasa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan lebih dibanding ibadah lainnya.
Dalam beberapa hal, penyandaran sesuatu kepada Allah swt juga terjadi. Seperti kata Kabah yang memiliki nama lain Baitullah (rumah Alllah). Kata bait disandarkan pada kata Allah. Ini menunjukkan bahwa Kabah merupakan tempat yang memiliki kedudukan tinggi dibanding tempat-tempat lainnya.
Dari hadits tersebut, ada satu hal yang perlu kita garis bawahi yaitu kalimat karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya. Kalau kita cermati, pasti muncul sebuah pertanyaan besar; bukankah semua ibadah itu akan dibalas oleh Allah swt? Lalu mengapa dalam hadits di atas seolah hanya puasa yang langsung dibalas oleh-Nya? Seolah menegasikan ibadah-ibadah yang lainnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan hadits tersebut. Mengapa puasa memiliki keistimewaan di sisi Allah swt dibanding amal ibadah lainnya? Berikut beberapa pendapat di antaranya.
Pertama, puasa adalah ibadah yang tidak bisa terjerumus dalam riya (pamer). Puasa merupakan ibadah yang bersifat abstrak. Artinya ibadah puasa tidak memiliki gerakan yang bisa membedakan antara orang yang sedang berpuasa dengan yang tidak.
Berbeda dengan ibadah lainnya. Seperti shalat, haji, zakat dan lainnya. Antara orang yang sedang shalat dengan yang tidak, bisa kita bedakan dengan mudah, karena shalat bisa dilihat dengan gerakan yang bisa membedakan mana yang sedang shalat dan mana yang bukan.
Antara orang yang sedang melaksanakan haji dengan yang tidak juga demikian, karena haji memiliki gerakan yang bisa membedakan antara mana yang sedang haji dan mana yang bukan. Meskipun puasa bisa terjerumus dalam sifat riya (pamer), itu pun hanya bisa diungkapkan dengan ucapan. Misal ada orang berpuasa, dengan maksud memamerkan puasanya, ia berkata, Saya ini sedang berpuasa, loh. Tapi, sekali lagi, itu hanya bisa diperlihatkan dengan ucapan. Berbeda dengan ibadah lainnya yang bila terjerumus dalam riya melalui gerakan atau pun ucapan.
Kedua, puasa mampu melumpuhkan setan. Saat sedang berpuasa, maka kita akan menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai waktu magrib tiba.
Ketika makanan dan minuman tidak masuk dalam tubuh, maka nafsu (syahwat) dalam diri akan terkendali. Sementara nafsu (syahwat) merupakan pintu masuk utama bagi setan untuk menjerumuskan manusia dalam lembah maksiat.
Ketiga, pahala puasa lebih besar dibanding ibadah lainnya. Menurut Al-Qurtubi, setiap amal ibadah sudah ditentukan besar pahala yang diperoleh, dari mulai dilipatkan 10 kali, 700 kali, dan sampai yang Allah kehendaki.
Keempat, pahala melihat Allah SWT. Dalam kitab Durrah an-Nashihin (hal. 13), Syekh Utsman Syakir dengan mengutip pernyataan Abul Hasan menjelaskan, bahwa semua amal ibadah akan mendapatkan balasan berupa surga. Berbeda dengan puasa, pahalanya adalah bersua langsung dengan Allah swt di akhirat nanti, tanpa ada penghalang apapun.
3. Kultum tentang Ibadah Itikaf
Itikaf merupakan sebuah ibadah yang baik. Itikaf memiliki tujuan yang sama dengan ibadah puasa. Keduanya bertujuan untuk menahan hawa nafsu. Itikaf dan ibadah puasa merupakan ibadah yang telah disyariatkan kepada orang terdahulu.
Ibadah itikaf sendiri secara bahasa adalah berdiam dan menahan diri. Sedangkan menurut syara, itikaf adalah menahan diri di masjid yang dilakukan oleh orang tertentu dan dengan niat tertentu. Demikian salah satu definisi yang disebutkan dalam Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib.
Lalu bagaimana dengan waktu itikaf? Itikaf biasanya diidentikkan dengan puasa dan 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi sebenarnya itikaf merupakan ibadah mulia yang dianjurkan juga dilakukan di luar bulan Ramadhan sebagaimana keterangan mazhab syafiI berikut ini:
()
Artinya, Itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, suatu ibadah yang dianjurkan setiap waktu baik pada bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan berdasarkan ijma ulama, (As-Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 247).
As-Syarbini secara jelas mengatakan, itikaf dianjurkan pada setiap waktu. Itikaf disunnahkan pada bulan Ramadhan dan pada bukan bulan Ramadhan. Dengan demikian, ibadah itikaf tidak harus selalu dilakukan pada bulan Ramadhan, tetapi juga di luar bulan Ramadhan.
Sulaiman Al-Bujairimi menerangkan redaksi As-Syarbini setiap waktu dengan merujuk pada kondisi kapan saja tanpa mengenal waktu makruh sebagaimana berlaku pada bab ibadah shalat sunnah.
Kalau ibadah shalat sunnah mengenal waktu yang tidak disarankan, yaitu shalat sunnah setelah subuh dan ashar, ibadah itikaf tidak mengenal waktu tahrim. Al-Bujairimi menyebutnya dengan awqatul karahah. Setiap waktu bahkan, kata Al-Bujairimi, pada waktu-waktu makruh shalat sunnah sekalipun kalau seseorang memilihnya sebagai waktu untuk ibadah itikaf. Dengan demikian waktu ibadah itikaf bersifat mutlak, pada bulan Ramadhan, Wallahu alam. (Alhafiz Kurniawan)
4. Kultum tentang Bulan Ramadhan Penuh Keberkahan
Saudara muslimku yang berbahagia, sesungguhnya kita mendapatkan rahmat dan berkat yang luar biasa dari Allah SWT, yang mana hingga pada hari ini, kita masih diberi kesempatan untuk merasakan kenikmatan ibadah di bulan suci ramadhan.
Berpuasa menjadi ibadah yang wajib untuk kita lakukan. Tujuan menjalankan puasa ramadhan yaitu untuk mendapat derajat taqwa di sisi Allah. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah ayat 18).
Dari ayat tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kewajiban berpuasa telah ada bahkan sejak zaman dahulu. Bahkan, puasa sudah dikenal bahkan sejak zaman Mesir Kuno dan bahkan meluas sampai ke Yunani hingga Romawi. Allah pun mengabarkan kepada umat Rasulullah, bahwa puasa hukumnya wajib. Ketika tahu bahwa puasa hukumnya wajib, maka hal ini akan terasa ringan dilaksanakan.
Bentuk ketaqwaan seorang muslim juga dapat dilihat dari caranya berpuasa. Pertama, orang yang berpuasa wajib meninggalkan perkara yang dilarang oleh Allah, entah itu makan, minum, jima dan lain-lain.
Kedua, orang berpuasa sebenarnya mampu melakukan kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi. Akan tetapi, orang yang memahami hakikat bulan ramadhan tentu akan lebih memilih untuk memperbanyak amal ibadah dibanding melakukan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini juga dapat menjadi latihan emosional sekaligus spiritual yang berguna untuk mengasah ketaqwaan.
Ketiga, orang yang berpuasa dan kuat imannya akan lebih sadar bahwa Allah SWT mengawasinya. Sehingga, mereka akan lebih mampu mengendalikan diri untuk menahan hawa nafsu dan meninggalkan perkara yang membuat Allah murka.
Selain itu, berpuasa di bulan ramadhan juga dapat memberikan hikmah tersendiri bagi muslim yang taat menjalankannya. Hikmah tersebut yaitu:
Mendekatkan diri kepada Allah, mengendalikan hawa nafsu, membiasakan hidup teratur, disiplin waktu, melatih rasa empati dan menumbuhkan kasih sayang, kesetaraan bagi yang kaya dan miskin, melatih berakhlak mulia, dan melatih kecerdasan emosional.
5. Kultum tentang Rezeki
Rezeki berasal dari bahasa Arab: rizqun, yang artinya ma yuntafau bihi, yakni sesuatu yang digunakan dan diambil manfaatnya (Mukhtar ash-Shihah). Sedangkan dalam Syarh al-Aqaid, at-Taftazani menjelaskan bahwa rezeki adalah nama bagi sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada hayawan (manusia dan selain manusia, seperti jin dan binatang) lalu ia gunakan dan ambil manfaatnya, baik halal maupun haram.
Dari pengertian yang telah kami sebutkan, dapat kita pahami bahwa rezeki adalah sesuatu yang telah digunakan dan diambil manfaatnya, seperti makanan yang telah dimakan, minuman yang telah diminum, pakaian yang telah dikenakan, rumah yang telah ditempati, mobil yang telah digunakan dan lain sebagainya.
Adapun seseorang yang telah membeli makanan atau memasak makanan, namun karena hal tertentu lalu tidak ia makan, maka itu bukanlah rezekinya. Begitu juga seseorang yang telah membangun rumah, lalu karena sebab tertentu tidak ia tempati, maka rumah itu bukanlah rezekinya. Benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair Arab:
*
Terkadang harta dihimpun oleh selain pemakannya. Dan terkadang harta dimakan oleh yang bukan penghimpunnya. Rezeki tidak terbatas pada harta yang halal. Harta yang haram pun juga disebut rezeki. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam an-Nasafi dalam al-Aqidah an Nasafiyyah. Semuanya akan dihisab di pengadilan akhirat. Yang halal akan ditanyakan dari mana diperoleh. Sedangkan yang haram akan dibalas dengan siksaan. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bahwa beliau berkata:
( )
Dunia ini halalnya adalah hisab dan haramnya adalah siksa (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Syuab al-Iman).
Maasyiral Muslimin rahimakumullah, Setiap orang dijamin rezekinya oleh Allah taala sebagaimana dalam firman-Nya:
(: ) \
Maknanya: Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (QS Hud: 6). Imam Syafii mengatakan:
Aku mengetahui bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka menjadi tenanglah hatiku.
Rezeki kita tidak akan tertukar dengan rezeki orang lain. Rezeki kita juga tidak akan diambil oleh orang lain.
Rezeki seseorang sudah ada jatah dan takarannya.
Sekuat apapun usaha seseorang jika bukan rezekinya, maka tidak akan ia raih. Sebaliknya selemah apapun upaya seseorang, jika telah ditentukan sebagai rezekinya, pastilah akan ia peroleh. Karenanya kewajiban kita adalah menghindarkan diri dari mencari rezeki dengan cara yang diharamkan dan dari sumber yang haram.
Meski rezeki telah digariskan dan ditentukan, tetapi Allah dan Rasul-Nya memberitahukan kepada kita beberapa sebab dan kunci pembuka rezeki. Di antaranya:
Pertama, takwa. Allah taala berfirman: (: -)
Maknanya: Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya (QS ath Thalaq:2-3).
Kedua, istighfar dan taubat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
( )
Maknanya: Barang siapa yang menetapi (memperbanyak) istighfar, maka Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari setiap kesedihan, jalan keluar dari setiap kesempitan dan menganugerahkan rezeki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka-sangka (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan lainnya).
Ketiga, menjauhi maksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
( )
Maknanya: Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari suatu rezeki sebab dosa yang dilakukannya. (HR al-Hakim, Ibnu Hibban, dan lainnya).
Keempat, tawakal kepada Allah. Allah taala berfirman:
(: )
Maknanya: Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya (QS ath Thalaq: 3).
Tawakal adalah bergantung kepada Allah semata dan mengandalkan-Nya dalam segala urusan. Tawakal tidaklah menafikan usaha. Tawakal hakikatnya adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dan percaya penuh kepada-Nya disertai melakukan sebab, usaha dan ikhtiar. Kita tetap bekerja secara lahiriah dan bertawakal kepada Allah secara batin. Meskipun kita bekerja, kita tidak menggantungkan tercukupinya kebutuhan kepada pekerjaan, akan tetapi dalam hal tercukupinya segala urusan, kita hanya bergantung kepada Allah.
6. Kultumtentang Kisah Rasulullah
Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah SAW berkunjung ke rumah seorang wanita bernama Ummu \'Umarah. Begitu Rasulullah datang Ummu \'Umarah segera mempersilahkan beliau masuk. Tak lama kemudian, ia segera menghidangkan makanan untuk beliau.
Rasulullah sangat dikenal menghormati pemilik rumah. Ketika diberikan hidangan, beliau pun menyantapnya. Namun ketika beliau melihat pemilik rumah tidak ikut makan, beliau berkata "Makanlah, wahai Uammu \'Umarah!" Kemudian Ummu menjawab "Saya sedang berpuasa. sangat senang mendengar salah satu kaumnya berpuasa. Kemudian beliau bersabda,
"Sesungguhnya orang yang berpuasa itu selalu didoakan oleh Malaikat. Terutama jika ada orang yang makan di tempatnya. Orang berpuasa itu akan didoakan hingga orang makan itu selesai menyantap makannya.
Dari apa yang telah dikatakan Rasulullah, Ummu \'Umarah sangat bersyukur. Ia secara langsung mendapatkan pelajaran tentang berpuasa dari Rasulullah SAW.
Dalam kesempatan lain, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, ia mendapat pahala seperti seperti pahala orang yang berpuasa itu.Tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa itu.
Tak hanya itu, perintah berpuasa juga difirmankan dalam Alquran oleh Allah SWT, Surat Al Baqarah.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa." (Q. S. Al Baqarah (2):183)
Ibadah puasa memang memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah SWT. Di mana Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda sesuai kualitas puasa yang dilakukan oleh seorang hambaNya. Semakin tinggi kualitas puasanya, maka semakin banyak pula pahala yang didapatkannya. Artinya puasa yang dilakukannya, bukanlah satu aktivitas untuk menahan tidak makan dan minum belaka
Puasa merupakan peribadatan yang utama yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasulullah. Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. menyatakan sabda Rasulullah.
"Setiap anak Adam akan dilipat gandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah SWT berfirman: Kecuali puasa, mama Aku akan membalas orang yang mengerjakannya karena dia telah meninggalankan keinginan bahwa nafsunya dan makannya karena Aku. (Shahih, HR. Muslim).
Perlu dijadikan catatan penting bahwa berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus serta hal lain yang dapat membatalkannya. Orang yang berpuasa juga harus menjaga lisan dan anggota tubuhnya dari hal yang diharamkan oleh Allah SWT.
7. Kultum tentang Faedah Puasa Ramadan
Tujuh Faedah Puasa Ramadhan
Dalam kitabnya, Maqshid al-Shaum, Sulthn al-Ulam, Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami (w. 660 H) mengatakan paling tidak ada tujuh faedah puasa di bulan Ramadan yang satu sama lainnya saling terkait. Faedah yang dibicarakan di sini adalah soal pembangunan diri, baik dari sisi agama (pahala) maupun individu.
Tujuh faedah tersebut adalah:
1. Rafu al-Darajt (Meninggikan Derajat)
Pandangannya ini didasari oleh beberapa hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, salah satunya yang mengatakan:
Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu. (HR Imam Muslim) Imam Izzuddin memandang tafth abwb al-jannah (dibukanya pintu surga) sebagai simbol atau tanda untuk memperbanyak ketaatan (taktsr al-tht), terutama yang diwajibkan. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, Damaskus: Darul Fikr, 1992, hlm 12).
Logika sederhananya begini, meskipun pintu surga telah dibuka lebar-lebar, apakah semua orang berhak melintasinya tanpa memperbanyak ketaatan selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan setelahnya? Artinya, dibukanya pintu surga merupakan dorongan untuk memperbanyak ibadah. Apa artinya pintu yang terbuka tanpa ada seorang pun yang berkeinginan untuk memasukinya.
2. Takfr al-Khatht (Penghapus Kesalahan/Dosa)
Dasar dari faedah yang kedua ini adalah hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang mengatakan:
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Meminta imbalan (pamrih) kepada Allah merupakan bentuk penyerahan diri, pernyataan keimanan dan menyatakan kelemahan di hadapan-Nya. Berbeda halnya dengan pamrih antar sesama manusia yang seakan-akan menunjukkan ketidak-tulusan.
Di samping itu, manusia memiliki masalahnya sendiri-sendiri, sekuat dan setegar apa pun dia, sekaya dan semampu apa pun dia, manusia tidak mungkin lepas dari persoalan hidup, sehingga meminta imbalan kepada mereka, sama saja dengan menambahi beban hidup mereka.
3.Kasr al-Syahawt (Memalingkan/Mengalahkan Syahwat)
Faedah puasa berikut ini didasari oleh hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mengatakan:
, , , ,
Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah lebih bisa menundukan pandangan dan lebih mudah menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu adalah penekan syahwatnya. (HR Imam Ahmad dan Imam Bukhari)
Hadits di atas yang membuat Imam Izzuddin al-Sulami berpendapat bahwa lapar dan haus dapat mengalahkan atau memalingkan syahwat.
Beliau mengatakan:
Sesungguhnya lapar dan haus dapat mengalahkan syahwat bermaksiat. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, hlm 15).
Perlu dipahami sebelumnya, bahwa lapar dan haus di sini bukan kelaparan dan kehausan yang disebabkan oleh keadaan yang sering menimbulkan problem sosial seperti pencurian, perampokan, dan lain sebagainya. Lapar dan haus di sini adalah puasa, yaitu lapar dan haus yang disengaja dan didasari oleh niat ibadah. Niat ibadah inilah yang membuat lapar dan haus memiliki arti, yaitu menjadi ajang melatih diri, mengendalikan hawa nafsu dan meminimalisasi syahwat bermaksiat.
4. Taktsr al-Shadaqt (Memperbanyak Sedekah)
Dalam pandangan Imam Izzuddin al-Sulami, puasa dapat membuat manusia memperbanyak sedekah. Beliau mengatakan:
Karena sesungguhnya orang berpuasa ketika dia merasakan lapar, dia mengingat rasa lapar itu. Hal itulah yang memberikan dorongan kepadanya untuk memberi makan pada orang yang lapar. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, hlm 16).
Merasakan penderitaan bisa mengarahkan manusia pada dua hal, menjadi egois dan menjadi dermawan. Menjadi egois karena dia ingin memiliki semuanya sendiri agar tidak merasakan penderitaan itu lagi. Menjadi dermawan karena dia pernah merasakan susahnya menderita sehingga ketika melihat orang lain menderita, dia ikut merasakannya.
Dalam hal ini, puasa merupakan sarana pelebur kemungkinan pertama (menjadi egois). Orang yang berpuasa telah menyengajakan dirinya untuk melalui peleburan tersebut, dan melatih dirinya sendiri untuk menjadi lebih perasa.
5. Taufr al-Tht (Memperbanyak/Menyempurnakan Ketaatan)
Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami memandang bahwa orang yang berpuasa mengingatkan mereka pada lapar dan hausnya ahli neraka.
Beliau mengatakan:
Karena puasa mengingatkan kelaparan dan hausnya ahli neraka. Hal itulah yang mendorong orang berpuasa memperbanyak ketaatan kepada Allah agar terselamatkan dari api neraka. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, hlm 17).
Di sinilah pentingnya pengetahuan, karena pengetahuan bisa membuat manusia memperbaharui atau mengarahkan niat ibadahnya. Perkataan Imam Izuddin al-Sulami di atas, belum tentu terpikirkan oleh orang yang menjalankan ibadah puasa, tapi dengan membaca perkataannya, manusia bisa memahami kelaparan dan kehausan puasa dari sudut pandang lain, yaitu mengingatkan mereka pada kelaparan dan kehausan ahli neraka, sehingga mendorong mereka memperbanyakan ketaatan mereka kepada Allah agar tidak sampai mengalami kejadiaan itu selama-lamanya di neraka.
6. Syukr lim al-Khafiyyt (Bersyukur Mengetahui Kenikmatan Tersembunyi)
Manusia sering lalai atas nikmat Tuhan yang mengelilinginya sehari-hari seperti udara, nafas, gerak dan lain sebagainya. Menurut Imam Izzuddin al-Sulami, puasa dapat mengembalikan ingatan itu dan membuat mereka mensyukurinya.
Beliau berkata: ,
Ketika berpuasa, manusa menjadi tahu nikmat Allah kepadanya berupa kenyang dan terpenuhinya rasa haus. Karena itu mereka bersyukur. Sebab, kenikmatan tidak diketahui kadar/nilainya tanpa melalui hilangnya rasa nikmat itu (terlebih dahulu). (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, hlm 17).
Kelalaian akan segala nikmat Allah harus diuji agar kembali dikenali. Ujian itu bisa dihadirkan tanpa disengaja dan dengan disengaja. Ujian tanpa disengaja adalah ujian yang langsung dari Allah, contohnya sakit gigi (langsung dari Allah), sehingga penderitanya mengetahui nikmatnya sehat. Ujian dengan disengaja adalah ujian yang sengaja oleh pelakunya sebagai bentuk riyadlah (olah diri), contohnya berpuasa, sehingga pelakunya semakin mengenali nikmatnya kenyang dan hilangnya rasa haus.
7.Al-Inzijr an Khawthir al-Mash wa al-Mukhlaft (Mencegah Keinginan Bermaksiat dan Berlawanan)
Dalam pandangan Imam Izzuddin, orang yang kenyang memiliki kecenderungan lebih untuk bermaksiat (thamahat il al-mash), tapi di saat lapar dan haus, fokusnya lebih pada, tasyawwafat il al-mathmt wa al-masyrbtmencari makanan dan minuman (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqshid al-Shaum, hlm 17), sehingga mengurangi keinginannya berbuat jahat.
Mudahnya begini, puasa merupakan ibadah yang memiliki cakupan waktu yang cukup panjang, dari mulai fajar hingga terbenamnya matahari. Dengan demikian, puasa bisa menjadi pencegah efektif untuk manusia dari melakukan perbuatan jahat. Ketika dia hendak melakukan sesuatu, dia teringat bahwa dirinya sedang berpuasa, atau puasanya telah mengingatkan dirinya agar tidak melakukannya.
Jika dia tetap melakukannya, dia telah menghilangkan keberkahan puasanya sekaligus melanggar janjinya kepada Tuhan setelah mengikrarkan niatnya untuk berpuasa. Inilah tujuh faedah puasa menurut sultannya para ulama, Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami. Semoga bermanfaat. Wallahu alam bish shawab.





