Pasangan Pindah Agama Apakah Pernikahannya Sah? Begini Aturannya dalam Islam

Pasangan Pindah Agama Apakah Pernikahannya Sah? Begini Aturannya dalam Islam

Seleb | celebrities.id | Jum'at, 18 Maret 2022 - 23:23
share

JAKARTA, celebrities.id - Pasangan pindah agama apakah pernikahannya sah, kerap menjadi pertanyaan. Seperti diketahui, Islam mewajibkan untuk menikah dengan pasangan yang seiman, hal ini juga telah diterangkan dalam Alquran dan hadist.

Namun pada kenyataannya, tak sedikit yang memutuskan untuk menjalin ikatan pernikahan berbeda keyakinan. Bahkan ada yang sudah menikah, di tengah perjalan salah satunya memilih untuk keluar dari Islam, baik dari pihak istri atau suami.

Selain itu, sebagian juga ada yang belum memahami tentang hukumnya, yakni tentang hukum pasangan yang menikah kemudian pindah agama.

Menanggapi hal ini, CEO dan Founder Santri Motivator School, Ustadz Asroni Al Paroya mengatakan, melihat dari konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, mengenai hukum perkawinan ini, maka akan bicara hukum perdata.

Lantas Pasangan Pindah Agama Apakah Pernikahannya Sah?

Ustadz Asroni menjelaskan, di hukum perdata sendiri ada dua rujukan utama mengenai hukum yang mengatur perkawinan, yaitu hukum perkawinan dalam Undang-undang tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Lalu apabila dilihat dalam status hukum perkawinan, yang salah satu pihak murtad menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah dikembalikan kepada agama yang dianut para pihak.

"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) yang menentukan: Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu," katanya saat dihubungi MNC Portal, Jumat (18/03/22).

Lebih lanjut, jika dilihat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga memuat aturan pada pasal 40 huruf c yang berbunyi: Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam, dan pasal 44 yaitu:

Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, dan ditambah lagi pada pasal 116 huruf h yang berbunyi: Perceraian dapat terjadi karena alasan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Sementara dalam hukum Islam, tentang kemurtadan pihak suami mengakibatkan perkawinan tersebut batal karena alasan, bahwa murtad adalah disamakan dengan musyrik. Walaupun sang istri berpindah kepada ahli kitab.

"Apalagi pindah ke agama lain maupun tidak beragama. Jika pihak isteri yang murtad tetap dibatalkan karena alasan murtad adalah suatu dosa besar," ujarnya.

Akan tetapi kedua kondisi tersebut, kata dia, dilaksanakan setelah diberikan kesempatan bertaubat bagi pihak yang murtad. Pelaksanaannya dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dapat dilaksanakan namun termasuk dalam alasan atau penyebab perceraian.

"Akibat hukum yang timbul dari perkawinan yang salah satu pihak pindah agama, menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dapat dilakukan perceraian. Namun harus ada pengajuan dari pihak yang berperkara," katanya.

Hal tersebut senada dengan argumen Sayyid Sabiq dalam kitab fikih jilid II yang mengatakan bahwa

Apabila suami istri murtad, maka putuslah hubungan perkawinan keduanya karena iddahnya salah seorang dari suami-istri itu adalah hal yang mewajibkan pisahnya mereka.

Dasarnya adalah dalam terjemahan hadis Nabi SAW yang berbunyi:

Artinya : Dari Usamah bin Yazid, bahwa Rasulullah bersabda:Tidak mewarisi orang muslim terhadap orang kafir, dan tidak mewarisi orang kafir terhadap orang muslim.

Perbuatan pindah agama menurut syara adalah keluar dari agama Islam, baik pindah agama atau tidak beragama sama sekali. Dalam ikatan perkawinan, murtadnya orang yang melakukan pindah agama salah satu pihak, baik atas kemauan sendiri maupun karena bujukan dari orang lain

Hal tersebut tentunya akan dapat mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan dengan sendirinya, yang mana hal tersebut didasarkan atas pertimbangan keselamatan agama dari wanita yang beragama Islam dan dikhawatirkan anak-anaknya akan mengikuti agama bapaknya yang bukan Islam.

Hal ini juga dipertegas dalam surat Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi:

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran .(Q.S. al- Baqarah ayat 221).

Ayat diatas menjelaskan larangan berpegang teguh pada tali perkawinan dengan orang kafir dan orang musyrik sebelum mereka beriman, dengan didasarkan atas pertimbangan kemadharatan/di bawah kekuasaannya dan dikhawatirkan akan terbawa oleh agama suaminya.

"Akan tetapi jika kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat masih banyak kita temui masalah-masalah perpindahan agama. Yang mana satu sama lain tetap mempertahankan agama dan keyakinannya masing-masing tanpa mengindahkan larangan-larangan tersebut. Misalnya sebelumnya dia telah memeluk agama Islam kemudian pindah kepada agama selain Islam," tutur Ustadz Asroni Al Paroya.

Mengenai dasar difasakhnya (batalnya) suatu perkawinan ini, juga merujuk pada argumen dalam Kitab Al- Muhadzdzab Juz II halaman 54, Karangan Syeikh Imam Al Syairozi :

Artinya: "Apabila suami istri atau salah seorang di antaranya murtad, kalau hal itu terjadi sebelum dukhul maka secara langsung pernikahannya dipisahkan, kalau terjadi setelah dukhul maka, perceraiannya jatuh setelah habis masa iddah.

"Jadi, Hukum perkawinan bagi salah satu suami atau istri yang pindah agama adalah Fasakh (Batal) Baik hukum Undang-undang perkawinan tahun 1974, atau dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), bahwa hukum perkawinan yang salah satu pasangan ada yang pindah agama adalah batal," kata Ustadz Ustadz Asroni Al Paroya.

Topik Menarik